PR JABAR
– Kejadian keributan antara siswa Sekolah Dasar (SD) yang terjadi di daerah Tapos, Kota Depok, mengejutkan masyarakat dan mencetuskan keprihatinan tentang masalah etika pada generasi muda sejak dini. Acara tersebut berlangsung pada hari Sabtu, tanggal 10 Mei 2025, di dalam kompleks perumahan Laguna 1 dengan kode blok RT 05/RW 20 serta area pemakaman RW 03, Desa Cilangkap, Kecamatan Tapos, Depok.
Tindakan Kerumunan Anak Sekolah Dasar di Cilangkap Hebohkan Penduduk
Pada video yang beredar di kalangan publik, terdapat pertarungan antara dua kelompok murid sekolah dasar. Mereka nampak sedang berebut untuk mengejar satu sama lain dengan cara bertindakan sangat kasar. Dua dari mereka juga digambarkan tengah melawan sambil memegang batang logam runcing. Meskipun belum jelas apakah objek itu merupakan senjata tajam atau cukup sebuah barang tak Tajam, ancamannya masih besar.
Tindakan itu secara tiba-tiba menimbulkan kepanikan di kalangan masyarakat setempat dan mereka langsung mencoba untuk menghentikan pertikaian yang terjadi kira-kira pada jam 10.00 WIB. Kepala RW 020 dari Kelurahan Cilangkap, Wahid, mengkonfirmasi bahwa para peserta dalam insiden ini merupakan murid sekolah dasar dan menyebutkan bahwa ada antara lima sampai enam orang anak yang terlibat.
“Betul anak-anak sekolah dasar, peristiwa itu terjadi pada waktu subuh, tepatnya pukul 10,” ujar Wahid.
Menurut dia, tindakan tersebut dapat dihentikan dengan sukses tanpa menyebabkan adanya korban. Akan tetapi, insiden itu menciptakan rasa khawatir yang kuat di kalangan masyarakat setempat karena mereka menganggap pertikaian semacam ini sungguh langka terjadi pada anak berusia segitu.
Polisi dan Pihak Sekolah Segera Mengambil Tindakan untuk Mencegah Kerusuhan Berlanjut
Kapolsek Cimanggis, Kompol Jupriono, menyatakan bahwa kejadian tersebut terjadi antara murid-murid dari dua Sekolah Dasar negeri yang berada dalam area Cilangkap. Dia mengonfirmasikan bahwa polisi sudah bekerja sama dengan petugas setempat dan para pimpinan sekolah guna merespons situasi ini sebelumnya menjadi lebih buruk.
“Kericuhan ini berhasil dihentikan oleh masyarakat tanpa adanya korban. Kami masih akan melanjutkan pendampingan bersama pihak sekolah,” jelas Jupriono.
Pihak sekolah masing-masing telah mengadakan mediasi dan menyelesaikan perselisihan antara para siswa yang terkait. Putusan tersebut diambil setelah memperhatikan bahwa mereka semua berada dalam batasan usia yang belum bisa dipersoalkan secara hukum secara resmi.
Mengapa Siswa SD Bisa Bertikai? Berikut Penyebab Utamanya
Seorang psikolog anak mengungkapkan bahwa tampilnya sikap agresif pada masa sekolah dasar dapat mencerminkan ketidakmampuan dalam mengendalikan diri secara sosial serta kurang adanya bimbingan emosi. Anak-anak cenderung untuk mereproduksi tingkah laku kekerasan yang telah mereka amati, entah itu di tempat tinggal, sekitaran hidup mereka, atau melalui platform-media online dan aktivitas game elektronik.
Berikut beberapa alasan utama mengapa anak-anak dapat berpartisipasi dalam pertikaian kerumunan:
-
Kurangnya Pengawasan Orang Tua:
Banyak orangtua yang begitu fokus pada pekerjaan sampai-sampai mereka tak menyadari pergantian tingkah laku si anak. -
Kurangnya Pendidikan Moral di Keluarga dan Tempat Belajar:
Empati, toleransi, serta penanganan perselisihan dengan cara yang tenang belum diberikan pelatihan menyeluruh. -
Konten Kekerasan di Media:
Penayangan kekerasan di dunia maya dan permainan video dapat membantu anak-anak untuk memandang biasanya kekerasan sebagai cara penyelesaian masalah konflik. -
Kurangnya Aktivitas Positif:
Anak-anak yang kurang diarahkan dalam aktivitas positif cenderung mengeluarkan tenaga mereka lewat perilaku agresif.
Pemantauan dan Pendidikan Sebagai Jawaban, Depok Membutuhkan Sistem Proteksi Anak yang Terintegrasi
Masyarakat dan petugas saat ini mendesak pemerintah daerah lewat Dinas Pendidikan serta Dinas Pemberdayaan Perlindungan Anak dan Perempuan untuk mengambil tindakan nyata. Antara lain dengan merancang sistem proteksi anak yang terintegrasi di sekolah dan lingkungan sekitar.
Berikut beberapa tindakan pencegahan yang telah dimulai untuk diimplementasikan:
-
Sensus rutin warga dan TNI-Polri saat anak-anak berakhir sekolah untuk keamanan bersama.
-
Sosialisasi risiko pertikaian antargrup di sekolah-sekolah dasar.
-
Pembaruan fungsi guru BK (Bimbingan Konseling) mulai dini.
-
Pendidikan bagi guru serta orangtua mengenai penanganan emosi si kecil.
-
Pemberian aktivitas ekstra kurikuler untuk membimbing anak menuju hal-hal positif.
Kegiatan edukasi ini harus dilakukan secara rutin, bukan hanya setelah kejadian. Sekolah juga diimbau aktif membuat forum komunikasi antara orang tua, guru, dan tokoh masyarakat untuk mendeteksi potensi konflik sejak dini.
Lingkungan yang Aman serta Pendidikan Emosi Menjadi Kuncinya
Pengamat pendidikan menganggap bahwa membentuk karakter anak sedari awal sangatlah krusial dibandingkan dengan menanti sampai ada pelanggaran terjadi. Pertikaian antar murid Sekolah Dasar mestinya dijadikan titik balik bagi seluruh pemangku kepentingan: orang tua, institusi pendidikan, lingkungan sosial, serta pemerintahan.
Sebuah lingkungan yang aman serta mendukung memiliki peranan penting dalam membentuk kepribadian si anak. Apabila sikap saling menerima, disiplin, dan rasa bertanggung jawab diajarkan semenjak usia dini, hal tersebut dapat mengurangi tingkat kasus kekerasan pada anak dengan cukup besar.