Jejak Kehadiran Komunitas Tionghoa di Pesisir Sungai Sukalila Cirebon

Jejak Kehadiran Komunitas Tionghoa di Pesisir Sungai Sukalila Cirebon





,


Cirebon


– Asal-usul kedatangan kelompok etnis Tionghoa ke
Cirebon
erat kaitannya dengan sungai. Pada zaman dulu, sungai menjadi transportasi utama orang
Tionghoa
Untuk melakukan perdagangan hingga banyak orang yang memutuskan untuk menetap di tempat tersebut.

Mustaqim Asteja, koordinator Komunitas Pusaka Cirebon, Kendi Pertula, menyebutkan adanya beberapa catatan tentang eksistensi komunitas Tionghoa. Salah satu contohnya adalah catatan dari abad ke-15.

“Salah satunya berasal dari naskah Tionghoa berjudul Shun Feng Hsiang Sung, yang dibuat pada tahun 1430 Masehi. Naskah itu kini disimpan di Universitas Oxford,” jelas Mustaqim ketika ditemui di Cirebon, Kamis, 22 Mei 2025.

Dalam naskah itu disebutkan bahwa kedudukan orang Tionghoa di pesisir Jawa Barat, mencakup area dari Banten sampai Ci-Li-Wen (Cirebon), telah hadir sejak saat penulisan naskah tersebut. “Catatan mungkin berasal dari perjalanan Cheng Ho yang melewati pantai utara menuju Majapahit. Perjalanannya Cheng Ho kira-kira pada tahun 1415,” jelas Mustaqim.

Catatan tersebut mengindikasikan keberadaan orang Tionghoa di Cirebon, terutama di area pantai, yang aktif dalam urusan perdagangan.

Pecinan di Muara Sungai

Oleh karena peranan yang sangat signifikan dari Sungai Cirebon bagi masyarakat Tionghoa, daerah pemukiman etnis China pada masa lalu berada dekat dengan sumber air tersebut atau
Pecinan
Berada di mulut muara pelabuhan tersebut saat ini ada sebuah wihara. Sebelumnya, tempat itu berfungsi sebagai rumah singgah atau
basecamp
“Untuk menunggu kapal dapat memasuki,” ujar Mustaqim.

Mulanya cuma bertandang, akhirnya masyarakat Tionghoa memilih untuk tinggal di kawasan Pamujudan, tempat yang sekarang dikenal sebagai Jalan Bahagia, Kota Cirebon. Letaknya tak jauh dari vihara tersebut. “Hal itu terjadi kurang lebih pada akhir masa 1600-an hingga awal tahun 1700,” kata Mustaqim. Kawasan pecina berada di bagian timur sementara Panjunan ada di bagian barat.

Di mulut sungai, area Pecinan kemudian berpindah dan masuk ke wilayah yang sekarang disebut Kawasan Pasar Pagi. Bukti salah satunya dapat diamati melalui penemuan pemakaman etnis Tionghoa di lokasi tersebut. Menurut Mustaqim, dulunya jenazah dikuburkan di pekarangan rumah mereka sendiri. Karakteristik permukiman tersebut masih terjaga, yakni letaknya yang dekat dengan sungai.
sungai
“Oleh karena itu, antara Penanggulangan dan Pasar Pagi dihubungkan melalui Sungai Sukalila,” katanya.

Setelah berlakunya sistem perdagangan bebas pada era penjajahan Belanda, komunitas Tionghoa tak lagi memilih tepi sungai sebagai tempat hunian seperti yang dahulu digunakan untuk mobilitas. Sebaliknya, mereka bermigrasi lebih dalam ke daratan. Pembangunan industri gula-gulaan di sektor Timur Cirebon menjadi daya tarik bagi warga keturunan Tiongkok tersebut untuk mendirikan rumah dan bisnis di area itu. Menurut pernyataan Mustaqim, “Kemudian zona permukiman orang-orang China meluaskan diri sampai ke daerah kabupaten Cirebon, bahkan mencapai Lemahwungkuk—yang kini terkenal dengan nama pemukiman kaum Tionghoa di kotamadya Cirebon.”


Sukalila Bertransformasi Menjadi Destinasi Pariwisata

Saat ini, Pemerintah Kota (Pemkot) Cirebon merancang upaya perbaikan pada salah satu sungai yang dahulu merupakan rute penting bagi perdagangan, yakni Sungai Sukalila beserta area sekelilingnya. Menurut Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Cirebon, Agus Mulyadi, Pemerintah Kota (Pemkot) Cirebon bertujuan memperbarui arus air di Sungai Sukalila guna mencegah terjadi bencana banjir.

“Pemerintah Kota Cirebon pun berniat untuk memperkenalkan Sukalila Sky Bridge, yakni sebuah konsep area pariwisata terintegrasi yang bakal merombak tampilan kota,” ungkap Agus pada hari Kamis, 22 Mei 2025.

Daerah itu bakal dikembangkan menjadi sebuah jembatan ikonis serta area terbuka hijau yang dapat diapresiasi dan dipakai baik oleh penduduk Kota Cirebon maupun para pelancong.

Sebagai tahap pertama, Pemerintah Kota Cirebon akan mulai menata daerah Sungai Sukalila. Salah satunya adalah pemberesan para pedagang kaki Lima (PKL) yang menjual barangnya di tepi Sungai Sukalila. Sesuai dengan informasi yang diberikan, banyak PKL, kebanyakan mereka yang berdagang pigura, mengandalkan penghasilannya dari jual beli di pinggiran sungai tersebut. Tindakan penertiban ini akan meliputi semua bagian sepanjang Sungai Sukalila yang saat ini dipakai tanpa izin oleh para pedagang.

Menjelaskan Agus, adanya PKL di sepanjang Sungai Sukalila itu tanpa izin resmi. “Selain itu juga melanggar peraturan karena terletak di area tepian sungai,” ungkap Agus.

Sebagai penyelesaian, mereka akan dialihkan ke dua tempat cadangan lainnya, yakni di Pasar Balong dan di Gunung Sari Trade Center (GTC) Cirebon. “Pedagang tidak mendapatkan ganti rugi,” jelas Agus.

Pilihan Editor:
Cara Melestarikan Seni Masker Cirebon

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com