news  

Jenderal Iran: Hanya Gunakan 25% Kekuatan untuk Serang Israel

Jenderal Iran: Hanya Gunakan 25% Kekuatan untuk Serang Israel

Iran, melalui pernyataan resmi dari Brigadir Jenderal Ali Fazli, wakil koordinator Korps Garda Revolusi Islam (IRGC), menyatakan bahwa negara tersebut telah mempersiapkan diri secara matang untuk kemungkinan konfrontasi dengan musuh selama bertahun-tahun. Pernyataan ini disampaikan pada Kamis lalu dan menjadi penegasan kuat atas kesiapan militer Iran di tengah ketegangan geopolitik yang terus meningkat.

Fazli menegaskan bahwa serangkaian serangan rudal yang dilancarkan ke Israel dalam periode 12 hari bulan Juni lalu hanya merupakan sebagian kecil dari kemampuan tempur yang dimiliki Iran. Ia menyebutkan bahwa penggunaan rudal jenis “Sejjil” memberikan kejutan besar bagi pihak lawan, membuktikan efektivitas teknologi yang dikembangkan oleh Iran. Namun, yang lebih mencengangkan adalah pengakuannya bahwa kapasitas penuh senjata strategis tersebut belum sepenuhnya digunakan. Hanya sekitar 25 persen dari total potensi rudal yang dikerahkan selama operasi tersebut.

“Saat ini kami berada pada posisi terbaik dalam 45 tahun terakhir,” kata Fazli, sembari menambahkan bahwa Iran belum mengungkapkan seluruh kekuatan rudalnya. Pernyataan ini tentu saja menjadi ancaman tersirat bagi pihak-pihak yang dianggap sebagai musuh, terutama Israel dan sekutunya.

Lebih lanjut, Fazli menjelaskan bahwa setiap langkah strategis yang diambil oleh angkatan bersenjata Iran didasarkan pada perencanaan jangka panjang, bukan reaksi emosional atau spontan terhadap perkembangan situasi. Hal ini menunjukkan adanya pendekatan yang sangat hati-hati dan sistematis dalam menghadapi ancaman eksternal. Menurutnya, Israel fokus menyerang pusat-pusat keamanan Iran pada fase akhir konflik, sebuah indikasi bahwa Teheran tetap menjadi target utama dalam agenda keamanan regional.

Dalam konteks program nuklir, Fazli tidak menyangkal bahwa Iran memiliki keahlian teknis yang cukup untuk mengembangkan senjata nuklir. Namun, ia menegaskan bahwa Republik Islam tidak memiliki niat untuk memproduksi atau menggunakan senjata pemusnah massal tersebut karena prinsip ideologis yang mereka junjung tinggi. Ini menjadi jawaban bagi berbagai spekulasi internasional yang kerap mempertanyakan tujuan sebenarnya dari program nuklir Iran.

Wakil Menteri Luar Negeri Iran, Majid Takht-Ravanchi, turut memberikan klarifikasi mengenai sikap Iran terkait isu nuklir. Dalam pernyataannya, ia menyatakan bahwa Iran akan terus melakukan pengayaan uranium sesuai dengan kebutuhan nasional. Hal ini menandakan bahwa Teheran tetap berkomitmen pada program nuklirnya meskipun beberapa waktu lalu mengalami gangguan akibat serangan yang diyakini berasal dari kolaborasi AS-Israel terhadap situs-situs strategis mereka.

Terkait respons terhadap Amerika Serikat, Takht-Ravanchi menegaskan bahwa Iran tidak akan mengambil langkah tambahan selama Washington tidak melakukan tindakan agresif baru. Meski demikian, dia membuka pintu dialog dengan pihak AS, asalkan ada jaminan konkret bahwa AS tidak akan menggunakan kekuatan militer selama proses negosiasi berlangsung.

“Ini adalah prasyarat mendasar bagi kepemimpinan kami untuk memutuskan putaran perundingan berikutnya,” ujar Takht-Ravanchi, menekankan pentingnya rasa percaya dan transparansi dalam pembicaraan antarnegara.

Pernyataan-pernyataan resmi dari pejabat tinggi Iran ini menunjukkan bahwa negara tersebut tidak hanya siap secara militer, tetapi juga memiliki strategi diplomasi yang jelas dalam menghadapi tekanan internasional. Di tengah gempuran sanksi dan isolasi politik, Iran tampaknya tetap kukuh menjaga kedaulatannya sambil menawarkan solusi damai dengan syarat yang jelas dan bisa dipertanggungjawabkan.