news  

AKLP dan APGI Buka Peluang dan Tantangan Industri Kaca di Semester II-2025

AKLP dan APGI Buka Peluang dan Tantangan Industri Kaca di Semester II-2025

Tantangan dan Proyeksi Industri Kaca di Tengah Ketidakpastian Pasokan Gas

Ketidakpastian pasokan gas bumi tertentu (HGBT) menjadi salah satu tantangan terbesar yang dihadapi industri kaca di Indonesia. Hal ini memengaruhi tingkat utilisasi produksi, yang merupakan indikator penting untuk menjaga operasional bisnis sektor ini. Sementara itu, tekanan permintaan pasar juga semakin mengancam, terutama dengan meningkatnya kapasitas produksi nasional.

Stabilitas Utilisasi Produksi Penting bagi Industri Kaca

Ketua Umum Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP), Yustinus Gunawan, menjelaskan bahwa stabilitas utilisasi sangat krusial bagi industri kaca. Proses produksi yang harus berjalan non-stop memerlukan suhu tinggi sekitar 1.650 derajat Celsius. Karena itu, ketidakstabilan pasokan gas bisa sangat merugikan pelaku usaha.

Selain itu, kebijakan HGBT yang diberlakukan sebagai harga patokan gas bumi untuk bahan bakar dan bahan baku juga belum sepenuhnya efektif dalam penerapannya. Hal ini menimbulkan ketidakpastian bagi perusahaan yang bergantung pada pasokan gas yang stabil.

Permasalahan Harga dan Kuota Gas

Dewan Penasehat AKLP, Putra Narjadin, menyampaikan bahwa ada ketidakpastian harga serta penurunan kuota gas yang hanya mencapai sekitar 70% dari kebutuhan. Akibatnya, beberapa pabrik terpaksa membeli gas di atas kuota dengan harga regasifikasi yang lebih mahal. Hal ini membuat rata-rata harga gas yang dibayarkan melebihi US$ 12 per MMBTU.

Kondisi ini berpotensi menurunkan tingkat utilisasi produksi. AKLP memproyeksikan utilisasi tahun 2025 akan berada di kisaran 70% hingga 75%. Namun, jika situasi pasar lesu dan ketidakpastian pasokan gas terus berlanjut, utilisasi bisa turun di bawah 70%.

Pengaruh Terhadap Industri Gelas Kaca

Sementara itu, industri gelas kaca juga mengalami kendala serupa. Ketua Asosiasi Produsen Gelas Kaca Indonesia (APGI), Henry T. Susanto, mengungkapkan bahwa utilisasi industri gelas kaca pada semester I-2025 sudah mencapai level 70%, sedikit lebih rendah dari semester I-2024 yang mencapai 72%.

Masalah utama di sini adalah ketidakpastian pasokan dan kuota gas yang menyebabkan harga tidak stabil. Banyak pabrik hanya mampu berproduksi sesuai kuota gas yang diberikan, sehingga utilisasi rendah.

Dampak Ekonomi dan Geopolitik

Meski pasar industri gelas mulai menunjukkan perbaikan pada April 2025, dinamika geopolitik dan ekonomi seperti perang tarif masih membawa kekhawatiran terhadap prospek industri di sisa tahun ini. Pelaku industri pun fokus pada upaya menjaga tingkat utilisasi, sambil berharap adanya perbaikan kondisi ekonomi dan pasar.

Permintaan Pasar Dalam Negeri dan Ekspor

Produk industri kaca lembaran biasanya terserap sekitar 60%-65% oleh pasar dalam negeri, terutama sektor properti dan otomotif. Sementara itu, 35%-40% produksi ditujukan ke pasar ekspor, seperti Asia Tenggara, Asia Selatan, Timur Tengah, Oceania, dan Afrika.

Namun, saat ini, perlambatan permintaan masih menjadi ancaman. Tantangan lainnya adalah biaya logistik yang mahal serta persaingan dengan produk impor yang semakin masuk ke pasar Indonesia.

Peluang di Semester II-2025

Meskipun outlook industri kaca lembaran dan pengaman secara berhati-hati, AKLP melihat potensi perbaikan di semester II-2025. Jika pemerintah menggenjot proyek infrastruktur sebagai stimulus ekonomi, permintaan kaca lembaran untuk proyek konstruksi besar bisa meningkat.

Harapan Pemerintah untuk Perlindungan Industri Dalam Negeri

Putra Narjadin menyarankan agar pemerintah mengambil sikap proaktif dalam melindungi industri dalam negeri. Salah satunya adalah konsistensi dalam menjalankan kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib untuk seluruh produk kaca.

Potensi Pasar Baru dengan Keanggotaan BRICS

Yustinus Gunawan berharap keanggotaan Indonesia di blok ekonomi BRICS dapat membuka pasar baru bagi produk kaca. Namun, ia menegaskan bahwa kepastian volume pasokan dan harga gas akan sangat memengaruhi daya saing produk kaca asal Indonesia.

Pertumbuhan Kapasitas Produksi Nasional

Kapasitas produksi nasional kaca diperkirakan akan meningkat signifikan, terutama dengan operasional pabrik baru dari KCC Glass dan Xinyi. Yustinus memperkirakan kapasitas produksi nasional akan mencapai sekitar 2,7 juta ton per tahun pada akhir 2025.

Dengan pertumbuhan kapasitas produksi, Yustinus berharap akses ke pasar ekspor akan semakin luas serta ada penguatan pasar dalam negeri. Salah satu potensi permintaan datang dari beroperasinya pabrik BYD pada tahun depan.

Peluang Produk Kaca Hemat Energi

Permintaan produk kaca lembaran hemat energi juga menjadi peluang yang menjanjikan. Penggunaannya bisa mengurangi beban pendingin atau pemanas ruangan. Indonesia memiliki kapasitas besar dalam produksi kaca jenis ini, tetapi daya saing tetap bergantung pada realisasi HGBT.

WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com