news  

Orang yang Lebih Suka Menjaga Privasi Daripada Membagikannya di Media Sosial Biasanya Punya 8 Kebiasaan Ini, Menurut Psikologi

Orang yang Lebih Suka Menjaga Privasi Daripada Membagikannya di Media Sosial Biasanya Punya 8 Kebiasaan Ini, Menurut Psikologi

Keunikan Orang yang Memilih Menjaga Privasi di Era Digital

Di era digital dan media sosial seperti sekarang, membagikan momen pribadi sudah menjadi hal yang lumrah. Banyak orang merasa perlu menunjukkan keseharian, pencapaian, bahkan kesedihan mereka kepada publik. Namun, ada segelintir orang yang justru memilih jalur sebaliknya: menjaga kehidupan pribadi mereka tetap tertutup.

Orang-orang yang lebih suka menjaga privasinya daripada mengumbarnya di media sosial biasanya memiliki beberapa kebiasaan khas. Berikut ini delapan ciri-ciri yang sering ditemukan pada mereka:

1. Lebih Selektif dalam Berbagi Cerita

Mereka cenderung berpikir dua kali sebelum membagikan sesuatu, bahkan kepada teman dekat sekalipun. Mereka memahami bahwa tidak semua hal perlu diketahui oleh orang lain. Psikologi menyebut ini sebagai bentuk self-boundary awareness, yaitu kesadaran akan batas-batas diri yang sehat. Mereka membedakan dengan jelas mana informasi yang pantas untuk dikonsumsi publik, dan mana yang sebaiknya hanya mereka simpan sendiri.

2. Lebih Menikmati Momen daripada Merekamnya

Alih-alih sibuk mengambil foto atau video untuk diunggah ke media sosial, mereka lebih fokus menikmati apa yang sedang mereka alami. Studi dalam Journal of Consumer Research menunjukkan bahwa terlalu sering merekam atau membagikan pengalaman justru dapat mengurangi kenikmatan saat itu. Orang yang menjaga privasi tahu bahwa tidak semua hal harus dibuktikan lewat unggahan. Kebahagiaan tidak selalu butuh pengakuan dari orang lain.

3. Tidak Peduli pada Validasi Eksternal

Salah satu alasan banyak orang aktif di media sosial adalah karena ingin mendapatkan likes, komentar positif, atau validasi dari orang lain. Namun bagi pribadi yang menjaga privasi, validasi eksternal bukan sesuatu yang mereka cari. Psikologi menyebut mereka memiliki internal locus of control, yakni kecenderungan untuk menilai diri sendiri berdasarkan standar pribadi, bukan dari opini luar.

4. Lebih Menyukai Percakapan Tatap Muka

Daripada berinteraksi lewat media sosial atau sekadar memberi komentar di unggahan teman, mereka lebih memilih interaksi yang nyata dan bermakna. Mereka percaya bahwa hubungan yang mendalam dibangun dari komunikasi yang jujur dan intens, bukan dari story reply atau emoji reaction. Kebiasaan ini menunjukkan bahwa mereka lebih menghargai kualitas relasi daripada kuantitas perhatian.

5. Cenderung Tenang dan Tidak Reaktif

Orang yang menjaga privasi biasanya tidak mudah tergoda untuk ikut-ikutan tren atau memamerkan sesuatu hanya karena sedang viral. Mereka tenang dalam menghadapi tekanan sosial dan tidak merasa perlu untuk membuktikan diri secara daring. Dalam psikologi, hal ini berkaitan dengan emotional regulation yang baik—kemampuan untuk mengelola emosi dan tetap stabil dalam berbagai situasi.

6. Memiliki Batasan yang Tegas dalam Berteman

Mereka biasanya tidak mengizinkan siapa pun masuk ke lingkaran pribadi tanpa proses penyaringan. Meskipun tampak ramah, mereka punya radar yang sensitif untuk menilai siapa yang benar-benar bisa dipercaya. Psikolog menyebut ini sebagai bentuk healthy boundaries—tanda bahwa seseorang memiliki konsep diri yang kuat dan tidak mudah dipengaruhi oleh tekanan sosial.

7. Tidak Suka Drama atau Urusan Orang Lain

Karena terbiasa menjaga hidupnya tetap tenang dan pribadi, mereka juga tidak suka mencampuri urusan orang lain. Mereka bukan tipe yang senang membicarakan atau mengomentari kehidupan orang lain di media sosial. Psikologi mengaitkan ini dengan low need for social comparison—kebutuhan membandingkan diri dengan orang lain yang rendah. Mereka tidak merasa perlu mengetahui segalanya tentang orang lain, apalagi mencampurinya.

8. Lebih Sering Merenung daripada Membagikan

Daripada membagikan isi hati di media sosial, mereka lebih suka merenungkan sendiri atau menuliskannya dalam jurnal pribadi. Mereka sadar bahwa emosi itu sifatnya sementara, dan tidak semua perasaan harus diumbar. Kebiasaan ini menunjukkan kedewasaan emosional dan kemampuan self-reflection yang tinggi, dua hal yang sangat dihargai dalam ilmu psikologi positif.

Kesimpulan

Di tengah dunia yang semakin terbuka dan haus perhatian, memilih untuk menjaga privasi adalah tindakan yang tidak hanya berani tetapi juga mencerminkan kestabilan emosi, kepercayaan diri, dan kedewasaan berpikir. Orang-orang yang lebih suka menyimpan hidup pribadinya jauh dari sorotan media sosial bukan berarti mereka tertutup atau tidak ingin bergaul. Justru, mereka memiliki pemahaman yang sehat tentang batasan diri, hubungan yang bermakna, dan kebahagiaan sejati. Delapan kebiasaan di atas adalah cerminan dari jiwa yang tenang, terkontrol, dan tidak bergantung pada validasi luar. Mereka menunjukkan bahwa menjalani hidup dengan tenang, meskipun tanpa sorotan, bisa jauh lebih damai dan membahagiakan.