.CO.ID, KUALA LUMPUR—Walaupun negara-negara di kawasan Asia Tenggara ditekan agar menentukan posisi mereka dalam urusan dunia internasional, ASEAN tetap memutuskan untuk tidak bergabung dengan blok manapun. Aliansi ini lebih memilih untuk menganut prinsip-prinsip inti termasuk netralitas, kebersamaan, serta penghargaan yang saling melengkapi antar anggotanya.
Keunggulan ASEAN berada di kapabilitasnya dalam menyatukan kekuatan dan bekerja sama sebagai perantara antara kekuatan-kekuatan global guna memelihara ketentraman serta kesejahteraan bersama.
Itu dikatakan oleh Wakil Ketua MPR RI dari Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) saat ia berperan sebagai pembicara tamu di Universiti Malaya, dengan topik yang sama.
Menavigasi Dunia yang Berubah: Jalur ASEAN Menuju Stabilitas dan Kesejahteraan
Di Aula Fakultas Bisnis dan Ekonomi, Rabu (30/4/25).
“Saya sangat bergembira bisa hadir di tempat ini bersama sejumlah besar mahasiswa terpandai dari Malaysia, seluruh ASEAN hingga mancanegara. Menurut saya, presentasi kali ini adalah sebuah petualangan yang kami lewati bersama,” tutup Ibas memulai pidato dengan antusiasme meluap-luap.
Wakil Ketua Umum Partai Demokrat tersebut selanjutnya mengomentari situasi geopolitik global yang ada pada masa kini.
Kami berada dalam era transformasi global yang signifikan. Tiap harinya kami menyaksikan kejadian-kejadian besar yang memberi dampak luas bagi setiap individu, termasuk kita di kawasan ASEAN. Salah satu contohnya ialah perang antar negara Rusia dan Ukraina. Walaupun pertempuran tersebut terjadi jauh dari negeri-negeri seperti Malaysia maupun Indonesia, tetapi masih memiliki pengaruh pada kita. Perang ini sudah mendorong peningkatan biaya bahan bakar serta komoditas pangan.
Tension between the United States and China is also highlighted by Ibas as part of a multi-polar world forcing many developing countries to be under pressure to take sides.
Akan tetapi di kesempatan kali ini, ia mengungkapkan bahwa ASEAN dengan menganut prinsip netralitas serta bersatu, menjadikan hal tersebut sebagai landasan yang konsisten menentang tekanan untuk bergabung dalam pertikaian antara kekuatan besar.
Kini ada beberapa kekuatan besar di antara negara-negara tersebut, bukan cuma satu atau dua saja. Akibat dari kompetisi ini, negara seperti Malaysia dan Indonesia kadang-kadang mengalami tekanan dalam menentukan pilihan salah satunya. Akan tetapi, respons ASEAN secara umum ialah penolakan.
“Tidak perlu, makasih. Kita enggak mau mendukung salah satu dari negara raksasa itu. Keamanan kita datang dari kebersamaan dan sikap netral. Kita tetep pegang prinsip-prinsip utama ASEAN seperti neutralitas, persatuan, serta saling penghargaan,” jelas dia sambil menambahkan.
Kami berharap bisa menjadi teman bagi setiap individu tanpa memiliki lawan. Di Indonesia, ungkapan yang biasa digunakan adalah ‘Sejuta Teman dan Nol Musuh’, atau dalam bahasa Inggrisnya ‘A Million Friends and Zero Enemies’. Ini menunjukkan bahwa pilihan kita cenderung ke arah diskusi serta kolaborasi dibandingkan perselisihan.
Pemimpin fraksi Partai Demokrat di DPR RI tersebut menggarisbawahi komitmen ASEAN untuk mempertahankan posisi netral serta mengeratkan tali persaudaraan dengan seluruh negara lainnya.
ASEAN paling tangguh ketika bergabung bersama. Keserikatahan merupakan jalannya kami mencapai keamanan, kemajuan, dan kesejahteraan. Kami mengharapkan ASEAN sebagai wadah bagi kolaborasi, bukannya tempat pertarungan antara negara-negara besar.
Kekayaan berbagai budaya di ASEAN memungkinkannya berkemampuan untuk bersikap seperti jembatan antar kekuatan dunia yang mendukung percakapan serta kolaborasi. Saat seluruh anggota ASEAN menyuarakan pendapat mereka secara serentak, kami dapat menjadi aktor penting pada arena internasional, tidak sekadar bahan manipulasi oleh pihak luar.
Menurut Ibas, meskipun negara-negara besar di dunia sedang berkompetisi, tujuan ASEAN adalah untuk tetap stabil, terus aman, serta melindungi kemakmuran dan keselamatan wilayah kita.
“Komitmennya ASEAN terhadap multilateralisme serta penanganan perselisihan dengan cara yang damai sudah memberi sumbangan bagi kestabilan di kawasan Southeast Asia. Kami menjaga sikap netral dan solidaritas untuk menjamin bahwa dinamika geopolitik dunia tak akan ganggu ketentraman di daerah ini,” ungkapnya.
Associate Deputy Vice-Chancellor (Akademik & Internasional), Prof Yvonne Lim Ai Lian menyatakan sambutan hangatnya atas kedatangan serta paparan yang diberikan oleh Ibas.
Kuliah hari ini merupakan ilustrasi sempurna tentang bagaimana institusi pendidikan dan para pengambil keputusan bisa bergabung untuk menggali dialog yang bernilai. Kehadiran Yang Terhormat Dr. Edhie Baskoro sungguh membuat kami merasa tersanjungi. Ini menegaskan lagi ikatan persahabatan yang erat antara Malaysia dan Indonesia, sekaligus menjadi peringatan semarak akan cita-cita bersama kita sebagai tetangga, partner, dan saudara-saudari satu keluarga di Asean.