news  

Dari Moskow ke China: Iran Perkuat Pertahanan Lawan Serangan AS dan Israel

Dari Moskow ke China: Iran Perkuat Pertahanan Lawan Serangan AS dan Israel



– Iran tetap mempehitungkan kemungkinan adanya serangan lanjutan dari Amerika Serikat (AS) dan Israel. Mereka pun mempersiapkan pertahanannya dengan memperkuat alutsista dari China, setelah masa tunggu Su-35 dari Rusia dinilai cukup lama.

Saat gencatan senjata konflik Iran vs Israel, Menteri Pertahanan Iran Aziz Nasirzadeh langsung terbang ke Moskow untuk bertemu Presiden Putin. Dari sana, Aziz langsung terbang ke Qindao China untuk bisa mendapatkan pesawat tempur modern J-10C.

Kemungkinan akan adanya serangan lanjutan oleh AS dan Israel, setelah kedua negara itu beberapa kali mengeluarkan ancaman serangan lanjutan.

Lucunya, saat pemimpin tertinggi Iran Ali Khamenei mengklaim bahwa Iran telah memenangkan pertempuran dalam 12 hari konflik melawan Israel, Presiden AS Donald Trump tak terima. Tanpa berpikir panjang yang selama ini menjadi karakternya, dia mengancam akan kembali menyerang Iran atas klaim Khamenei tersebut.

Padahal, Zionis Israel yang jelas-jelas mengalami kerusakan besar akibat konfliknya, termasuk kerugian finansial sekitar Rp 200 triliun, mengklaim bahwa mereka telah memenangkan perang lawan Iran dan telah menghancurkan program nuklir Iran.

Apakah Trump juga geram dengan klaim Israel? Nyatanya tidak.

Lucunya lagi, klaim AS dan Israel bahwa mereka telah menghancurkan program nuklir Iran ternyata “gagal.”

Seorang pakar dari Eropa dan Iran menyatakan bahwa dampak dari pengeboman AS terhadap 3 fasilitas nuklir Iran hanya memberikan dampak kecil yang tidak signifikan. Apalagi laporan badan Intelihen AS yang bocor ke public menyatakan bahwa pemboman AS membuat program nuklir Iran terhambat hanya beberapa bulan saja.


Belajar dari Konflik India vs Pakistan

China saat ini telah memperkuat alat pertahannya dengan kemajuan yang sangat luar biasa, termasuk pesawat J-10C yang saat ini tengah naik daun. Pesawat ini cukup menbuat AS dan barat cemas.

Pesawat J-10C menjadi sorotan dunia baru-baru ini setelah memperlihatkan kemampuannya di konflik India vs Pakistan pada Mei 2025. Pesawat produk China yang digunakan tentara Pakistan, berhasil menembak jatuh pesawat Rafael buatan Prancis.

Sadar bahwa kekuatan udara Iran mengalami ketertinggalan karena masih tergantung pada pesawat-pesawat tua seperti F-4 Phantom dan Mig 29, Iran mulai mengambil langkah cepat untuk menyeimbangkan dominasi udara Israel.

Semula Iran berharap pada SU 35 “Flanker-E”, pesawat canggih buatan Rusia yang cukup menbuat AS dan Israel cemas menghadapinya.

Sayangnya karena penundaan yang berkepanjangan, Iran akhirnya memilih J-10C yang juga telah terbukti di udara dalam konflik India vs Israel.

Aziz Nasirzadeh langsung terbang ke Qingdao China dari Moskow untuk melakukan pertemuan dengan Shanghai Cooperation Organisation (SCO), organisasi yang digagas China dan Rusia untuk membantu Iran menghadapi konflik dengan Israel.

SCO, yang sering dipandang sebagai penyeimbang Eurasia terhadap NATO, mencakup pemangku kepentingan militer regional utama seperti India, Pakistan, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Tajikistan, Uzbekistan, dan Belarus, menjadikannya tempat yang ampuh untuk diplomasi pertahanan di belakang layar.

Aziz terbang ke Qingdao untuk bisa mendapatkan skuadron J-10C, pesawat generasi 4,5 yang awalnya di pesan Mesir namun akhirnya gagal karena mendapat tekanan dari AS. Pesanan ini akan dialihkan ke Iran untuk membantu memperkecil kesenjangan kekuatan udara menghadapi Israel.

Iran dilaporkan sedang mengevaluasi akuisisi J-10C “Vigorous Dragon” buatan China, jet tempur multiperan generasi 4,5 yang sangat canggih yang telah dijuluki “Rafale Killer” di kalangan pertahanan regional.

Minat yang semakin meningkat ini muncul setelah beredar luas klaim bahwa jet tempur J-10C Pakistan, yang dipersenjatai dengan rudal udara-ke-udara di luar jangkauan visual (BVR) PL-15E, menembak jatuh tiga Rafale Angkatan Udara India selama konfrontasi udara empat hari pada  Mei 2025.

SCO, yang sering dipandang sebagai penyeimbang Eurasia terhadap NATO, mencakup pemangku kepentingan militer regional utama seperti India, Pakistan, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Tajikistan, Uzbekistan, dan Belarus, menjadikannya tempat yang ampuh untuk diplomasi pertahanan di belakang layar.

Pertimbangan Iran terhadap J-10C dilaporkan berasal dari meningkatnya rasa frustrasi atas penundaan berkepanjangan dalam upayanya untuk mendapatkan Su-35 “Flanker-E” buatan Rusia, pesawat tempur kelas berat generasi 4,5 yang awalnya dipesan oleh Mesir tetapi dialihkan setelah Kairo membatalkan kesepakatan tersebut karena tekanan AS.

Dilengkapi dengan PL-15E, rudal BVR generasi berikutnya milik Tiongkok, J-10C yang dioperasikan oleh Angkatan Udara Pakistan (PAF) diduga tidak hanya menjatuhkan tiga Rafale, tetapi juga sebuah Su-30MKI, sebuah MiG-29, dan sebuah Mirage 2000, sebuah prestasi yang belum pernah terjadi sebelumnya jika diverifikasi.***