Menjadi orang tua adalah tanggung jawab sepanjang hayat. Ketika buah hati telah tumbuh menjadi dewasa dan mencapai umur yang dipandang tepat untuk berumahtangga, banyak para orang tua merasakan keresahan, rasa tidak tenang, hingga frustasi jika sang anak belum memiliki niat untuk melangsungkan perkawinan. Dalam lingkungan sosial yang masih menghargai norma-norma adat, beban akan hal tersebut cukup signifikan, entah berasal dari tetangga atau bahkan anggota keluarga mereka sendiri.
Namun, orang tua harus tetap cerdas dan membimbing anak dalam pendekatan yang baik, bukannya dengan memberikan tekanan. Orang tua juga mesti mengenali bahwa tiap anak memiliki jalan hidup tersendiri serta waktunya masing-masing untuk menikmati perkawinan tersebut. Oleh karena itu, prioritas utamanya adalah mendukung si anak, tidak hanya terfokus pada pernikahan saja. Berikut ini ada lima poin yang bisa dijalankan oleh para orang tua ketika sang anak masih belum melangsungkan perkawinan padahal usianya telah mencapai kedewasaan.
1. Menghormati dan menyetujui keputusan anak
Tahap pertamanya adalah mengakui bahwa tiap individu punya jalannya tersendiri dalam kehidupan, bahkan juga buat anakmu. Tak seluruh orang menjadikan perkawinan sebagai prioritas mutlak atau wajib dicapai saat sudah mencapai umur tertentu. Bisa jadi anakmu tengah berkonsentrasi pada pekerjaan mereka, merintis studi lanjutan, ataupun masih sibuk menyelami dan menemukan siapa sebenarnya dia.
Sebagai orang tua, cobalah untuk sementara menyingkirkan harapan Anda sendiri dan luangkan waktu mendengar apa sesungguhnya yang diinginkan oleh si anak. Memuliakan pilihan hidup mereka akan menguatkan ikatan emosi antara kalian dan menciptakan lingkungan bagi dialog yang positif.
2. Jangan terlalu menekan
Sayangnya, niat baik orangtua yang ingin melihat anaknya cepat menikah justru berubah jadi tekanan emosional. Bahkan bisa disertai dengan perbandingan dengan saudara atau teman sebayanya yang sudah menikah. Pertanyaan “kapan nyusul?” kayaknya hal ringan, tapi bisa sangat menyakitkan dan bikin anak merasa gagal.
Daripada menekan, lebih baik bertanya dengan bahasa yang empati dan jangan membandingkan. Pertanyaan yang terbuka bisa membuat anak merasa dihargai dan lebih terbuka bicara tentang pandangan hidupnya.
3. Utamakan kesejahteraan buah hati
Menikah bukanlah indikasi tunggal tentang kesuksesan seseorang dalam menjalani hidup. Pertimbangkan kesejahteraan anak-anak dengan memandang berbagai faktor lainnya termasuk status kesehatan mereka baik jasmani maupun rohani, perkembangan karir, ikatan sosial, serta tingkat kemampuan untuk menikmati kehidupan secara menyeluruh.
Jika seorang anak terlihat senang, mandiri, dan dapat mengambil keputusan dengan tanggung jawab, ini merupakan prestasi luar biasa. Orang tua harus memberikan dukungan agar perkembangan si anak berjalan baik. Lebih bermanfaat jika orang tua fokus pada hal tersebut dibandingkan hanya memaksa anak untuk menikah.
4. Melibatkan anak dalam pembicaraan
Yang utamanya ialah menciptakan dialog bilateral, bukannya monolog berisi khotbah. Libatkanlah sang anak dalam percakapan santai, seperti pada waktu makan malam bersamaan. Bertanyalah mengenai perspektifnya seputar ikatan emosional, visinya untuk masa datang serta pemikirannya soal perkawinan. Dalam mendengarnya, hindari sela-sela kasar, tuduhan atau keburu-buruan membekali dia dengan jawaban.
Anak mungkin memiliki kekhawatiran tertentu yang belum sempat disampaikan, misalnya mengidap trauma dari masa lalu, ketakutan akan berkomitmen, atau masalah finansial. Melalui pembicaraan terbuka, orang tua pada akhirnya dapat memahami situasi tersebut dan menyediakan bantuan yang tepat tanpa ada pemaksanaan.
5. Sediakan diri untuk berbagai kemungkinan
Tidak setiap anak memutuskan untuk menikah, dan ini merupakan fakta yang perlu dipahami para orangtua. Anak Anda bisa saja memilih untuk berumah tangga pada umur yang jauh lebih lanjut atau melalui jalannya sendiri-sendiri. Atau malahan, mereka mungkin tidak memiliki keinginan sama sekali untuk menikah.
Orang tua harus menata kembali harapan mereka sendiri dan mulai melepaskan kendali atas hidup anak-anak. Prioritaskan menjalin ikatan emosional yang kuat dengan anak dibandingkan fokus pada status perkawinan mereka nanti. Penting bagi orang tua untuk memberikan kasih sayang tanpa syarat dan tidak hanya dikait-kaitkan ketika anak mencapai target tertentu.
Anak yang belum berkeluarga walaupun telah mencapai usia dewasa tidak mengindikasikan kegagalan orang tua. Oleh karena itu, tak perlu merasa khawatir atau panic.