jabar.
, KABUPATEN BOGOR – Rapat kerja (Raker) dan rapat dengar pendapat (RDP) Komisi 2 DPR RI bersama menPAN-RB, dirjen otda Kemendagri, kepala BKN, kanreg BKN se-Indonesia, seluruh kepala daerah pada 30 Juni 2025 membuat
honorer R2/R3
kecewa.
Pemerintah dan DPR hanya fokus pada tiga agenda utama, yaitu persiapan pengangkatan CPNS dan PPPK; membahas kebijakan BKN tentang mutasi dan promosi di lingkungan pemda; dan kebijakan terkait Flexible Working Arrangements” (FWA).
“Saya sudah menyimak raker dan RDP-nya, memutar YouTube berkali-kali, tetapi hasilnya sama. Tidak ada pembasan spesifik mengenai nasib sisa honorer database Badan Kepegawaian Negara (BKN) khususnya R2 dan R3,” kata Jubir Aliansi R2 dan R3 Indonesia Bahri Permana kepada JPNN, Kamis (3/7).
Dia menambahkan, raker dan RDP yang digelar Komisi 2 DPR RI tersebut belum membahas secara maksimal mengenai kejelasan nasib honorer database BKN yang tidak lulus seleksi CASN 2024 dan berpotensi menjadi PPPK paruh waktu.
Dari awal hingga selesai rapat, pembahasannya tidak proporsional. Waktunya banyak terpakai untuk membahas masalah Pertek mutasi dan promosi di lingkungan pemda.
Adapun persiapan pengangkatan PPPK yang dibahas di DPR, yaitu PPPK penuh waktu, bukan paruh waktu.
Progress penyelesaian hingga TMT PPPK paling lambar 1 Oktober 2025 yang disamipakan Kepala BKN Zudan Arif adalah penyelesaian PPPK penuh waktu yang mengacu pada Surat Kepala BKN 2933/B-MP.01.01/K/SD/2025, Perihal Penetapan Nomor Induk ASN kebutuhan Tahun Anggaran 2024, tanggal 18 Maret 2025.
“PPPK paruh waktu belum ada jadwal TMT-nya,” seru Bahri dengan nada kecewa.
Sejatinya, kata Bahri, para honorer sangat berharap Komisi 2 bersama kementerian/lembaga terkait membahas kepastian jadwal pengisian Daftar Riwayat Hidup (DRH), TMT PPPK paruh waktu, tingkat kesejahteraan PPPK paruh waktu, formulasi transisi PPPK paruh waktu ke penuh waktu, dan kebijakan lainnya yang harus disiapkan sebagai acuan pemda dalam melakukan manajemen PPPK.
“Selama ini banyak aspirasi honorer kepada Pemda belum bisa dieksekusi karena menunggu kepastian regulasi dari pusat,” ujarnya.
Selain itu, tambah Bahri, pada Juni 2025 sebagian besar pemda sudah melantik PPPK penuh waktu hasil seleksi tahun 2024.
Jumlah PPPK penuh waktu yang dilantik antara daerah satu dengan lainnya berbeda, tergantung kapasitas fiskal yang dimilikinya.
Bagi yang kapasitas fiskalnya kuat bisa melantik ribuan PPPK penuh waktu. Daerah yang kemampuan fiskalnya rendah, mengangkat PPPK paruh waktu pun masih kalkulasi.
Bahri, bahkan mengungkapkan informasi yang beredar ada Pemda berencana merumahkan dan men-outsourcing-kan honorernya karena keterbatasan anggaran.
Namun, informasi itu ternyata tidak dibahas dalam raker/RDP tersebut.
“Pada hakikatnya, pengangkatan PPPK adalah wujud negara dalam memenuhi hak para honorer yang telah mengabdi,” ucap Bahri.
Keadilan, tegasnya, harus jadi asas utama dalam pengangkatan PPPK secara universal. Bukan karena daerah itu kaya bisa mengangkat sebanyak-banyaknya PPPK.
Sementara, daerah miskin terpaksa merumahkan honorernya karena tidak ada anggaran.
Jika ini terjadi, berarti kita sudah terjebak pada pusaran disparitas sosial tinggi, yang seharusnya tidak boleh terjadi pada Indonesia menjunjung tinggi prinsip otonomi daerah dalam bingkai negara kesatuan, sambung Bahri.
Pemerintah pusat pasti sangat paham, bahwa adanya daerah kaya dan miskin dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kondisi tata ruang, potensi sumber daya alam, tata kelola, dan lain-lain.
Dari beberapa permasalahan tersebut, Aliansi R2 dan R3 Indonesia akan melayangkan surat permohonan audiensi kepada ketua Komisi II DPR RI.
“Kami optimistis, melalui audiensi nanti bisa terpaparkan secara menyeluruh aspirasi dari pegawai Non ASN. Termasuk kenapa aksi hingga jilid 3 supaya pemerintah dan DPR peka bahwa sampai saat ini hak-hak kami sebagai honorer atau pegawai non-ASN belum tertunaikan melalui kebijakan yang tepat” pungkas Bahri Permana.
(esy/jpnn)