news  

Tito Karnavian: Pemkot Tidore Berat Lepas Sofifi sebagai Ibu Kota Provinsi Maluku Utara

Tito Karnavian: Pemkot Tidore Berat Lepas Sofifi sebagai Ibu Kota Provinsi Maluku Utara

Status Sofifi sebagai Ibu Kota Provinsi Maluku Utara Kembali Dibahas

Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Komisi II DPR RI, status Sofifi sebagai Ibu Kota Provinsi Maluku Utara kembali menjadi perhatian utama. Acara ini diadakan di Gedung DPR RI pada Selasa (8/7/2025), dengan pembahasan fokus pada tantangan administratif dan hukum yang dihadapi wilayah ini.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menjelaskan bahwa meskipun Sofifi telah ditetapkan sebagai ibu kota provinsi sejak pemekaran pada tahun 1999, hingga saat ini, wilayah ini belum memiliki status sebagai kota. Secara administratif, Sofifi masih termasuk dalam Kecamatan Oba Utara, yang berada di bawah Kota Tidore Kepulauan.

Menurut Tito, masalah utama yang menghambat proses pemekaran Sofifi menjadi kota mandiri adalah penolakan dari Pemerintah Kota Tidore Kepulauan, terutama dari Wali Kota. “Jika Sofifi menjadi kota sendiri, maka wilayah Tidore Kepulauan akan semakin kecil karena Sofifi berada di daratan Halmahera, bukan di pulau utama Tidore,” jelasnya.

Namun, masyarakat Sofifi sudah lama menginginkan peningkatan status wilayah mereka. Upaya tersebut membutuhkan dukungan dan kesepakatan dari berbagai pihak, termasuk Pemkot Tidore Kepulauan. Tito juga menekankan pentingnya pembangunan infrastruktur dasar sebagai prasyarat utama pemekaran. “Yang paling utama adalah keberadaan bandara dan dermaga. Saat ini, akses ke Sofifi masih melalui Bandara Sultan Babullah di Ternate, lalu menyeberang laut. Sofifi belum memiliki bandara, dan dermaganya pun masih sangat kecil,” ujarnya.

Ia mengajak DPR RI dan kementerian terkait, khususnya Kementerian Perhubungan, untuk bersama-sama mendorong pembangunan bandara dan dermaga sebagai langkah awal penguatan infrastruktur di ibu kota Provinsi Maluku Utara.

Penjelasan dari Anggota DPRD Provinsi Maluku Utara

Sebelumnya, status Sofifi sebagai Ibu Kota juga disoroti oleh Anggota Komisi III DPRD Provinsi Maluku Utara, Muksin Amrin. Menurutnya, meskipun Sofifi telah dijadikan pusat pemerintahan secara administratif, wilayah tersebut masih berada di bawah Pemkot Tidore Kepulauan. “Status Sofifi sebagai ibu kota belum memiliki kekuatan hukum yang pasti, karena wilayah ini masih merupakan bagian dari Kota Tidore Kepulauan,” ujar Muksin.

Ia menjelaskan bahwa setiap langkah untuk memperjelas status ibu kota harus melalui mekanisme yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Muksin menilai, kepentingan daerah, kesejahteraan masyarakat, hingga pelayanan publik menjadi alasan penting untuk mendorong penataan ulang status wilayah.

“Sepanjang prosesnya mengikuti peraturan yang berlaku, itu tidak menjadi masalah. Penting semuanya demi kepentingan daerah, termasuk kesejahteraan masyarakat, dan efektivitas pemerintahan,” katanya.

Sinergi antara Pemprov dan Pemkot Tidore Kepulauan

Muksin menegaskan pentingnya sinergi antara Pemerintah Provinsi Maluku Utara dengan Pemkot Tidore Kepulauan dalam membicarakan masa depan Sofifi. “Tidak bisa sepihak. Karena wilayah ini masih di bawah Kota Tidore, maka pemerintah provinsi harus duduk bersama dengan pemerintah Kota Tidore. Ini harus dibahas bersama, demi kepentingan Sofifi ke depan,” tegasnya.

Diakuinya, sejauh ini belum ada proses formal yang dilakukan di DPRD terkait perubahan status Sofifi. Namun, menurutnya, jika proses tersebut dijalankan melalui mekanisme resmi, DPRD kemungkinan besar akan mendukung. “Kalau sudah ada pembahasan antara pemprov dan pemerintah Kota Tidore, dan telah disetujui, saya yakin DPRD pasti akan setuju.”

Persyaratan Hukum dan Revisi Peraturan Pemerintah

Muksin menyebutkan bahwa aturan yang digunakan saat ini masih merujuk pada PP Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah. Peraturan ini menurutnya masih menunggu revisi, sehingga belum ada payung hukum baru untuk mempercepat penetapan status administratif Sofifi. “Kita masih menunggu revisi PP 78 Tahun 2007. Kalau itu sudah selesai, barulah ada kepastian terkait persyaratan pemekaran,” jelasnya.

Meski Sofifi telah menjadi pusat pemerintahan selama hampir 20 tahun, pelayanan dasar dan fasilitas pendukung di Sofifi masih sangat terbatas. Bahkan, aktivitas pemerintahan provinsi pun masih banyak yang berlangsung di Ternate. “Sudah hampir 20 tahun, tapi status dan fasilitasnya masih seperti ini. Aktivitas pemerintahan masih dominan di Ternate. Jadi, memang harus ada dasar hukum kuat, untuk membangun,” ujarnya.

Politikus PKB ini akhirnya mengungkapkan bahwa Gubernur Maluku Utara, Sherly Laos, telah menyampaikan langsung persoalan status Sofifi kepada Presiden RI Prabowo Subianto saat pembukaan launching perusahaan di Halmahera Timur. “Ibu Gubernur sudah sampaikan langsung kepada Presiden dalam forum terbuka saat kunjungan di Halmahera Timur. Sekarang kita tinggal menunggu seperti apa tindak lanjut dari pemerintah pusat.”

WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com