news  

Rehabilitasi Hutan Jadi Prioritas Dinas Kehutanan Maluku Utara

Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan di Maluku Utara Tahun 2025

Pada tahun anggaran 2025, Dinas Kehutanan Provinsi Maluku Utara akan menjalankan sejumlah program prioritas yang ditetapkan oleh Gubernur Maluku Utara, Sherly Laos. Salah satu program utama yang akan dilaksanakan adalah rehabilitasi hutan dan lahan. Proyek ini memiliki anggaran lebih dari Rp 2 miliar dan akan memberikan manfaat langsung kepada masyarakat.

Program ini dirancang untuk berbasis masyarakat dan akan dikelola melalui mekanisme e-katalog. Lokasi penerapan kegiatan ini mencakup tiga wilayah yaitu Halmahera Selatan, Halmahera Timur, dan Kepulauan Sula. Fokus khusus diberikan pada daerah Halmahera Timur dan Kepulauan Sula, di mana bantuan bibit pala akan diberikan sebagai bagian dari upaya pemberdayaan masyarakat.

Kelompok tani akan menjadi pelaku utama dalam pelaksanaan program ini sekaligus mendapatkan insentif sebagai bentuk apresiasi. Dana yang digunakan berasal dari Dana Bagi Hasil (DBH) reboisasi yang dialokasikan untuk provinsi. Tujuan utama dari program ini adalah memastikan bahwa hasil penggunaan hutan kembali dialokasikan untuk menjaga dan memulihkan fungsi hutan secara berkelanjutan.

Sukur Lila, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Maluku Utara, menjelaskan bahwa Maluku Utara menerima jatah sebesar 16 persen dari total dana reboisasi nasional. Pada tahun ini, anggaran yang dikelola oleh Dinas Kehutanan mencapai lebih dari Rp 9 miliar, yang lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp 14 miliar.

Besaran anggaran tergantung pada jumlah produksi kayu bulat. Namun, saat ini tren ekonomi sedang bergeser ke sektor pertambangan. Banyak perusahaan kayu tidak aktif meskipun izinnya masih berlaku. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti penurunan harga kayu dan biaya produksi yang tinggi.

Harga kayu kelas satu saat ini sekitar Rp 1 juta per meter kubik, jauh lebih rendah dibandingkan sebelumnya. Biaya produksi yang tinggi membuat banyak perusahaan memilih tidak beroperasi karena dinilai tidak lagi menguntungkan. Selain itu, perubahan gaya hidup masyarakat juga turut memengaruhi permintaan kayu. Dulu, pembangunan rumah banyak menggunakan kayu, tetapi kini beralih ke baja ringan yang lebih mudah diperoleh dan tahan lama.

Industri pengolahan seperti plywood juga mengalami penurunan. Banyak pabrik, termasuk yang ada di Fala Sidangoli dan Obi, sudah tutup akibat kekurangan bahan baku. Akibatnya, industri kehutanan di Maluku Utara semakin terancam. Banyak karyawan eks perusahaan kayu kini beralih ke sektor tambang yang dinilai lebih menjanjikan dari segi penghasilan.

Sukur Lila menyatakan bahwa tambang menjadi magnet baru bagi tenaga kerja karena menawarkan gaji yang lebih tinggi. Meski demikian, ia tetap berharap agar kebijakan dan program yang dijalankan dapat membantu memulihkan sektor kehutanan di Maluku Utara.

WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com