,
Jakarta
PT Sri Rejeki Isman Tbk atau
Sritex
kembali menuai sorotan. Setelah dinyatakan pailit dan memecat ribuan karyawan pada Februari lalu, kini salah satu petingginya, Iwan Setiawan Lukminto ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi. Komisaris Utama PT Sritex itu diduga menyelewengkan dana hasil kredit dari bank pemerintah untuk Sritex.
“Dana yang diberikan itu tak digunakan sesuai dengan maksud pinjaman sebagai modal usaha, melainkan diselewengkan,” ujar Direktur Penyelidikan Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung) Abdul Qohar saat memberi keterangan kepada media di hari Rabu, 21 Mei 2025.
Qohar mengungkapkan, dana hasil kredit dari sejumlah bank plat merah tersebut justru digunakan oleh tersangka untuk membayar utang Sritex ke pihak ketiga. Sedangkan sisanya dibelanjakan untuk aset yang tidak produktif, salah satunya berupa tanah.
“Urusan aset tak produktif ini meliputi pembelian lahan. Beberapa lokasi tersebut terdapat di Yogyakarta dan juga Surabaya,” jelasnya.
Tempo
mengulas kembali cerita tentang kebangkrutan PT Sritex yang bergerak di bidang tekstil dan konfeksi sampai pemimpinnya menjadi terduga dalam skandal korupsi.
Sritex dinyatakan
pailit
Pada bulan Oktober tahun sebelumnya, perusahaan tersebut dilanda kebangkrutan setelah gagal melunasi hutangnya. Kegagalannya dalam bersaing di pasar sebagai pembuat seragam militer bagi beberapa negara disebabkan oleh krisis yang berkelanjutan akibat pandemi COVID-19. Tahun 2020 mencatatkan penurunan pendapatan Sritex hingga menjadi $847,5 juta. Sebaliknya, biaya dasar penjualannya meningkat dari $1,05 miliar menjadi $1,22 miliar.
Sebenarnya, di tahun 2019 pendapatannya meningkat menjadi US$ 1,3 miliar, yang berarti naik 8,52% dari tahun 2018. Berdasarkan hasil ini, Sritex menghasilkan laba bersih senilai US$ 85,32 juta atau kira-kira Rp 1,2 triliun, salah satunya disebabkan oleh produksinya masker serta peralatan perlindungan pribadi lainnya.
Di tahun 2021, Sritex mencatatkan kerugian bersih senilai US$ 1,08 miliar atau kurang lebih setara dengan Rp 15,4 triliun. Di paruh pertama tahun 2024 ini, jumlah kerugiannya berkurang menjadi US$ 25,73 juta atau sekitar Rp 421 miliar. Sedangkan utang perusahaan tersebut meningkat drastis dari angka Rp 13,43 triliun di tahun 2019 hingga naik ke level Rp 26,2 triliun di akhir periode terakhir.
Awal Kebangkrutan Sritex
Pembustusan PT Sritex dimulai saat perusahaan tersebut dihadapkan dengan gugatan dari salah satu pelanggan setianya, yakni CV Prima Karya, pada bulan Januari tahun 2022. Pada waktu itu, CV Prima Karya menyerahkan permohonan PKPU atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang kepada pihak Sritex. Akan tetapi, perusahaan berhasil melewati ancaman bangkrut berkat adanya persetujuan perdamaian antara para kreditor individunya.
Diberitahu bahwa utang Sritex yang mencapai Rp 26,2 triliun ini terdiri dari pinjaman dari pihak ketiga sebesar Rp 716,7 miliar serta klaim dari para kreditor konkurgen sebanyak Rp 25,3 triliun. Usai mencapai kata sepakat, perusahaan berencana untuk mengubah struktur utangnya termasuk utang bilateral dan sindikasi dengan nilai US$ 344 juta menjadi bentuk pembiayaan tanpa agunan dalam periode waktu 12 tahun.
Pada saat itu, Sritex juga berencana untuk merestrukturisasi jumlah pinjaman dari hutang bilateral dan sindikasi sebesar US$ 267,2 juta menjadi Secured Working Capital Revolver selama periode lima tahun. Di sisi lain, pokok hutang bilateral serta sindikasi akan diubah menjadi bentuk Secured Term Loan yang memiliki durasi sembilan tahun.
Perusahaan tekstil yang didirikan oleh Muhammad Lukminto di tahun 1966 atau setelah 58 tahun lalu pernah berhasil pulih dan mengelola masalah hutangnya secara efektif. Pada waktu itu, Direktur Utama PT Sritex, yaitu Iwan Kurniawan, menyatakan bahwa kapasitas produksi Sritex mencapai angka antara 70 hingga 80%. Perusahaan masih dapat melakukan ekspor produk-produknya ke beberapa negara melalui kanal distribusi mereka.
Selama bertahun-tahun, Sritex mendapat gugatan lagi dari PT Indo Bharat Rayon lantaran dinilai gagal memenuhi kewajibannya terkait pembayaran hutang sesuai kesepakatan sebelumnya. Akhirnya, Pengadilan Niaga Kota Semarang menyetujui permintaan ini pada bulan Oktober tahun 2024 dan menyatakan bahwa Sritex bangkrut atau tak dapat melunasi seluruh tanggung jawab keuangannya kepada para kreditornya.
Sritex kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung atau MA terkait putusan Pengadilan Niaga Semarang tersebut. Namun, sebagaimana putusannya dibacakan pada pertengahan Desember 2024 lalu, MA menolak kasasi. Putusan ini dengan sendirinya membuat status pailit terhadap raksasa tekstil tersebut sah secara hukum atau inkrah.
“Amar Keputusan: Ditolak,” demikian tertulis dalam keputusan yang disampaikan sebagaimana diambil dari situs web resmi Mahkamah Agung pada hari Kamis, 19 Desember 2024.
Sritex Resmi Tutup
Perusahaan tekstil raksasa di wilayah ASEAN ini secara resmi menghentikan operasinya mulai hari Sabtu, tanggal 1 Maret 2025. Penutupan ini dipastikan dalam pertemuan para kreditor bangkrut PT Sritex yang berlangsung pada Jumat, 28 Februari 2025. Pertemuan tersebut mencapai kesepakatan untuk tidak meneruskan aktivitas usahanya.
going concern
Langkah berikutnya adalah melunasi hutang.
Hakim Peninjau Kasus Pengadilan Niaga Semarang, Haruno Patriadi, pada pertemuan tersebut menjelaskan bahwa keputusan tersebut dibuat sesuai dengan situasi-situasi yang sudah dikomunikasikan oleh kurator serta debitur bangkrut. Haruno juga menegaskan bahwa PT Sritex tercatat sebagai debitur bankrut dan saat ini sedang menghadapi masalah likuiditas atau ketidakmampuannya membayar hutangnya.
“Tidak bisa dilaksanakan skema going concern mengingat keadaan yang sudah dibeberkan baik oleh kurator maupun debitur bangkrut,” jelasnya.
Dalam rapat dengan kreditur terkait PKPU PT Sritex, Denny Ardiansyah selaku kurator menyampaikan berbagai alasan untuk tidak meneruskan operasional perusahaan tersebut. Alasan-alasan utamanya mencakup ketiadaan dana kerja, besarnya keperluan tenaga kerja, serta mahalnya biaya produksi; semua hal ini diprediksi dapat menimbulkan kerugian lebih lanjut pada aset bangkrut.
“Kesimpulan pembicaraan dengan debitur telah diberitahukan bahwa tidak ada going concern,” ujar Denny pada hari Jumat, 28 Februari 2025, sebagaimana dilaporkan oleh Antara.
Ribuan Karyawan Dipecat
Pada saat yang sama, Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Sukoharjo Sumarno mengungkapkan bahwa pekerja di PT Sritex akan mengakhiri aktivitas mereka mulai tanggal 1 Maret 2025. Menurut data dari Dinas Ketenagakerjaan Jawa Tengah, kurator sudah melakukan proses pengentasan hubungan kerja bagi seluruh staf di Grup Sritex. Proses ini pertama kali diterapkan kepada karyawan PT Bitratex dengan jumlah total 1.065 orang pada bulan Januari tahun 2025.
“Singkatnya, pemecatan sudah ditentukan pada tanggal 26 Februari,” kata Sumarno saat berada di Sukoharjo, Jawa Tengah, Khamis, 27 Februari 2025.
Di bulan Februari 2025, pemutusan hubungan kerja menimpa 8.504 karyawan di PT Sritex Sukoharjo, 956 pekerja di PT Primayuda Boyolali, serta 40 orang dari PT Sinar Pantja Djadja Semarang dan 104 lainnya dari PT Bitratex Semarang. Jumlah keseluruhan pegawai yang kehilangan pekerjaannya mencapai 10.965 jiwa. Terlebih lagi, sebanyak 340 tenaga kerja dari perusahaan yang sama mengalami PHK pada Agustus 2024, tepat setelah pengumuman bangkrut mereka.
Mengenai insiden tersebut, Wakil Menteri Tenaga Kerja ImmanuelEbnezer Gerungan berjanji memberikan lapangan kerja baru bagi 10.665 karyawan yang telah di-PHK. Ia menyatakan bahwa para pekerja itu tidak perlu melakukan pendaftaran lagi. Menurutnya, pihak pemerintahan akan membantu dalam proses penempatan kerja dan hal ini didasari oleh informasi dari Badan Ketentragakerma.
“Kami juga membantu para teman-teman yang terkena PHK ini dalam pencarian pekerjaan di daerah sekitar pabrik tersebut,” ujar Immanuel ketika ditemui di Kantor Kemnaker pada hari Jumat, 28 Februari 2025.
Dia juga menyebutkan adanya ketentuan khusus yaitu tidak memberlakukan batasan usia bagi mantan pegawai Sritex dalam mencari pekerjaan baru. Anggota Partai Gerindra tersebut menganggap bahwa pembatasan umur dapat membuat kesempatan mantan karyawan Sritex untuk mendapatkan pekerjaan alternatif menjadi lebih sulit.
Pemimpin Sritex Ditetapkan Sebagai Tersangka Dalam Skandal Suap
Pada hari Selasa malam, tanggal 20 Mei 2025, Kejaksaan Agung menahan Iwan yang berlokasi di Solo, Jawa Tengah. Dia adalah Komisaris Utama dari Sritex.
Iwan Setiawan Lukminto
Kemudian diserahkan oleh penyidik kepada jaksa dan dibawa ke Jakarta guna dilakukan pemeriksaan. Pimpinan Sritex tersebut menjalani pemeriksaan di kantor Kejaksaan Agung mulai hari Rabu pada jam 08:00 Waktu Indonesia Bagian Barat sebelum secara resmi ditetapkan menjadi tersangka. Tahapan saat ini dari investigasi kasus adalah penyelidikan awal.
“Benar, dia ditahan di Solo sebelum dipindahkan ke Jakarta. Hal ini terkait dengan dugaan pemberian kredit oleh beberapa bank,” ungkap Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar ketika diwawancara pada hari Selasa, 21 Mei 2025.
Di samping Iwan, penyelidik pun mengeluarkan surat pernyataan sebagai tersangka bagi dua individu tambahan. Mereka yakni Zainuddin Mappa yang saat itu berperan sebagai Direktur Utama PT Bank DKI pada tahun 2020, serta Dicky Syahbandinata sebagai pimpinan divisi Perbankan Usaha dan Korporasi di PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) untuk periode serupa. Keduanya diduga terlibat dalam kasus pemberian pinjaman tanpa mematuhi aturan yang ditentukan.
“DS dan ZM sudah mengeluarkan pinjaman tanpa sesuai aturan sebab tak lakukan evaluasi cukup dan patuhi prosedur,” kata Qohar.
Sebagai akibat dari penyaluran kredit yang tidak sah oleh Bank BJB dan Bank DKI terhadap PT Sritex, Negara merugi sekitar Rp 692 miliar. Karena perbuatan tersebut, para tersangka dituntut berdasarkan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 bersama dengan Pasal 18 UU tentang Penegakan Hukum Terkait TindakPidana Korupsi serta Junto Pasal 55 Ayat 1 Ke 1 KUHP.
Kejaksaan Agung memulai penanganan perkara ini sejak tanggal 25 Oktober 2024. Dalam kasus itu dituduh terlibat PT Bank Negara Indonesia (BNI), Bank BJB, Bank DKI, serta Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah, yaitu kreditor bernama Sritex dengan status perusahaan milik negara dalam bidang perbankan. Permintaan untuk melakukan penyelidikan disampaikan melalui Surat Perintah Penyidikan dari Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus nomor: Print-62/F.2/Fd2/10/2024. Selain itu, Jampidsus juga menerbitkan instrumen penyelidikan tambahan pada 20 Maret 2025.
Kurator Tim Sritex sudah mengumumkan daftar hutang tetap per tanggal 30 Januari 2025. Dengan nilai keseluruhan mencapai Rp 29,8 triliun yang berasal dari 1.654 kreditor baik secara tersendiri maupun bersama-sama sebagai prioritas atau umumnya berhak sama. Meskipun demikian, di antara nominal tersebut, Sritex harus membayar total pinjaman kepada lembaga keuangan pemerintah senilai Rp 4,2 triliun. Lebih rincinya lagi, Sritex mempunyai tagihan sejumlah Rp 2,9 triliun untuk BNI, Rp 611 miliar untuk Bank BJB, Rp 185 miliar untuk Bank DKI, serta Rp 502 miliar bagi PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah.
Sesuai dengan informasi dari laporan Tempo, Bareskrim Polri sebelumnya telah menangani perkara serupa. Usai Sritex diumumkan bangkrut pada bulan Oktober kemarin, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus milik Bareskrim Polri pun mulai menyelidiki adanya indikasi pelanggaran hukum terkait penyimpangan dalam pengalihan kredit menuju perusahaan tekstil tersebut.
Dalam warkat yang dilihat
Tempo,
Polisi juga sudah mengecek para pemimpin Bank Permata dan Bank Muamalat sebagai pemberi pinjaman Sritex berdasarkan surat nomor B/Und-2190/XI/RES.1.9./2024/Dittipideksus yang ditandatangani pada tanggal 26 November 2024 terkait laporan informasi bernomor R/LI/157/X/RES.1.9./2024/Dittipideksus dengan tgl 30 Oktober 2024.
Dalam proses pengajuan dan pencairan fasilitas kredit serta pembiayaan di bank, polisi mencurigai bahwa Sritex telah memakai dokumen palsu, menaikkan nominal tagihan, menjaminkan barang berharga berkali-kali, menggunakan hutang yang tak seharusnya digunakan, sampai terlibat praktik pencucian uang dari transaksi kredit itu sendiri. Dicurigai kerugian yang dialami oleh bank dan lembaga peminjam lain kepada Sritex mencapai angka Rp 19,963 triliun.
Nasib Para Karyawan
Terbaru, kurang lebih 1.300 mantan pekerja Sritex sudah dipulihkan dalam posisi mereka sebelumnya dan kini sedang beraktivitas di pabrik bekas milik Sritex yang saat ini dikelola oleh pemilik baru mulai pertengahan Mei tahun 2025. Informasi tersebut dikemukakan oleh Sekretaris Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Cabang Sukoharjo Andreas.
“Iya, katanya memang telah ada penyewa untuk pabrik Sritex dan sejumlah mantan pegawai Sritex yang berasal dari departemen garmen pun direkrut kembali. Mereka berjumlah sekitar 1.300 orang,” jelas Andreas ketika diwawancara oleh Tempo pada hari Kamis, tanggal 22 Mei 2025.
Berdasarkan data yang diperolehnya, Andreas menyebutkan bahwa mantan pegawai-pegawai ini sebelumnya menekuni pekerjaan mereka di PT Citra Busana Semesta (CBS). Lokasi gudang sewaan milik perusahaan tersebut terletak tak jauh dari area pabrik Sritex yang beralamat di Jalan Samanhudi No. 88 Ngemplak, Jetis, Sukoharjo, meskipun secara teknis bukan bagian langsung dari kompleks pabrik Sritex.
“Garmen 10 ini adalah sebagian dari properti Sritex yang telah disita dan kemudian di sewakan. Berdasarkan informasi kami (para investor terbaru), fasilitas tersebut sudah beroperasi,” jelasnya.
Vedro Imanuel Girsang, Aisha Shaidra, Dian Rahma, Hammam Izzuddin, Sultan Abdurrahman, Rizki Dewi Ayu, Adil Al Hasan, ini adalah nama-nama yang diberikan, tanpa perubahan konteks atau nada, dan nomor awal tidak ada dalam teks asli sehingga tidak dipertahankan.
dan
Septia Ryanthie
ikut berpartisipasi dalam penyusunan artikel ini.