,
Jakarta
– Presiden
Prabowo Subianto
menunjukkan persetujuannya untuk mengusulkan
Marsinah
Aktivis buruh yang ditempatkan menjadi Pahlwan Nasional setelah tewas terbunuh tahun 1993 tersebut dikutip oleh Prabowo saat memberikan sambutan pada perayaan Hari Buruh Internasional di Monumen Nasional (Monas) Jakarta Pusat, hari Kamis tanggal 1 Mei 2025.
“Saudaraku sekalian, berdasarkan proposal dari pemimpin serikat pekerja, tokoh-tokoh masyarakat, mereka menanyakan mengapa hingga kini tidak ada buruh yang diakui sebagai Pahlawan Nasional? Saya sampaikan, ajukan saja nama-namanya, dan saya akan mendukung,” ungkap Prabowo saat memberi pidato.
Hari Buruh
Internasional, di area sekitar Monumen Nasional, Jakarta Pusat, pada hari Kamis, 1 Mei 2025.
Prabowo mengatakan bahwa pendapat pekerja seharusnya dipertimbangkan dan diperkuat, khususnya dalam konteks penghormatan kepada figur-figur yang telah berjuang untuk hak-hak pekerja seperti Marsinah. “Apabila pemimpin mereka benar-benar membela kepentingan pekerja, maka saya mendukung itu,” tegasnya, lalu disambut dengan tepukan meriah dari para demonstran.
Pernyataan dukungannya yang datang dari Prabowo merupakan sinyal signifikan untuk mendukung perjuangan para pekerja. Hal ini disambut dengan positif oleh serikat-serikat buruh dan mereka mengharapkan agar langkah formal dalam usulan nama Marsinah cepat dilanjutkan melalui kementerian yang bersangkutan.
Simbol Perjuangan Buruh
Marsinah merupakan seorang pegiat buruh yang meninggal dunia akibat pembunuhan lantaran berusaha melindungi kepentingan para pekerjanya di PT CPS Sidoarjo, Jawa Timur. Ia lahir tanggal 10 April 1969 di Nganjuk, Jawa Timur, dan sempat menjadi tenaga kerja di suatu pabrik jam tangan di wilayah Sidoarjo. Marsinah terlibat dalam mengorganisir gerakan demi mendapatkan peningkatan gaji serta peremajaan lingkungan kerja.
Pada tanggal 9 Mei 1993, Marsinah diketemui meninggal dunia di sebuah hutan dalam wilayah Dusun Jegong, Kecamatan Wilangan, Nganjuk, Jawa Timur. Marsinah adalah pekerja wanita berasal dari Nganjuk dan sempat berkarya di PT CPS Porong, Kabupaten Sidoarajo. Kasus pembunuhan terhadap Marsinah tetap menunjukkan adanya pelanggaran Hak Asasi Manusia serius yang sampai hari ini belum terselesaikan. Lebih lanjut bisa dibaca pada Majalah tersebut.
Tempo
30 Oktober 1993.
Marsinah diyakini telah ditembak mati usai ditahan paksa dan diculik lantaran aktif mengorganisir protes besar-besar guna menuntut peningkatan gaji pekerja di perusahaan tempat dia bertugas. Serangan balasan dari petugas berwenang kerapkali dialaminya hingga pada akhirnya saat unjuk rasa terakhirnya, Marsinah diklaim digiring pergi oleh pasukan polisi yang sejak itu dipercaya memiliki hubungan erat dengan insiden pemusnahan tersebut.
Pada unjuk rasa yang diprakarsai oleh Marsinah di PT CPS Porong tanggal 3 Mei 1993, dia kemudian diamankan oleh pihak kepolisian dan dibawa menuju kantor Kodim 0816 Sidoarjo. Di tempat itu diyakini bahwa ia telah menderita penyiksaaan serta perlakuan buruk yang parah sampai akhirnya meninggal dengan cara yang menyedihkan.
Yudono Yanuar
menyumbang untuk penyusunan artikel ini