Permasalahan Penggunaan SIM Card dalam Kejahatan Digital
Anggota Komisi I DPR, Frederik Kalalembang, menyoroti masalah pengawasan terhadap penggunaan eSIM dan kartu SIM konvensional yang sering disalahgunakan untuk aktivitas ilegal seperti penipuan digital, judi online, dan konten pornografi. Menurutnya, sumber dari berbagai kejahatan tersebut sering kali berasal dari penyalahgunaan SIM card.
Frederik menyampaikan hal ini dalam rapat kerja Komisi I DPR bersama Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Selasa (7/7). Ia menilai bahwa akar permasalahan kejahatan digital berasal dari SIM card tak resmi atau “bodong” yang masih mudah diperoleh di pasar.
“Jika mereka menggunakan SIM pascabayar yang terdaftar resmi, saya yakin tidak akan berani melakukan penipuan,” ujarnya. Ia juga mengkritik kemudahan mendapatkan kartu SIM yang telah diregistrasi atas nama orang lain. Menurutnya, hal ini melemahkan efektivitas sistem keamanan eSIM, yang seharusnya lebih aman.
“Selama masih banyak SIM card bodong beredar, maka eSIM belum berdampak signifikan dalam mengatasi kejahatan digital,” kata Frederik. Ia memberikan contoh modus yang digunakan situs judi online yang kerap memakai nomor WhatsApp palsu. Ketika nomor diblokir, pelaku segera beralih menggunakan nomor lain dan membagikan tautan baru.
“Saat dicek, posisinya sudah tidak bisa dilacak karena pelaku langsung buang SIM card setelah dipakai,” ujarnya. Frederik mendesak Komdigi untuk memperketat regulasi dan pengawasan registrasi kartu seluler, serta meminta operator seluler untuk turut bertanggung jawab dalam mencegah penyalahgunaan.
Tantangan dalam Pengawasan Kartu SIM di Indonesia
Menteri Komdigi Meutya Hafid merespons dengan menyatakan bahwa pemerintah telah memperketat regulasi registrasi kartu SIM. Salah satu langkahnya adalah membatasi satu Nomor Induk Kependudukan (NIK) hanya dapat digunakan untuk maksimal tiga nomor per operator.
Meutya mengakui bahwa pengawasan kartu SIM di Indonesia lebih rumit dibanding negara lain karena dominasi penggunaan sistem prabayar yang sangat tinggi. “Dominasi sistem prabayar di Indonesia mencapai 96,3%, sementara pascabayar hanya sekitar 3,7%. Kondisi ini berbeda dengan banyak negara lain yang lebih mengandalkan pascabayar,” katanya.
Meski begitu, Meutya berjanji akan membahas lebih lanjut persoalan ini bersama unit kerja terkait di dalam Kementerian Komdigi. Dalam upaya memperkuat pengawasan, ia menekankan pentingnya koordinasi antara pemerintah dan operator telekomunikasi.
Langkah-Langkah yang Diperlukan
Untuk meningkatkan pengawasan terhadap penggunaan SIM card, beberapa langkah penting perlu dilakukan. Pertama, pemerintah harus memperkuat regulasi registrasi kartu seluler agar lebih ketat dan sulit dimanipulasi. Kedua, operator telekomunikasi perlu aktif dalam memantau penggunaan kartu dan melaporkan aktivitas mencurigakan.
Selain itu, edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya penggunaan SIM card resmi juga diperlukan. Masyarakat perlu sadar bahwa penggunaan SIM card yang tidak resmi dapat membahayakan keamanan diri sendiri dan lingkungan sekitar.
Pemerintah juga perlu mempercepat implementasi teknologi keamanan yang lebih canggih, seperti eSIM, yang memiliki tingkat keamanan lebih tinggi. Namun, untuk mencapai tujuan ini, diperlukan kolaborasi antara pemerintah, operator, dan masyarakat.
Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan kejahatan digital yang menggunakan SIM card sebagai alat utama dapat diminimalkan. Penguatan pengawasan dan kesadaran masyarakat menjadi kunci utama dalam menjaga keamanan digital di Indonesia.