Pengalaman Budaya yang Menggugah Jiwa di Panggung Maestro VIII
Panggung Maestro VIII kembali menghadirkan malam seni yang luar biasa, pada Jumat (11/7/2025) malam. Acara ini digelar di halaman terbuka Museum Nasional Indonesia, Jakarta, dan menawarkan pengalaman yang megah serta memukau bagi para penonton. Pertunjukan kali ini berhasil menyajikan seni tradisi dalam bentuk yang bernilai tinggi, elegan, dan sangat menghibur.
Para penonton dapat menikmati pertunjukan dari berbagai sudut, baik dari sisi kanan, kiri, maupun depan panggung. Hal ini menciptakan suasana yang akrab dan cair antara penampil dan penonton. Atmosfer yang intim dan terbuka ini memperkuat hubungan emosional antara penampil dan penikmat seni, sehingga setiap tampilan menjadi lebih bermakna.
Acara dimulai dengan pembacaan puisi oleh Maestro Sastra, LK Ara, yang membawakan karya berjudul “Panggung Para Maestro”. Puisi ini diiringi musik tradisional seperti suling, gegedem, dan gong, yang memberikan nuansa yang khas dan mengesankan. Penampilan ini menjadi pembuka yang sempurna untuk malam budaya yang penuh warna dan makna.
Berikutnya, para maestro dari Kalimantan Timur tampil secara berurutan, mempersembahkan Tari Hudoq, Tari Gong, Sapeq, dan Gambus Tingkilan. Setiap tarian menunjukkan kekayaan budaya daerah dan menjadikan malam tersebut semakin menarik. Suasana kemudian berubah dramatis ketika rombongan seni Madura menyuguhkan Wayang Topeng yang eksotis dan memikat.
Sebagai penutup, hadir rombongan maestro dari Gayo, Aceh, yang mempersembahkan pertunjukan didong dan tari guel yang memesona. Lantunan didong oleh para maestro seperti Ceh Mahlil, Ceh M Din, dan Ceh Syukri Gobal diiringi 16 orang penepok tampil begitu padu dan kompak. Harmoni bunyi dari tepok didong dan bantal kecil menciptakan kesan yang menakjubkan.
Tepuk tangan penonton terus mengalir untuk mereka. Maestro Tari Guel, Radensyah dan Mustafa Rasyid, menyempurnakan pertunjukan dengan cara yang sangat khidmat dan sakral. Keistimewaan pertunjukan ini semakin bertambah dengan kehadiran Fathurrahman, seorang anak berusia tiga tahun yang menari guel secara spontan dan menggemaskan. Ia menjadi simbol keberlanjutan generasi seni Gayo ke depan.
Wakil Menteri Kebudayaan, Giring Ganesha, yang turut hadir, tampak sangat antusias. Setelah pertunjukan selesai, ia menyalami satu per satu para maestro dan memberikan karangan bunga merah sebagai bentuk apresiasi. Ia mengungkapkan rasa senangnya dengan menyatakan, “Sangat menikmati, sangat menakjubkan,” dan memberi pujian khusus kepada Fathurrahman sebagai generasi penerus yang luar biasa.
Panggung Maestro VIII adalah hasil kolaborasi antara Yayasan Bali Purnati dan Direktorat Jenderal Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan Kebudayaan, Kementerian Kebudayaan. Acara ini menjadi panggung penting dalam menegaskan bahwa seni tradisi Indonesia bukan hanya sekadar warisan, tetapi juga kebanggaan yang hidup dan terus berkembang. Dengan penyajian yang luar biasa, acara ini tidak hanya memperkenalkan seni tradisional, tetapi juga memperkuat semangat kebudayaan yang terus bergerak maju.