Ketergantungan Impor Susu Bubuk di Indonesia
Anggota DPR menyampaikan kekhawatiran terkait ketergantungan impor susu dalam bentuk skim milk yang masih menjadi isu utama dalam memenuhi kebutuhan nasional. Hingga saat ini, pemerintah belum berhasil mengatasi masalah ini, sehingga menimbulkan pertanyaan mengenai kebijakan dan strategi yang diterapkan.
Wakil Ketua Komisi IV DPR, Panggah Susanto, menyatakan bahwa Indonesia masih mengimpor sebanyak 80% skim milk dari negara-negara seperti Selandia Baru, Australia, hingga Amerika Serikat (AS). Menurutnya, hal ini disebabkan oleh keterbatasan produksi dalam negeri serta ketergantungan pada sumber daya asing.
“Skim milk ini juga nggak bisa diatasi sampai sekarang, 80% itu masih impor, karena ini sumbernya kan kalau nggak dari New Zealand, Australia, Amerika. Mereka ini aset-aset produksi,” ujar Panggah dalam Rapat Kerja dengan Komisi IV DPR, Jakarta, Senin (7/7/2025).
Panggah menjelaskan bahwa importasi skim milk dinilai lebih murah dibandingkan dengan mengimpor susu segar (fresh milk), karena biaya logistik yang jauh lebih tinggi. Ia menilai, ini menjadi tantangan besar bagi industri susu dalam negeri yang harus bersaing dengan produk impor.
“Nah ini harus bersaing dengan susu fresh milk dalam negeri. Ini persoalan ini pak dari dulu,” tambahnya.
Untuk mengatasi masalah ini, Panggah menyarankan agar Kementerian Pertanian (Kementan) dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bekerja sama dalam merancang kebijakan yang lebih efektif. Ia berharap, langkah-langkah tersebut dapat membantu meningkatkan produksi susu dalam negeri dan mengurangi ketergantungan pada impor.
Merespons permasalahan ini, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyatakan bahwa pihaknya sedang fokus pada peningkatan produksi susu dalam negeri. Pemerintah saat ini membutuhkan pasokan protein untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, namun impor susu tetap menjadi isu besar.
“Impor [susu] kita masih cukup besar. Maaf, ini kesalahan sejak 1988 kalau tidak salah, saran IMF kita terima, pasar bebas, kompetisi antara Selandia Baru, Australia, dengan peternak kita itu tidak mungkin menang,” ujarnya.
Amran menekankan bahwa pemerintah melarang impor susu sebelum produksi dalam negeri dapat memenuhi kebutuhan. Langkah ini diambil sebagai bagian dari strategi untuk mendukung pengembangan sektor pertanian lokal.
“Tidak boleh lagi mengimpor sebelum menyerap susu produksi dalam negeri, itu langkah kami ambil dan kami sudah selesaikan,” katanya.
Menurut Amran, pemerintah sedang berupaya meningkatkan produksi susu dalam negeri dan memastikan bahwa seluruh industri susu Indonesia wajib menyerap produksi dari peternak lokal. Keran impor hanya akan dibuka jika produksi dalam negeri tidak mencukupi.
“Akhirnya impor kita naik, dari dulu impornya 40% jadi 80%. Nah sekarang kami wajibkan seluruh industri susu Indonesia wajib menyerap produksi dalam negeri. Nanti kalau tidak cukup baru kita impor,” pungkasnya.
Dengan langkah-langkah ini, pemerintah berharap dapat mengurangi ketergantungan pada impor dan meningkatkan kemandirian sektor pertanian di Indonesia. Namun, diperlukan kerja sama yang kuat antara pemerintah, pelaku usaha, dan petani untuk mencapai tujuan tersebut.