MATA BANDUNG
– Kota Bandung siap memasuki era baru dalam sistem transportasi publik. Wali Kota Bandung Muhammad Farhan menegaskan bahwa salah satu langkah mendasar yang harus dilakukan untuk mengatasi kemacetan adalah dengan mengubah sistem trayek angkutan kota (angkot) secara total.
“Saya akan berjuang agar peraturan tentang trayek ini dibongkar total. Karena kalau masih menggunakan sistem trayek, angkot tidak akan bisa bersaing dengan ojol ataupun mobil daring lainnya,” tegas Farhan dalam pernyataannya di Agate Bandung, Sabtu 5 Juli 2025.
Menurut Farhan, sistem trayek yang digunakan saat ini sudah ketinggalan zaman dan tidak lagi relevan dengan pola mobilitas masyarakat urban modern, terutama sejak maraknya transportasi daring seperti ojek dan taksi online.
Transportasi Publik yang Ketinggalan Zaman
Farhan menyampaikan bahwa sistem angkot yang masih mengandalkan jalur tetap atau trayek telah terbukti tidak efektif dalam menjawab kebutuhan mobilitas masyarakat. Akibatnya, banyak warga lebih memilih kendaraan pribadi karena merasa transportasi umum tidak praktis, lambat, dan tidak terintegrasi.
“Jumlah penduduk Kota Bandung 2,6 juta, jumlah kendaraan pribadi bernomor D Bandung itu 2,3 juta. Artinya warga tidak percaya pada transportasi publik,” kata Farhan menegaskan.
Data ini menjadi cerminan bahwa kepercayaan publik terhadap sistem transportasi kota sangat rendah, yang berdampak langsung pada kemacetan parah di hampir seluruh wilayah Kota Bandung.
Angkot Cerdas: Solusi Berbasis IoT
Untuk mengatasi masalah ini, Farhan menawarkan solusi berupa sistem transportasi cerdas dengan teknologi Internet of Things (IoT). Ia menyebut konsep ini sebagai “angkot cerdas” yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan pengguna secara fleksibel.
“Angkot kudu pintar. Harus terkoneksi dalam sistem IoT. Bisa disambungkan dalam jaringan grid yang memungkinkan masyarakat melihat posisi, rute, dan waktu tempuh angkot secara real time,” jelas Farhan.
Dengan sistem berbasis permintaan (on-demand) dan sistem charter, Farhan menilai angkot akan lebih fleksibel, efisien, dan mampu bersaing dengan transportasi online.
Lebih dari itu, sistem digital ini memungkinkan integrasi pembayaran secara elektronik dan jadwal operasional yang lebih tertib, yang selama ini menjadi kelemahan utama angkutan umum konvensional.
Reformasi Regulasi Transportasi
Langkah besar yang diusulkan Farhan tidak hanya mencakup perubahan teknologi, tetapi juga revisi regulasi. Ia menilai regulasi trayek yang ada saat ini merupakan produk warisan masa lalu yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman.
“Saya akan minta agar regulasi tentang trayek, yang peninggalan masa lalu itu, harus mulai diubah. Harus diganti supaya angkot bisa lebih fleksibel dan bersaing,” ujarnya.
Perubahan ini juga diharapkan dapat membuka ruang kolaborasi antara pemerintah, operator angkutan, dan penyedia layanan teknologi untuk menciptakan ekosistem transportasi kota yang modern, efisien, dan ramah lingkungan.
Persiapan Pembangunan Sistem BRT
Selain reformasi angkot, Farhan juga menyampaikan bahwa Kota Bandung akan segera memulai pembangunan sistem Bus Rapid Transit (BRT) yang dirancang sebagai tulang punggung transportasi massal kota.
“Kita akan membangun konstruksi BRT yang akan membuat Bandung macet sampai dua tahun ke depan. Tapi ini investasi jangka panjang untuk perbaikan transportasi,” ujarnya.
Pembangunan sistem BRT ini akan menjadi bagian dari integrasi sistem transportasi cerdas di Kota Bandung yang diharapkan mampu mengurangi jumlah kendaraan pribadi dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap angkutan umum.
Transformasi sistem transportasi di Kota Bandung bukan hanya soal teknis angkutan, melainkan menyangkut perubahan paradigma besar dalam membangun kota yang layak huni, efisien, dan modern. Usulan Farhan ini menjadi langkah awal menuju integrasi transportasi publik berbasis teknologi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat urban masa kini.***