Laporan Fikar W Eda | Jakarta
. COM, JAKARTA –
Untuk merayakan Hari Puisi Nasional tahun 2025, kelompok @Jakarta Poetry Slam bekerja sama dengan Komunitas Hari Puisi Nasional (Harsinas) mengadakan acara pesta sastra dalam bentuk malam penyajian karya-karya puisi.
Perayaan puisi pada malam tersebut berjudul “A Night for Chairil Anwar,” sebuah acara yang diselenggarakan untuk memperingati jejak kata-kata, semangat pemberontakan, serta cahaya hidup dari sang penyair terkenal asal Indonesia, Chairil Anwar.
Acara itu digelar di Bersuaka, BSD, Tangerang Selatan pada hari Sabtu (12/4/2025).
Ajang ini berfungsi sebagai tempat berkumpulnya para penyair, penggemar literatur, dan semua orang yang berniat untuk memperingati daya ungkapan bahasa.
Melalui syair puisi serta pementasan sastra, malam bertema “A Night for Chairil Anwar” mengundang semua orang untuk merenungkan kembali perjalanan emosi Chairil: gaduh, tajam, tetapi senantiasa terbuka dan vital.
Bersuaka BSD merupakan sebuah kedai kopi dan tempat baca yang menghidangkan berbagai jenis minuman dan makanan bersama dengan buku-buku.
Di tempat ini juga terdapat Toko Kelontong Poet Tea yang menyediakan layanan pembuatan puisi untuk beragam kebutuhan pribadi maupun kelompok.
Malam Chairil Anwar tersebut dimeriahkan oleh sejumlah tokoh yang sudah menyumbang berbagai kontribusi penting bagi industri sastra puisi di Indonesia zaman modern.
Devie Matahari, Ayu Meutia, Antonia Timmerman, Diaz, Mustafa Ismail, Fikar W Eda, Shobir Poer, Beni Satria, Andi Lesmana, Dewi Sinta, David, Nada, dan Riyan adalah mereka yang disebutkan.
Dan masih ada banyak pula yang tampil, membacakan serta mengungkapkan puisi-puisi mereka atau karyanya milik Chairil Anwar yang abadi sepanjang masa.
Di luar menjadi ajang bercerita puisi, event tersebut merupakan wujud penghargaan terhadap warisan sastra yang telah memberi kesempatan pada kalangan muda untuk mengeluarkan pendapat mereka: pendapat seputar kasih sayang, penderitaan, perjuangan, serta optimisme.
Berdasarkan spirit “Saya adalah hewan liar”, kita diajak lagi untuk mendengarkan tidak hanya puisi, tetapi juga kehidupan itu sendiri.
(*)