news  

Keresahan Siswa SMA Bogor di Kelas 50 Orang

Keresahan Siswa SMA Bogor di Kelas 50 Orang

Penambahan Kuota Siswa di SMA Negeri Jawa Barat

Sejak Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menetapkan Keputusan Gubernur No. 463.1/Kep.323-Disdik/2025 tentang Petunjuk Teknis Pencegahan Anak Putus Sekolah ke Jenjang Pendidikan Menengah Provinsi Jawa Barat pada 26 Juli 2025 lalu, banyak sekolah menengah atas (SMA) Negeri di Jawa Barat mengambil langkah untuk menambah kuota penerimaan siswa baru. Kebijakan ini memungkinkan setiap rombongan belajar memiliki maksimal 50 murid per kelas.

Tanggapan dari Siswa dan Guru

Muhammad Adyaraka Putra Pratama (15 tahun), siswa Kelas 10 SMAN 9 Bogor, menyatakan bahwa jumlah 50 siswa dalam satu kelas kurang efektif. Ia merasa sulit bagi guru untuk mengajar secara efisien dengan hanya satu pengajar yang mengatur kelas. “Menurut saya pribadi itu kurang efektif karena 50 siswa dalam satu kelas belum tentu dapat diajarkan secara efisien apalagi yang mengajar hanya satu guru,” ujar Adya.

Adya menyarankan agar guru memberikan materi melalui visualisasi yang kuat agar siswa tetap fokus. “Tidak bisa dipungkiri mungkin ada beberapa siswa yang keheranan atau kebingungan karena suaranya yang tidak terdengar, jadi harus bisa mengandalkan visualisasi yang kuat,” tambahnya.

Syifa Nur Latifah (14 tahun), juga siswa Kelas 10 SMAN 9 Bogor, mengatakan bahwa kebijakan ini sebenarnya tidak bermasalah jika para siswa mengikuti aturan dengan baik. “Saya sebenarnya tidak apa-apa, kalau semuanya mengikuti aturan dengan baik dan pembelajaran tidak terganggu oleh keberisikan dari suatu murid atau apapun itu tidak apa-apa,” ucap Syifa.

Namun, Syifa merasa bahwa jumlah 50 siswa per kelas akan membuat siswa berdesak-desakan selama pelajaran. “Belum ada gambaran, tapi kayaknya bakalan desek-desek rame banget,” kata Syifa.

Persiapan Sekolah

Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas SMA Negeri 9 Bogor, Iin Sunarsih (53 tahun), menjelaskan bahwa dampak dari kebijakan ini terasa pada peningkatan jumlah siswa baru tahun ini yang mencapai hingga 430 murid. “Jadi 430-an sekarang dari 324-an jadi 430-an,” ujar Iis saat ditemui.

Iis menyebutkan bahwa SMAN 9 Bogor sudah berupaya untuk mengikuti arahan Gubernur KDM untuk memaksimalkan jumlah siswa kelas 10 sebanyak 50 murid per kelas. “Kami sudah merealisasikan itu, dan semua sudah selesai. Kita sudah melakukan daftar ulang juga, bahkan sekarang sudah kegiatan PLS, kemudian fasilitas pendukung juga sudah kami siapkan, ruang kelas dan tempat duduknya sudah disiapkan,” jelas dia.

Dia menegaskan bahwa kebijakan baru dari Gubernur KDM harus disertai dengan penambahan fasilitas. “Ini sama seperti jawaban dari sekolah lain, butuh effort,” tambah dia.

Tantangan yang Dihadapi

Sebelum adanya kebijakan ini, tiap rombel di SMAN 9 Bogor berjumlah 36 siswa per rombel. Wahyudin (43), Staf Kesiswaan sekaligus Guru dan Pembina Osis SMAN 9 Bogor, mengatakan bahwa penambahan murid per kelas akan memberikan banyak tantangan. “Cuman kalau kita lihat dari kondisi sebelumnya yang hanya 36, sekarang 50, itu mungkin akan lebih banyak tantangannya,” jelas Wahyudin.

Dia menyebutkan bahwa tantangan yang harus dihadapi oleh para guru nantinya yaitu ruang kelas yang tidak terlalu luas harus diisi dengan siswa lebih banyak. “Ruang kelas kita yang tidak terlalu luas. Kemudian mungkin dari siswanya sendiri, artinya setelah selama ini hanya 36, sekarang 50 tentu saja lebih crowded,” ujar dia.

Untuk mengatasinya, Wahyudin menyebutkan bahwa guru perlu merancang strategi untuk dapat memberi fokus dan menjadikan siswa senang untuk belajar di kondisi kelas yang ramai. “Artinya mungkin guru harus lebih memberikan bermacam materi atau lebih kepada strategi, gimana caranya suasana bisa kondusif dengan 50 orang itu dan anak-anak bisa fokus. Dan yang terpenting adalah anak-anak senang belajar di kelas seperti itu mungkin,” ujar Wahyudin.

Sinergi dan Kerja Sama

Iis melihat ini sebagai jumlah yang tak biasa dan memang harus dijalankan karena ini perintah dari atasan. “Artinya kan kita akan sama-sama membangun sekolah, walaupun dengan jumlah yang tidak biasa, karena memang kalau sudah menjadi keputusan dari atasan kita, ya kita harus laksanakan,” jelas Iis.

Di samping itu, pihak SMAN 9 Bogor terus berupaya optimis harus tetap melaksanakannya di kondisi apapun. “Tapi itu tadi, kita optimislah, dengan kondisi apapun kita akan melakukan yang terbaik,” tegas Iis.

Dia menjelaskan bahwa untuk mewujudkan kebijakan ini dibutuhkan sinergi dan kerja sama antar pihak untuk melaksanakannya. “Ini tidak akan bisa berjalan tanpa ada dukungan dari berbagai pihak. Dari orang tua, dari masyarakat, dari stakeholder yang lain juga. Karena kan ini menjadi tanggung jawab semua. Itu aja sih harapannya. Bersinergi lah semuanya,” ujar Iis.

Kebijakan KDM dan Tanggapan dari SMP

Untuk diketahui, kebijakan jumlah siswa per rombongan belajar (rombel) ini tidak menargetkan sekolah menengah pertama (SMP). Ranta Sajadiputra (51), Wakil Kepala Sekolah Bidang Hubungan Masyarakat SMPN 4 Bogor, menyebutkan bahwa untuk SMP tidak diarahkan dengan ketentuan jumlah 50 siswa per kelas sehingga jumlah siswa masih sama seperti tahun-tahun sebelumnya.

“Informasi yang sampai pada kami sampai hari ini untuk kebijakan 50 siswa per kelas itu hanya berlaku untuk SMA (Negeri) di Kota Bogor ya, sementara untuk SMP tidak ada ketentuan untuk 50 orang per kelas gitu ya, jadi masih normal sama tahun-tahun yang sebelumnya,” jelas Ranta saat ditemui di SMPN 4 Bogor, Rabu (16/7/2025).

SMPN 4 Bogor memiliki total 306 siswa dan 9 kelas dengan rata-rata jumlah siswa per kelasnya yaitu berjumlah 34 murid. Menurutnya jumlah ini untuk SMP merupakan jumlah yang ideal khususnya SMPN 4 Bogor, mengingat ruang kelas yang masih memadai. “Masih ideal, karena ruangan kelasnya pun masih memadai lah, tidak terlalu berdesak-desakan,” jelas Ranta.