,
Jakarta
–
Sutradara
Mouly Surya
menceritakan tahapannya yang lama dalam penciptaan sebuah film
Perang Kota (
Kota Ini Adalah Medan Perang
Film ini merupakan adaptasi dari sebuah novel klasik.
Jalan Tak Ada Ujung
(1952) adalah karya Mochtar Lubis yang mengambil latar di Jakarta pada masa peralihan pasca-kemerdekaan, yaitu tahun 1946.
Kepada
Tempo
, Rabu 16 April 2025 di area Palmerah Barat, Jakarta Barat, sang direktur yang telah memenangkan Piala Citra tersebut menyatakan minatnya
Mengadaptasi novel tersebut dimulai pada tahun 2018. Pada saat itu dia memulai dengan membaca dan mengimajinasikan bagian-bagian gambarnya menjadi sebuah film.
Proses adaptasi menjadi film memakan waktu hampir delapan tahun. Mouly menggarap naskahnya dengan sembilan kali perbaikan guna merubah kedalamannya psikologis karakter ke dalam ekspresi visual. Dia pun ditantang untuk menyusun ulang skenarnya sehingga bisa dinikmati oleh audiens global, yang mencakup serangkaian pembicaraan mendalam bersama beberapa produser asing.
Perang Kota
adalah hasil kerjasama antara tujuh negara yakni Indonesia, Singapura, Belanda, Prancis, Norwegia, Filipina, dan Kamboja. Agar dapat menampilkan atmosfer Jakarta tahun 1946 dengan akurat, para produser melaksanakan penelitian menyeluruh tentang aspek-aspek seperti pemandangan kota, gaya berpakaian, sampai adat istiadat warga saat itu. Film tersebut memperkenalkan diri perdana dalam ajang International Film Festival Rotterdam (IFFR) tanggal 9 Februari 2025, kemudian ditayangkan secara resmi di Belanda, Belgia, serta Luksemburg mulai 17 April 2025, sebelum hadir di bioskop-bioskop Indonesia pada 30 April 2025.
Apa alasan mengangkat
Perang Kota
dari karya Mochtar Lubis
Jalan Tak Ada Ujung
?
Sungguh telah sangat lama mencari bukunya. Sudah berada di rak buku untuk waktu yang cukup panjang tanpa disentuh atau dibaca.
Namun, saya sungguh suka dengan cara dia menulisnya.
Mochtar Lubis
Sebagai penulis sastra, saya sebenarnya telah menempuh pendidikan Sarjana dalam bidang Sastra Indonesia. Oleh karena itu, sudah menjadi keinginan bagi saya untuk terus mendalami serta mengikuti perkembangan sastra di Indonesia.
Setelah itu saat saya mengambil buku bacaan
Jalan Tak Ada Ujung
Itulah, untuk pertama kalinya pada tahun 2018. Saat membacanya, ketika mengingat awal ceritanya, Mochtar Lubis menggunakan konsep perjalanan waktu. Alurnya bergerak bolak-balik antara masa lalu dan sekarang. Dimulai dari kehebohan di Jalan Jaksa, kita melihat Kamaruddin yang sedang memesan kopi di dalam rumahnya, serta Guru Isa yang tengah mengajar di sekolahan.
Saat membaca novel tersebut, meskipun kedengkannya agak basa-basi, ada sesuatu yang membuat otak saya menggambarkan pemandangan tertentu. Bahkan sebelum menyelesaikannya, saya lantas memberitahu produser saya serta suami saya, Rama Adi, agar turut membacanya dengan tujuan potensial pengadaptasian ke layar lebar.
Dari
Jalan Tak Ada Ujung
menjadi
Perang Kota
. Mengapa judul film menggunakan
Perang Kota
?
Waktu itu saya bicara sama Pak Rushdy Hoesein, saya sedang melakukan riset. Dia merupakan salah seorang sejarawan yang cukup ekstensif. Saya ngobrol sama dia beberapa kali. Dia itu yang berkata, pada saat itu, sedang mengobrol perihal bukunya, ada cerita Gang Jaksa, dia bilang “Iya pada saat itu, Jakarta lagi perang kota.”
Mengapa
Perang Kota
baru dirilis pada 2025?
Alasannya berdasarkan pertimbangan teknis. Penyebab utamanya yaitu kita melakukan pengambilan gambar di tahun 2023. Proyek film ini mencakup kolaborasi produksi antar tujuh negeri yang berbeda. Sebab itu, seluruh rangkaian kerjanya menjadi sangat rumit dan memerlukan perencanaan matang sebelum menuju fase produksi.
editing
, saat fragmen gambarnya mulai diatur, hanya sampai pada tahap itu pun telah terbilang sulit. Hal ini dikarenakan perlu banyak berkonsultasi dengan para produser dari negeri lain tersebut. Pada tingkatan ini,
editing
hanya saja kita sudah perlu menyertakan teks terjemahannya
(subtitle)
sejak awal, dikarenakan mereka tidak menguasai bahasa Indonesia.
Film tersebut baru rampung pada akhir tahun kemarin, memang sudah resmi keluar. Alasannya adalah karena tahap pengolahan efek visual (VFX) yang sangat intensif. Proses pembuatan VFX ini melibatkan beberapa lokasi, yaitu sebagian dilakukan di Indonesia, cukup banyak pekerjaannya di Amerika Serikat, serta ada pula yang diselesaikan di Belanda. Sedangkan untuk komponen sound effects, kita berkolaborasi dengan Francis.
Apa cara berinteraksi dengan keluarga almarhum Mochtar Lubis?
Sebagian di antara mereka telah mengalaminya sendiri dan metodenya hampir serupa. Kita sampaikan bahwa kita memang tertarik dengan buku-buku mereka serta berniat untuk membawanya ke layar lebar. Mereka cukup terbuka dan memberi kami kebebasan ekstra. Saya sungguh merasa bersyukur karena kerelaan mereka dalam mendampingi produksi film ini.
Perang Kota
ini.
Apakah ada kesulitan utama saat menadaptasi sebuah novel menjadi film?
Bagian tersulitnya adalah menggali sudut pandang baru. Sebab Mochtar Lubis telah membentuk sudut pandangnya masing-masing di dalam bukunya tersebut. Menurut interpretasi pribadi saya, upayanya adalah untuk mereproduksi visual dari perasaan yang dialami. Dia menyampaikan amarah melalui tulisan, dan dia juga menjelaskan kehidupan sehari-hari dengan cara ini. Amandah yang digambarkannya tidaklah ekstrim tetapi ada pada hal-hal biasa setiap hari. Usaha utamanya adalah bagaimana mengabadikannya secara visual.
Di luar sebagai pengarah film, Anda juga terlibat dalam penulisan skripnya.
Perang Kota.
Bagaimana prosesnya?
Penyusunan naskah ini cukup memakan waktu. Saya berkolaborasi dengan beberapa produser internasional, termasuk Isabelle Glachant dari Prancis. Sebelumnya saya sudah pernah kerja sama dengannya.
Marlina, Sang Pembunuh dalam Empat Adegan
(2017)
Dia merupakan salah seorang produser dalam film itu, dan kita berkesempatan untuk bekerjasama lagi pada projek kali ini.
Penulisan prosesnya, harus diakui, mungkin ini merupakan naskah termudah yang pernah saya susun tapi pada saat bersamaan juga menjadi salah satu yang paling rumit dan menantang bagi saya sampai hari ini. Meski demikian, saya yakin bahwa skenario tersebut dapat dikatakan sebagai karya terhebat yang telah berhasil saya ciptakan hingga saat ini.
Saya benar-benar memahami kerumitan, kesulitannya, serta seluruh tahapannya. Saya mendapatkan banyak ide langsung dari karyanya sendiri. Terlebih lagi dari gaya penyampaianya — karena antara membaca dan berbicara adalah dua hal yang sangat bertolak belakang, terutama ketika dibandingkan dengan buku-buku populer masa kini. Konstruksi kalimatnya cukup unik, dan itulah yang ingin saya teladani, atau bisa dibilang saya mencoba menirukannya.
tiru.
Berapa waktu yang dibutuhkan Anda untuk menyusun naskah tersebut?
Perang Kota
?
Proses tersebut dimulai pada tahun 2018 dan terus berlangsung hingga kini.
on and off
Ada sebanyak 9 versi draf, dan setiap perubahannya cukup signifikan—tidak main-main. Beberapa bagian telah mengalami modifikasi yang sangat luas. Oleh karena itu, proses penyusunan draft ini terbilang lama dengan jumlah yang banyak, yaitu mencapai kurang lebih delapan tahun mulai tahun 2018.
Berkaitan dengan banyaknya elemen khas serta suasana tahun 1946 di Indonesia, apa saja metode penelitian yang digunakan untuk menghadirkan atmosfer tersebut?
Kita menuju ke perpustakaan untuk mencari gambar dan video, lalu kita bertemu dengan para sejarawan. Kota Jakarta di masa tersebut dipenuhi oleh kenangan yang ingin ku gambarkan. Salah satu dari mereka mengingatkanku akan keluargaku. Paman almarhumku dilahirkan tahun 1921, sementara ayah biologisku dilahirkan pada tahun 1931. Keduanya jika hadir dalam sebuah acara biasanya menggunakan setelan jas lengkap dengan topi. Ayahku juga senang memakai dasi ikal layaknya Hazel. Celana panjang miliknya memiliki potongan unik tersendiri.
Jika mengenai pamanku, ia sering bercampur aduk dengan bahasa ketika berbicara karena statusnya sebagai profesor. Sebagai contoh, meskipun kita sekarang menggunakan bahasa Inggris, dulunya mereka lebih banyak memakai bahasa Belanda. Inilah yang ingin saya tunjukkan melalui film ini. Mengingat bahwa kita tengah mendiskusikan Jakarta, sebuah kota metropolis. Pada masa lalu, jakarta pasti memiliki penduduk terpelajar serta berpengetahuan luas. Oleh karena itu, karakter seperti Guru Isa—yang digambarkan dalam buku sebagai guru dan juga pelaku musik biola—bermain lagu-lagu karangan Frederic Chopin dalam pertunjukan atau penampilannya.
Apakah ada kesulitan dalam membangun bangunan-bangunan tua pada zaman tersebut?
Awalnya memandang Jakarta dengan cara itu—membuat saluran-saluran begini tujuannya apa, ya? Namun saat saya mengunjungi Amsterdam untuk pertama kalinya, semuanya menjadi jernih: “Ah, begitu maksud mereka.” Kota seperti inilah sebenarnya yang mereka dirikan.
Jika kita melihat gambar-gambar dari masa lalu, jelas terlihat adanya keinginan untuk mengubah Jakarta menjadi seperti itu. Oleh karena itu, kami pun memilih Kota Semarang sebagai salah satu tempat. Menurut pendapat saya, pembicaraan ini berkaitan dengan
kali
—yang nama kerennya sebenarnya
kanal
. Memang hal tersebut menjadi saluran, dan saluran-saluran itu tetap memiliki fungsinya masing-masing.
Tokoh Fatimah (
Ariel Tatum
) mengenakan
dress
Apakah ada alasan tertentu untuk menjadikan film tersebut sebagai klasik?
Saat berada di bawah kolonialisme, bagaimana sebenarnya tampilan masyarakat kita yang terjajah, khususnya warga Jakarta waktu itu? Bagaimana bentuk dari orang-orang yang sangat dekat dengan para penjajah? Hal tersebut pun saya usulkan dalam elemen busana.
Terkait busana, saya sempat mengobrol dengan seorang ahli sejarah. Dia menyatakan bahwa gambaran tentang Fatimah menunjukkan ia menggunakan kebaya. Sementara itu, setelah merenung cukup lama dan membayangkan Fatimah dalam versi saya sendiri — mungkin benar, Fatimah memang dapat juga mengenakan kebaya. Akan tetapi, Fatimah yang ada di pikiran saya justru lebih cenderung untuk memakai
vintage dress
.
Karena saat itu,
dress
menyediakan ruang gerak. Ia adalah wanita yang memiliki jiwa petualang dan merdeka.
(
free spirit
)
Dan mungkin di waktu itu, sudut pandang mereka tentang apa yang keren hampir sama dengan milik kita saat ini: yang keren adalah seperti orang Belanda atau orang Eropa pada zamannya.
Latar belakang kisahnya terjadi di Jakarta, tetapi mengapa tempat pengambilan gambar tidak dilakukan di Jakarta (malahan di Surabaya, Yogyakarta, Klaten, dan Ambarawa)?
Ada banyak aspek teknis dan logistika yang perlu dipertimbangkan. Tentunya, ide-ide tersebut terinspirasi oleh berbagai bagian kota di Jakarta. Pada awal penulisan, gambaran dalam benakku adalah Toko Merah yang terletak di Jakarta. Namun, seiring perkembangan cerita, hal ini disesuaikan dengan tempat-tempat yang lebih mudah untuk digunakan. Dari segi peluang produksi dan mobilitas syuting di area padat penduduk, kondisi geografis Jakarta cukup rumit.
Biodata Mouly Surya
Nama: Nursita Mouly Surya atau Mouly Surya
Tempat, Tanggal Lahir: Jakarta,
10 September 1980
Suami: Rama Adi
Penghargaan: Best Director di FestivalFilm Indonesia tahun 2008 dan 2018
fiksi.
dan
Marlina Sang Pembunuh dalam Empat Adegan
)