Kilas Balik Mei 1998: Dari Tangan Habibie, Rupiah Kembali Kuat dan Politik Semakin Terbuka

Kilas Balik Mei 1998: Dari Tangan Habibie, Rupiah Kembali Kuat dan Politik Semakin Terbuka


JAKARTA,

– Sesudah Presiden Soeharto mengundurkan diri pada bulan Mei tahun 1998, Bacharuddin Jusuf Habibie yang saat itu berperan sebagai wakil presiden secara otomatis merangkak menjadi pemimpin utama di Indonesia.

Habibie, yang telah lama berkiprah dalam bidang aeronotika, menghadapi sikap skeptis dari sejumlah pihak. Ini disebabkan oleh situasi ekonomi yang sangat buruk serta peningkatan tingkat kemiskinan. Kurs tukar antara rupiah dan dolar AS mencapai level fantastis hingga Rp17.000.

Sesudah diambil sumpah jabatannya, Habibie lantas mendirikan Kabinet Reformasi Pembangunan. Fokus utama dalam kepemimpinannya meliputi restrukturisasi perbankan, pengembangan usaha mikro kecil menengah (UMKM), serta program jaminan sosial.

Pada rapat kabinet awalnya, Habibie menekankan dua tujuan utama untuk menghadapi krisis ekonomi, yaitu kelancaran pasokan kebutuhan pokok serta pemulihan aktivitas ekonomi rakyat.

Tindakan pertama yang dilakukan Presiden Habibie dalam menangani krisis ekonomi tersebut adalah mendapatkan dukungan dari Dana Moneter Internasional (IMF) serta jaringan negara-negara pendukung lainnya dengan tujuan mereformasi kondisi keuangan nasional.

Dikutip dari
Kompas.com,
Kebijakan Habibie selama era reformasi dalam sektor ekonomi juga diterapkan berdasarkan masukan dari IMF, dan telah disesuaikan dengan situasi Indonesia waktu itu.

Berdasarkan itu, program pembaruan ekonomi yang dijalankan Habibie memiliki tiga sasaran pokok yakni: Mengatur ulang dan menguatkan bidang finansial serta bank, memperkokoh fondasi bagian ekonomi nyata, dan memberikan perlindungan sosial kepada kelompok-kelompok yang terdampak paling berat oleh krisis.

Habibie pun mendorong kemandirian Bank Indonesia, bank yang pada zaman sebelumnya kerap kali dipengaruhi oleh kepentingan politik berwenang. Tujuannya adalah untuk membuat BI dapat lebih berkonsentrasi dalam pengelolaan ekonomi, meningkatkan nilai tukar rupiah dibanding dolar Amerika Serikat, serta mendirikan institusi pelacak dan penyelesai hutang internasional.

Dalam aspek peraturan, Habibie menyetujui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 guna mendirikan negeri bebas dari perilaku buruk seperti suap menyuap, persekongkolongan, serta keuntungan kelompok tertentu (KKN), hal ini menjadi dasar bagi berdirinya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selanjutnya, dia juga mensetujui UU Nomor 5 Tahun 1999 terkait Pelarangan Kegiatan Monopoli dan Perdagangan yang Merugikan Peserta Pasar, lalu meratifikasi UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Pengguna Jasa.

Peraturan-peraturan dalam ranah ekonomi tersebut sudah membangun keyakinan baik dari kalangan domestik maupun asing. Tanda-tandanya positif bagi kondisi perekonomian pun mulai nampak. Kurs rupiah yang semula berada di angka lebih dari sepuluh ribu, sukses diturunkan menjadi Rp6.550 untuk satu dolar Amerika Serikat pada pengujung periode kepemimpinannya, bulan Oktober tahun 1999. Peningkatan nilai mata uang nasional saat itu membawa sedikit cahaya harapan bahwa situasi ekonomi Indonesia bakal pulih lagi.


Kebebasan Sipil

Di lapangan politik, Habibie sungguh berbeda jauh dari gambaran presiden sebelumnya. Ia melebarkan pintu untuk kebebasan pers dengan mencabut perizinan bagi media massa yang ingin menerbitkan konten.

Habibie turut merumuskan peraturan yang menjamin kemerdekaan rakyat Indonesia untuk menyelenggarakan pemilihan umum sesuai dengan Pasal 2 UU No. 2 Tahun 1999 tentang pemilu. Dengan dikeluarkannya aturan ini, sebanyak 48 partai politik baru dapat berperan serta secara proaktif dalam pemilu Indonesia pada tahun 1999. Di tahun itu sendiri, yakni 1999, pelaksanaan pemilu legislatif dinobatkan sebagai salah satu penyelenggaraan pemungutan suara yang paling tidak memihak dan bermartabat semenjak pemilu tahun 1955.

Mengingat kejadian tahun 1998 yang berdampak besar terhadap wanita, Habibie setuju dengan permintaan beberapa kelompok masyarakat agar dibentuk komisi khusus tentang masalah wanita di Indonesia.

Dan salah satu peristiwa penting yang terus berlanjut sampai sekarang adalah pemilu yang dilaksanakan secara bebas, jujur dan adil dengan diikuti oleh 48 partai politik. Terjadi pada 7 Juni 1999, pemilu pertama di era reformasi ini menandai lahirnya kebebasan sipil dan politik setelah 32 tahun tertutup.

Walaupun berada dalam situasi yang masih terbilang kacau, semangat masyarakat serta kesungguhan panitia berhasil menciptakan sebuah pemilihan umum yang akan dikenalkan sebagai bagian dari sejarah negara. Pesta demokrasi tersebut membuktikan kepada rakyat bahwa Indonesia memiliki kemampuan untuk mengadakan pemilu secara jujur dan adil.

Habibie menjabat sebagai presiden selama hanya 16 bulan atau sekitar dua tahun. Meskipun demikian,
legacy
-nya dikenang sampai sekarang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com