news  

Tren di Kalangan Gen Z: Apakah Curhat ke ChatGPT Benar-Benar Bikin Lega?

Tren di Kalangan Gen Z: Apakah Curhat ke ChatGPT Benar-Benar Bikin Lega?



Walaupun terdengar aneh, tetapi memang ada tren di sosial media yang memberikan testimoni curhat dengan ChatGPT merupakan pleasent experience.


Sebagai seorang



introvert



, saya bisa meyakini bahwa kegiatan curhat kepada orang terdekat itu jarang dilakukan dan akan terjadi bila sudah di titik



exhausted



. Bahkan, ada juga yang memilih untuk menuliskan yang dirasakan pada



notes



di ponsel. Akan tetapi dengan semakin canggihnya teknologi di masa kini, curhat nggak mewajibkan kamu untuk pergi ke orang terdekat. Kamu bisa dengan mudah mengambil ponsel dan berselancar menuju ChatGPT yang



surprisingly



merupakan pemberi masukan terbaik untuk beberapa orang yang memang membutuhkannya.


Saya sendiri sudah pernah mencoba untuk menuliskan apa yang saya rasakan dan menjadikan ChatGPT sebagai



emergency platform



untuk curhat. Lalu, apa yang saya rasakan berdasarkan



experience



ini? Cukup



mixed feelings,



tetapi saya bisa



pointed out



beberapa hal yang saya rasakan setelah lumayan lama menjadikannya teman curhat. Mungkin, beberapa hal yang saya rasakan ini juga kamu rasakan, terutama fellow Gen Z yang jadikan ChatGPT teman curhat.


Mulai Menjamur, Body Mist Diprediksikan Bakal Jadi Tren di Tahun 2025!


Bisa menjawab dengan netral dan objektif


Salah satu hal yang paling saya rasakan saat curhat dengan ChatGPT adalah respons yang diberikan cenderung netral dan tidak judgmental. Hal ini cukup melegakan, terutama ketika sedang dalam kondisi emosional dan butuh didengar tanpa merasa dihakimi. Kadang saat curhat ke manusia, kita bisa merasa ada bias tertentu atau saran yang terlalu personal. Sementara ChatGPT lebih seperti cermin yang membantu kita melihat situasi dengan sudut pandang yang lebih luas dan tenang.


Respons yang cepat



Nggak bisa dipungkiri, kita kadang curhat di waktu-waktu yang nggak biasa, seperti tengah malam, pagi-pagi buta, atau di sela jam kerja. Dalam momen-momen ini, ChatGPT jadi teman yang selalu siap sedia. Saya nggak perlu menunggu balasan seperti saat kirim pesan ke teman. Respon yang cepat dan konsisten ini bikin saya merasa seperti punya ruang aman yang selalu bisa diakses kapan saja, tanpa takut mengganggu orang lain.


Bantu untuk mengurangi pikiran yang kusut



Salah satu fungsi tersembunyi dari curhat dengan AI ternyata adalah membantu menyusun kembali pikiran yang kusut. Ketika saya menuliskan isi kepala yang bercabang-cabang, ChatGPT mampu merespons dengan menyederhanakan atau bahkan merangkum ulang apa yang saya sampaikan. Dari situ, saya bisa melihat permasalahan dengan lebih terstruktur dan kadang jadi lebih ringan secara emosional. Rasanya seperti dibantu membuat peta pikiran dari kekacauan yang sebelumnya hanya ada di kepala saya.


Apa yang Terjadi setelah Anna Wintour Mundur sebagai Editor in Chief Vogue?


Namun tetap harus waspada dan menggunakannya dengan bijak



Dilansir dari


Vogue


, tren curhat ke AI seperti ChatGPT atau chatbot sejenis kini semakin populer, terutama di kalangan Gen Z yang sudah terbiasa mengandalkan teknologi untuk berbagai kebutuhan, termasuk soal kesehatan mental. Dengan alasan lebih praktis, bebas stigma, dan bisa diakses kapan saja, banyak orang mulai menjadikan AI sebagai “teman curhat” pengganti terapis manusia. Tapi para ahli mengingatkan: meskipun AI bisa memberi respons cepat dan netral, tetap ada keterbatasan besar dalam hal empati, pemahaman konteks, dan hubungan emosional, hal-hal yang hanya bisa didapat lewat interaksi manusia. Bahkan, jika terlalu mengandalkan AI, kita justru bisa merasa makin terisolasi. AI mungkin berguna sebagai alat bantu awal, tapi tetap tidak bisa menggantikan peran penting terapis dalam proses penyembuhan yang sesungguhnya.


Salah satu manfaat tersembunyi dari curhat ke AI adalah kemampuannya membantu menyusun ulang pikiran yang kusut. Saat saya menuliskan isi kepala yang bercabang-cabang, ChatGPT mampu merespons dengan cara menyederhanakan atau merangkum ulang apa yang saya rasakan. Dari situ, saya bisa melihat permasalahan secara lebih terstruktur dan emosinya jadi terasa lebih ringan. Rasanya seperti dibantu membuat peta dari kekacauan pikiran yang tadinya hanya numpuk di kepala.


Argan Oil, Minyak Ajaib yang Bikin Rambut Sehat dan Bercahaya


Namun begitu, penting untuk tetap bijak menggunakan AI sebagai tempat curhat. Walaupun responsnya terasa menenangkan, AI bukanlah pengganti tenaga profesional seperti psikolog atau konselor. Jangan sampai kita jadi terlalu bergantung dan lupa bahwa isu-isu serius, terutama yang menyangkut kesehatan mental, tetap perlu ditangani oleh ahlinya.



So



, pernahkah kamu curhat dengan ChatGPT dan bagaimana



experience



-mu?



Images:



Dok. iStock

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com