Azrul Ananda: Keajaiban Tanjakan Bromo Dongkrak Perekonomian Lokal dan Pariwisata Jawa Timur

Azrul Ananda: Keajaiban Tanjakan Bromo Dongkrak Perekonomian Lokal dan Pariwisata Jawa Timur


SURABAYA,

– Jarak 94,5 kilometer dari Surabaya menuju Wonokitri menggunakan sepeda kayuh mungkin terdengar berat, melelahkan, bahkan tidak masuk akal bagi sebagian orang.

Tapi tidak bagi 1.500 pesepeda dari 19 negara yang telah menaklukkan tanjakan berat dalam gelaran Bromo KOM 2025, Sabtu (17/5/2025) pagi. Ini menjadi tantangan dan kepuasan.

Seperti diketahui sejak pertama kali digelar pada 2014, Bromo KOM berkembang luar biasa. Dari hanya 345 peserta undangan, kini menjadi salah satu event sport tourism paling dinanti di Indonesia.

“Untuk tahun ini yang membuat saya lega, pesertanya tidak hanya dari Indonesia saja, tapi ada 18 dari luar negeri,” ujar founder Main Sepeda, Azrul Ananda.

Di samping itu, Bromo KOM sudah menjadi area kerjasama tempat bertemu antara gairah untuk berolahraga, dinamika perekonomian setempat, serta aspirasi warga yang tinggal di sekitar rute ke Wisata Gunung Bromo tersebut.

“Saya mengingat dahulu pada seluruh kemiringan jalan belum terdapat kedai, namun kini telah menjadi sibuk. Pada tahun 2014, jika ingin meminum sesuatu, penduduk setempat membuka gerbang dan menyiapkan minuman bagi para peserta. Saat ini telah bermunculan berbagai bisnis termasuk akomodasi penginapan serta destinasi pariwisata,” tambahnya.

Tentu saja, dia tak berkeinginan hanya warga setempat yang menikmati hasilnya. Dia bermaksud menjadikan Bromo KOM sebagai jalan menuju pulang bagi turis dari luar Jawa Timur, dan bahkan internasional, guna memahami sudut pandang lain tentang Indonesia.

“Jika warga Surabaya berencana mendaki Gunung Bromo esok hari, mereka masih dapat melakukannya karena lokasinya yang dekat dan bisa dikunjungi kapan pun. Namun, untuk acara semacam ini, kami lebih memprioritaskan para tamu,” ujar wanita tersebut, sekaligus menjadi CEO dari Persebaya Surabaya.

Bukan hanya di area wisata Gunung Bromo, pertumbuhan ekonomi juga dirasakan di Surabaya, kota yang menjadi titik awalnya.

Karena mendekati acara tersebut, hotel sudah penuh, restoran dipadati pengunjung, dan toko sepeda mengalami lonjakan penjualan. Bahkan komunitas setempat juga terlibat aktif, membentuk lingkungan bersepeda yang dinamis serta berkembang dengan baik.

“Saya sangat bergembira dengan acara ini karena telah memberikan sumbangan terhadap perkembangan ekonomi serta masyarakat. Semoga kedepannya dapat berlanjut secara konsisten,” tambahnya.

Kini jalur tanjakan Wonokitri bukan sekadar jalan menanjak.

Azrul Ananda memiliki kisah tentang jalan seluas 25 kilometer tersebut yang awalnya hanyalah trek main-main yang dilaluinya bersama kawan-kawannya dari Surabaya. Siapa sangka, rute itu ternyata sangat menggiurkan dan mempesona.

Yang sebenernya menjadi fokus ceritanya adalah perjalanan menuju tanjakan Wonokitri. Rute dari Pasuruan, Puspo, hinggaWonokitri memang memiliki keunikan tersendiri. Hal ini terjadi secara tak sengaja.

“Sekarang dulu, bersama dengan teman-teman dari Surabaya, kita sengaja meluncur ke atas, pertama kali hingga Puspo, kemudian lanjut naik sampai Wonokitri dan hasilnya memuaskan. Inilah acara yang telah berlangsung selama 11 tahun,” jelasnya.

Menurut dia, kemiringan jalan itu tidak hanya berkelanjutan, tetapi juga membuat mata keliru.

Sebab medan yang curam, kabut yang datang tiba-tiba, dan hawa dingin yang menggigit membuat peserta merasa seperti sedang melawan halusinasi.

“Jika sudah hafal sih aman, tetapi bagi yang belum pernah pasti terlebih dahulu merasa khawatir,” tambahnya.

Meskipun demikian, itulah daya tarik dari Bromo KOM, di mana banyak peserta telah berpartisipasi lebih dari tiga kali, bahkan hingga sebelas kali, walaupun belum pernah menyelesaikan balapan tersebut. Untuk mereka, hal itu tidak tergantung pada pencapaian finish line, tetapi tentang proses juang dan membangun kenangan.

“Tanjakan Wonokitri di Bromo memang istimewa, dengan perjalanan panjang selama 25 kilometer tanpa henti menanjak, sehingga saat selesai merasa lega,” ujar Azrul.

“Ada peserta dari Italia pernah bilang ke saya. Tanjakan di sini (Wonokitri) mirip di Italia panjang. Tanjakan seperti ini tidak banyak di Indonesia,” katanya lagi.

Pada tahun ini, para partisipan berasal dari 113 kota yang terletak di 26 propinsi sepanjang Indonesia.

Di antara para peserta asing terdapat wakil dari Amerika Serikat, Australia, Austria, Belanda, Brasil, Filipina, Inggris, Irlandia, Italia, Jerman, Kolombia, Korea Selatan, Latvia, Malaysia, Myanmar, Prancis, Singapura, dan Selandia Baru.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com