news  

AMAN Soroti Istilah Masyarakat Hukum Adat, Anggap Pengingkaran Hak Kolektif

AMAN Soroti Istilah Masyarakat Hukum Adat, Anggap Pengingkaran Hak Kolektif

Penolakan Pemerintah Indonesia terhadap Istilah “Masyarakat Adat” dalam Surat Balasan ke PBB

Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Rukka Sombolinggi, menyoroti ketidakmauan pemerintah Indonesia dalam menggunakan istilah “indigenous peoples” atau masyarakat adat untuk menggambarkan kelompok-kelompok yang tinggal di wilayah tertentu. Hal ini disampaikannya saat membahas surat balasan resmi dari Indonesia kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait dugaan pelanggaran hak asasi manusia dan lingkungan hidup dalam proyek strategis nasional (PSN) di Merauke, Provinsi Papua Selatan.

Support kami, ada hadiah spesial untuk anda.
Klik di sini: https://indonesiacrowd.com/support-bonus/

Dalam acara pertemuan antara Pelapor Khusus PBB untuk Hak-Hak Masyarakat Adat, Albert Kwokwo Barume, dan masyarakat adat di Jayapura, Rukka menyampaikan bahwa isu utama dalam surat tersebut adalah penyangkalan pemerintah Indonesia terhadap pengakuan bahwa masyarakat adat merupakan bagian dari “indigenous peoples”. Peristiwa ini menjadi semakin jelas dalam lima tahun terakhir, kata Rukka.

Surat balasan yang ditandatangani Duta Besar/Kuasa Usaha Ad Interim Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI) di Jenewa, Achsanul Habib, berisi pernyataan bahwa masyarakat adat Papua yang diduga menjadi korban pelanggaran HAM disebut sebagai “customary law communities” atau masyarakat hukum adat. Pemerintah tidak pernah menyebutkan istilah “indigenous peoples” sama sekali. Hal ini menunjukkan penyangkalan yang semakin kuat terhadap identitas masyarakat adat.

Menurut Rukka, pemilihan istilah ini sangat penting karena menunjukkan bahwa pemerintah enggan terikat pada standar, norma, dan prosedur internasional yang melindungi hak-hak masyarakat adat. Ia menegaskan bahwa istilah “masyarakat adat” memiliki sejarah politik dan sosial yang panjang, serta menjadi bentuk pengakuan atas identitas mereka.

Support us — there's a special gift for you.
Click here: https://indonesiacrowd.com/support-bonus/

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) memadukan istilah “indigenous peoples” dengan “masyarakat adat” sebagai upaya untuk memperkuat identitas politik masyarakat adat. AMAN berpendapat bahwa penggunaan istilah “masyarakat adat” menjadi bentuk pengakuan atas hak kolektif dan asal-usul mereka. Menurut AMAN, masyarakat adat adalah kelompok yang memiliki sejarah asal-usul dan tinggal di wilayah adat secara turun-temurun. Mereka memiliki kedaulatan atas tanah dan sumber daya alam, serta sistem sosial-budaya yang diatur oleh hukum adat.

Rukka menegaskan bahwa penolakan terhadap istilah-istilah seperti “masyarakat hukum adat” dilakukan oleh pemerintah untuk mengingkari hak-hak kolektif masyarakat adat. Ia menilai bahwa penggunaan istilah ini bertujuan untuk membatasi pengakuan atas identitas mereka.

Sebelumnya, sembilan pelapor khusus PBB mengirimkan surat kepada pemerintah Indonesia mengenai dugaan pelanggaran HAM dan lingkungan hidup dalam PSN di Merauke. Surat tersebut juga dikirimkan kepada PT Global Papua Abadi (PT GPA), perusahaan yang mengelola lahan food estate di daerah tersebut. Kedua surat itu dikirim pada 7 Maret 2025, dan pemerintah merespons pada 6 Mei 2025.

Dalam surat balasan tersebut, pemerintah membantah adanya dugaan pelanggaran yang dituduhkan. Pemerintah menyatakan bahwa kepastian hak-hak masyarakat adat dilindungi melalui berbagai peraturan dan inisiatif kebijakan. Termasuk dalam hal ini adalah hak atas tanah adat, hak untuk mengelola hutan adat, perkebunan, dan wilayah pesisir, serta hak untuk melindungi lingkungan.

Menurut pemerintah, penyelenggaraan food estate sesuai dengan aturan yang berlaku. Prosesnya dilakukan melalui dialog, termasuk perusahaan harus mendapatkan pengakuan dari masyarakat adat untuk memperoleh Hak Guna Usaha (HGU). Pemerintah juga menegaskan komitmen untuk melindungi hak-hak semua warga negara Indonesia, termasuk bagi masyarakat hukum adat, sebagaimana diamanatkan oleh Konstitusi.