Kronologi Ketua PN Jaksel Arif Nuryanta Diciduk Kasus Suap Rp 60 Miliar dalam Perkara Lepasan Korporasi


, JAKARTA

– Kejaksaan Agung merinci urutan waktu penahanan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta (MAN), yang berhubungan dengan dugaan suap untuk memperoleh putusan bebas bagi tiga tersangka korporasi kelapa sawit dalam perkara pengaturan fasilitas ekspor CPO dan produk terkaitnya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Kepala Direktorat Penyelidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindakan Pidana Spesial (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar menyatakan bahwa penemuan kasus ini dimulai dari pemeriksaan lokasi yang dilaksanakan oleh penyidik Kejaksaan Agung di lima titik di area Jakarta pada hari Jumat, tanggal 11 April 2025 malam.

Pada waktu tersebut, Kejaksaan Agung tengah menginvestigasi dugaan korupsidan pemberian suap terkait dengan perkara di Pengadilan Negeri Surabaya yang menyeret nama mantan Kepala Biro Daklatur Mahkamah Agung (MA), yaitu Zarof Ricar.

Zarof Ricar kini tetap dalam tahapan hukum sejak ditahan berkaitan dengan dugaan suap pada vonis bebas Ronald Tannur yang mencakup tiga hakim di Pengadilan Negeri Surabaya.

“Ini dimulai dari peningkatan kasus yang kami tangani berkaitan dengan dugaan pelanggaran hukum tentang suap dan korupsi di Pengadilan Negeri Surabaya,” ungkap Abdul Qohar saat berada di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, pada hari Sabtu tanggal 12 April 2025 malam.

Pada saat melakukan pencarian dan penyitaan, jaksa dari Kejaksaan Agung berhasil mendapatkan barang bukti seperti dokumen serta uang yang mencurigakan berkaitan dengan indikasi tindak pidana korupsi suap atau gratifikasi dalam konteks kasus hukum yang ditangani oleh Pengadilan Negeri Jakarta Jaksel.

Berikutnya, pada hari Sabtu (12/4/2025), tim penyelidik dari Kejaksaan Agung melaksanakan pencarian secara menyeluruh di beberapa lokasi yang ada di Jakarta serta sejumlah daerah di luar wilayah Provinsi Jakarta.

Selanjutnya pada tanggal 12 April 2025, para penyidik melancarkan pencarian di beberapa lokasi di Jakarta. Malam yang sama mereka juga menyisir sejumlah area di luar kota tersebut.

Lokasi yang disoroti adalah kediaman Wahyu Gunawan (WG), sang sekretaris pengadilan negeri untuk Jakarta Utara, berada di kompleks perumahan Villa Gading Indah.

Dalam hasil penggeledahan itu, para penyidik berhasil mengumpulkan berbagai barang bukti yang mencakup sejumlah dana dalam bentuk mata uang asing.

Tidak hanya di dalam rumah, tim dari Kejaksaan Agung juga menggeledah dan menemukan dana berupa mata uang asing di kendaraan milik Wahyu Gunawan.

Berikutnya, petugas menyelidiki kedua rumah dari pengacara Marcella Santoso (MS) dan Ariyanto (AR).

Selanjutnya, mereka menyelidiki kediaman Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta.

Dalam pencarian itu, petugas berhasil mengamankan uang tunai serta berkas-berkas penting sebagai alat bukti.

Kemudian pada Sabtu (12/4/2025) siang penyidik mengamankan 12 orang terkait temuan suap serta gratifikasi tersebut.

Mereka digiring ke Gedung Bundar Kejaksaan Agung untuk dilakukan pemeriksaan.

Orang-orang yang diperiksa termasuk WG, MS, AR, MAN, beserta DDP sang istri AR, IIN, dan BS si pengemudi untuk MAN. Juga ada lima anggota tim dari MS yaitu BHQ, ZUL, YSF, AS, dan VRL; mereka bertindak sebagai kelompok penasehat hukum mewakili sebuah perusahaan hukum.

Setelah melakukan pemeriksaan terhadap 12 individu itu, pada hari Sabtu (12/4/2025), petugas kepolisian mengidentifikasi WG, MS, AR, dan MAN sebagai tersangka.

“Penyelidik mengungkapkan adanya bukti yang menyatakan MS dan AR telah memberikan suap serta atau gratifikasi kepada MAN dengan jumlah diperkirakan mencapai Rp60 miliar,” ungkap Abdul Qohar.

“Menyang keterlibatan arus dana, penyelidik sudah mengumpulkan bukti cukup bahwa tersangka (MAN) diduga menerima dana senilai 60 miliar rupiah,” tambahnya.

“Berkaitan dengan penentuan keputusan supaya disebutkan sebagai onslag, di mana penerimaannya akan dilakukan oleh seorang panitera bernama WG,” jelasnya.

Abdul Qohar juga menyatakan bahwa memberi suap dimaksudkan untuk membebaskan atau menurunkan hukuman bagi tiga perusahaan kelapa sawit yang tersandera kasus korupsinya dalam ekspor CPO.

Berkaitan dengan penentuan agar keputusan tersebut dianggap sebagai onsLAG (terpisah), demikian katanya.

Berdasarkan tindakannya, Wahyu Gunawan dikenakan pasal-pasal yaitu: Pasal 12 butir a, bersamaan dengan Pasal 12 butir b, bersamaan dengan Pasal 5 ayat 2, bersamaan dengan Pasal 18, bersamaan dengan Pasal 11, bersamaan dengan Pasal 12 bagian B, dan juga Pasal 18 dari Undang-Undang Tentang Tindak Pidana Korupsi sesuai dengan Pasal 55 ayat 1 kejadian pertama dalam Kitab HukumPidana.

Selanjutnya, Marcella Santoso serta Ariyanto diduga melakukan pelanggaran terhadap Pasal 6 bab I butir a, bersama-sama dengan Pasal 5 bagian I, bersama Pasal 13, beserta Pasal 18 dari Undang-Undang Tentang Tindak Pidana Korupsi sejalan dengan Pasal 55 paragraf 1 angka 1 dalam Kitab HukumPidana.

Dan Muhammad Arif Nuryanta diduga telah mengabaikan Pasal 12 huruf c, bersamaan dengan Pasal 12 huruf B, bersamaan dengan Pasal 6 ayat 2, bersamaan dengan Pasal 12 huruf A, bersamaan dengan Pasal 12 huruf b, bersamaan dengan Pasal 5 ayat 2, bersamaan dengan Pasal 11, dan juga Pasal 18 dari Undang-Undang tentang Tindak Pidana Korupsi serta terkait dengan Pasal 55 ayat 1 ke 1 dalam Kitab HukumPidana (KUHP).

Tersangka-tersangka tersebut akan ditahan untuk jangka waktu 20 hari mendatang.

WG dipenangkap di Tempat Tinggal Terpencil (TTT) Kelas I Jakarta Timur. MS, AR, serta MAN berada di Rutan Salemba.

Berdasarkan isi keputusan yang diambil oleh Mahkamah Agung melalui situs web resminya, tercatat bahwa tanggal 19 Maret 2025 menjadi titik penting bagi perusahaan-perusahaan besar yaitu Permata Hijau Group, Wilmar Group, serta Musim Mas Group. Ketiganya telah dilepaskan sepenuhnya dari segala tuduhan JPU berkaitan dengan skandal penyerahan insentif ekspor Crude Palm Oil (CPO) yang mencakup periode sejak Januari 2021 sampai Maret 2022.

Pada keputusan pengadilan, panel hakim mengumukan bahwa terdakwa telah membuktikan adanya perilaku seperti yang dituduhkan, tetapi tindakan tersebut tidak dianggap melanggar hukum, sehingga mereka dilepaskan dari seluruh tuduhan jaksa penuntut umum.

Demikian pula, sesuai dengan pernyataan resmi dari Kepanjangan Agung, JPU sebelumnya telah mengajukan tuntutan agar para terdakwa membayarkan denda serta ganti kerugian secara tunai.

PT Wilmar Group digugat untuk mengenakan denda senilai Rp 1 miliar serta gantinya uang sebanyak Rp 11.880.351.802.619.

Apabila tidak dilunasi, kekayaan Tenang Parulian sebagai Direktur bisa disita dan dijual lelang, serta menghadapiancaman hukuman kurungan penjara sampai 19 tahun.

Terdakwa dari Grup Permata Hijau dijatuhi hukuman untuk mengganti kerugian dengan membayar denda senilai Rp 1 miliar serta uang penggantinya sebanyak Rp 937.558.181.691,26.

Apabila tidak dibayar, kekayaan milik David Virgo sebagai pemegang kendali perusahaan bisa diambil paksa, serta terancam hukuman kurungan penjara sampai 12 bulan.

Pada saat yang sama, grup Musim Mas diwajibkan untuk menyetorkan denda senilai Rp 1 miliar serta gantinya uang sejumlah Rp 4.890.938.943.794,1.

Apabila tak diselesaikan pembayarannya, kekayaan dari pemegang saham di Grup Musim Mas, seperti halnya Bapak Gunawan Siregar yang berperan sebagai Direktur Utama, bakal dicarikan guna dilego, serta terancam hukuman kurungan penjara tiap orang sebanyak 15 tahun.

Terdakwa dituduhkan atas pelanggaran utama Pasal 2 ayat (1) dicampur dengan Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 mengenai Pencegahan dan Penegakan Hukum Terhadap TindakPidana Korupsi, yang kemudian diubah oleh UU No. 20 Tahun 2001.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com