news  

Penyebab Sungai Citarum Berubah Warna Jadi Biru

Penyebab Sungai Citarum Berubah Warna Jadi Biru





,


Jakarta



Sungai Citarum
di Karawang, Jawa Barat, kembali menjadi perhatian serius setelah mendadak berubah warna menjadi biru kehijauan. Perubahan warna ini diduga kuat berasal dari limbah salah satu pabrik kertas yang beroperasi di wilayah tersebut.

Kepala
Dinas Lingkungan Hidup
dan Kebersihan (DLHK) Karawang, Iwan Ridwan, mengatakan perubahan warna air pertama kali terpantau pada Sabtu, 21 Juni 2025. Menanggapi itu, pihaknya langsung melakukan inspeksi mendadak ke pabrik yang bersangkutan.

Menurut Iwan, hasil sidak menunjukkan bahwa perubahan warna air terjadi saat pabrik sedang memproduksi kertas berwarna biru. Limbah cair dari proses produksi tersebut memang sudah diolah melalui instalasi pengolahan air limbah (IPAL) internal perusahaan, namun teknologi yang digunakan belum mampu sepenuhnya menetralisasi pigmen warna. Akibatnya, air buangan yang mengalir ke Sungai Citarum masih berwarna biru.

Sebagai langkah awal, DLHK Karawang telah menjatuhkan sanksi teguran kepada perusahaan tersebut. Untuk sanksi lanjutan, wewenang diserahkan kepada Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat.

Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat, Dedy mulyadi telah memerintahkan penyelidikan menyeluruh atas dugaan pencemaran ini. Tim DLH ditugaskan untuk mengumpulkan bukti dan memastikan tanggung jawab perusahaan terhadap dampak lingkungan yang ditimbulkan.

“Saya tegaskan bahwa saya sudah meminta Dinas Lingkungan Hidup untuk memproses dan bersikap tegas dan konsisten, serta memberikan sanksi tegas apabila ditemukan pelanggaran,” kata Dedi di Karawang, Jawa Barat, Selasa, 24 Juni 2025, dikutip dari Antara.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat diminta tak tinggal diam menyikapi dugaan
pencemaran Sungai
Citarum di wilayah Karawang. Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Karawang, Asep Agustian, mendesak Gubernur turun tangan langsung menindak pelaku pencemaran lingkungan.

“Pencemaran lingkungan sering kali ditemukan di Karawang, tetapi penanganan tidak jelas. Jadi Pak Gubernur saya kira harus turun tangan mengatasi pencemaran lingkungan di wilayah Karawang,” kata Asep di Karawang, Selasa.

Ia merujuk pada temuan pencemaran Sungai Citarum yang terjadi pada Sabtu, 21 Juni 2025. Saat itu, air sungai yang biasanya berwarna cokelat keruh mendadak berubah menjadi biru kehijauan.

Menurut Asep, DLHK Karawang telah menyatakan bahwa perubahan warna air sungai itu disebabkan limbah cair dari salah satu pabrik kertas di wilayah tersebut.

“Sumber terjadinya pencemaran Sungai Citarum itu sudah diketahui, tapi tidak ada tindakan nyata. Ini menjadi catatan lemahnya penegakan peraturan perundangan-undangan terkait dengan lingkungan,” ujar Asep.

Pencemaran Lingkungan Serius di Sungai Citarum

Dilansir dari

Konservasi Das Univeritas Gadjah Mada, 20 juni 2020,

Sungai Citarum yang berlokasi di Jawa Barat dan berada di DAS Citarum telah menyandang predikat sebagai salah satu wilayah yang tercemar di dunia.

Pada 2024 lalu, publik dihebohkan oleh tumpukan sampah sepanjang tiga kilometer yang mengambang di permukaan sungai, tepatnya di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum di Batujajar, Kabupaten Bandung Barat.

Penjabat Gubernur Jawa Barat saat itu, Bey Machmudin, menyebut kondisi itu sebagai dampak langsung dari meningkatnya volume sampah serta sedimentasi yang menumpuk di badan sungai. Lautan sampah bahkan sempat membentuk semacam pulau, menutupi aliran sungai dan menyebabkan alirannya tersendat dalam waktu lama.

Kondisi ini diperparah oleh kebiasaan warga sekitar DAS yang masih kerap membuang sampah langsung ke sungai. “Kebiasaan itu membuat upaya pembersihan tak pernah benar-benar tuntas,” kata Bey saat itu.

Sebagai salah satu sungai terbesar dan terpenting di Indonesia, Citarum memiliki peran vital bagi kehidupan masyarakat Jawa Barat. Namun dalam beberapa tahun terakhir, sungai ini justru menjadi simbol krisis lingkungan akibat pencemaran limbah industri, sampah rumah tangga, dan lemahnya pengawasan.


Dicky Kurniawan, Linda Lestari

dan

Sapto Yunus

berkontribusi dalam tulisan ini