,
Jakarta
–
Pemerintah bersiap untuk mengumumkan Satuan Tugas Penghentian Hubungan Kerja (
Satgas PHK
Pada tanggal 1 Mei mendatang, Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan pendirian satuan tugas khusus untuk menangani masalah-masalah yang berkaitan dengan pemutusan hubungan kerja massal. Hal tersebut merupakan tanggapan atas ancaman penurunan lapangan pekerjaan di tengah tekanan ekonomi dunia dan dampak dari aturan tariff balasan AS.
“Saya kira bentuk Satgas
PHK
Segera melibatkan pemerintah, mengikutsertakan serikat pekerja, memasukkan dunia akademis, mencakup para rektornya, serta melibatkan BPJS (Ketenagakerjaan) dan lainnya. Dengan satu satuan tugas, kita dapat mencegah hal tersebut,” ujar Prabowo seperti yang dilaporkan.
Antara
,
8 April 2025.
Akibat Ribuan PHK
Konsep pembentukan Satuan Tugas tentang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) memang tidak asing lagi. Menteri Tenaga Kerja Yassierli sempat mengajukan ide tersebut diakhir bulan November tahun 2024. Ia juga menunjukkan bahwa dari awal tahun 2024 hingga saat pengumuman tersebut, telah ada sekitar 63 ribu karyawan yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja.
Menurut Yassierli, ide tersebut sudah disampaikan kepada tingkatan koordinasi di antara berbagai departemen. Dia juga menggarisbawahi bahwa satuan tugas ini akan memiliki sifat yang melintasi batasan-batas departemen dan institusi. “Di bawah Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, kita punya perdagangan, industri, wisata; jadi semuanya lengkap. Yang penting adalah kolaborasi antar departemen,” ungkapnya.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa tim tugas penanganan pemutusan hubungan kerja (PHK) akan dibentuk secara bersamaan dengan tim yang fokus pada percepatan deregulasi. Dia berharap kedua tim ini bisa cepat terorganisir guna merespons ancaman PHK masif yang disebabkan oleh penaikan upah minimum provinsi (UMP) serta imbas dari kebijakan perlindungan diri AS.
Kunjungan Diskusi dengan Serikat Pekerja dan Dewan Perwakilan Rakyat
Pembentusan satuan tugas untuk penanganan pemutusan hubungan kerja sudah menjadi topik pembicaraan dalam beberapa kali rapat yang melibatkan pihak pemerintahan bersama federasi-federasi serikat pekerja. Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, serta Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya mengadakan diskusi dengan tiga orang kepala serikat pekerja yaitu Andi Gani Nena Wea dari KSPSI, Said Iqbal dari KSPI, dan Jumhur Hidayat dari KSPSI Pembaruan.
Said Iqbal menyebut bahwa dalam pertemuan itu juga dibahas tentang persiapan untuk memperingati Hari Buruh (May Day) tanggal 1 Mei 2025 yang bakal diselenggarakan di Stadion Utama Gelora Bung Karno. Rencananya, acara ini akan dikunjungi secara khusus oleh Presiden Prabowo.
Saat itu, Jumhur Hidayat menyebutkan bahwa pertemuan diskusi tersebut menyinggung tujuh aspek penting tentang pendirian Satgas PHK. Beberapa topik yang dipertimbangkan mencakup upaya mencegah pemutusan hubungan kerja, memperpendek waktu bekerja sebagai tindakan sementara, memberikan bonus bagi perusahaan, dan meningkatkan implementasi Jaminan Pengangguran (JP) oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Tugas Satgas PHK
Tim Satuan Kerja untuk Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dibuat menjadi wadah berdiskusi bersama-sama antara perwakilan dari pihak pemerintahan, serikat pekerja atau buruh, pengusaha, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan serta pakar di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain bertugas mengurus masalah terkait pemutusan hubungan kerja, mereka juga dituntun untuk bisa memprediksi adanya ancaman akan ada banyak karyawan kehilangan pekerjaannya, membuat strategi alternatif seperti melakukan reduksi waktu bekerja, sampai memberikan dorongan finansial kepada para penyedia lapangan kerja.
Tim tugas khusus ini juga bertanggung jawab untuk memastikan bahwa Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) beroperasi dengan baik dan membantu dalam penyelesaian gaji pemutusan hubungan kerja yang sesuai aturan. Selain itu, tim tersebut diharapkan dapat merencanakan lapangan pekerjaan baru dan mendukung kegiatan pelatihan ulang.
reskilling
) bagi pekerja terdampak.
Tak Hanya untuk PHK
Direktur Jenderal Pengawasan Hubungan Industri dan Perlindungan Tenaga Kerja dari Kementerian Tenaga Kerja Indah Anggoro Putri menegaskan bahwa Satuan Tugas tentang Pemutusan Hubungan Kerja seharusnya tidak terbatas pada penanganan saja. Dia berpendapat bahwa tim tersebut harus aktif dalam meningkatkan peluang pekerjaan bagi masyarakat.
“Masih dalam tahap penelitian dan harus melewati proses studi. Namun, sesuai dengan instruksi dari Bapak Presiden, kami sudah siap. Malah, kami perlu mengubah tantangan ini menjadi kesempatan, bukan begitu? Kami juga tengah menyiapkan satuan tugas berdasarkan Instruksi Presiden,” demikian kata Indah seperti dilansir.
Antara
, 10 April 2025.
Dia pun mengatakan bahwa tugas spesial ini harusnya jadi wadah kerjasama antar kementerian dan lembaga guna meredam PHK serta mengeraskan lapangan pekerjaan, “Kami, tim satgas, bersama-sama dengan lintas kementerian/lembaga dan pihak terkait lainnya, sedang berusaha menekan angka PHK dan meningkatkan peluang kerja.”
Indah menegaskan bahwa tim tugas pemutusan kerja akan didasari pada analisis pengaruh tariff AS terhadap iklim industri di Indonesia. “Tanpa ragu, kami siap menghadapi segalanya. Kami bersatu. Inilah saatnya bagi kita bekerja sama dengan lebih baik lagi,” katanya.
Respons Ekonom
Direktur
Pusat Studi Ekonomi dan Hukum
(Celios) Bhima Yudhistira menganggap pembentukan Satuan Tugas tentang Pemutusan Hubungan Kerja sebagai hal yang baik. Dia menyatakan bahwa terdapat enam kewajiban pokok yang harus dilaksanakan oleh tim tersebut.
“Soal Satuan Tugas untuk PHK mendapat sambutan positif. Menurut pendapat saya, Satuan Tugas tentang Pemutusan Hubungan Kerja yang diajukan oleh Presiden ini paling tidak harus memiliki enam kewajiban pokok,” jelas Bhima kepada
Antara
, 9 April 2025.
Pertama, membuat daftar perusahaan yang berpotensi mengurangi jumlah karyawannya. Kedua, mencatat dengan rinci para penerima pemutusan hubungan kerja (PHK), termasuk mereka dari sektor tidak formal. Ketiga, menjamin bahwa semua hak karyawan yang telah di-PHK, seperti uang pesangon dan kontribusi BPJS, diberikan sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Basis data tentang pemutusan hubungan kerja saat ini masih kurang akurat lantaran banyak pekerja yang ter-PHK serta perusahaan yang enggan melapor ke Kementerian Tenaga Kerja. Data tersebut kelak harus memiliki basis individu dengan nama dan alamat,” katanya. “Di samping itu, disarankan juga untuk menyediakan stimulan ekstra bagi para korban PHK, seperti bentuk bantuan sosial (bansos) tunai senilai Rp1-2 juta setiap bulannya selama periode pencarian pekerjaan mereka (kira-kira 4-5 bulan).
Bhima juga menyatakan pentingnya Satgas PHK untuk membantu para pekerja yang telah di-PHK supaya dapat segera terhubung kembali dengan perusahaan lain. Di samping itu, ia berpendapat bahwa pemerintah wajib memberikan dukungan finansial secara tunai kepada mereka yang kehilangan pekerjaannya saat proses mencari lapangan kerja baru. Dia melanjutkan bahwa tugas Satgas pun harus termasuk dorongan dalam merevisi Undang-Undang Tenaga Kerja, terlebih soal perlindungan tenaga kerja kontrak atau outsourced.
Terakhir, lakukan pembaruan Undang-Undang dengan cepat.
Ketenagakerjaan
untuk mencegah perusahaan dengan mudah mengakhiri hubungan kerja secara sepihak terhadap karyawan
outsourcing
,” ujar Bhima.
Linda Lestari
ikut berpartisipasi dalam penyusunan artikel ini.