UGM Mendukung Korban Pelecehan: Guru Besar EM Dilaporkan ke Polisi

UGM Mendukung Korban Pelecehan: Guru Besar EM Dilaporkan ke Polisi

Universitas Gadjah Mada (UGM) mensupport mahasiswa-mahasiswinya yang merupakan korban dari tuduhan pelecehan seksual yang dilancarkan terhadap Guru Besar bidang Farmasi UGM, Edy Meiyanto (EM), agar mereka bisa mengadu kepada pihak berwenang.

“Kami [UGM] akan mengamati perkembangan kasus tersebut, namun kita tetap mendukungnya,” kata Sekretaris Universitas Gadjah Mada (UGM), Andi Sandi Antonius, saat ditemui di Balairung UGM, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), pada Selasa (8/4/2025).

Namun, Andi menyebutkan bahwa hingga kini dirinya belum menerima laporan adanya korban yang ingin menyerahkan Edy kepada kepolisian. Karena alasan tersebut, tim UGM lebih memusatkan upaya mereka untuk membantu para korban melewati periode sulit ini.

Menurutnya, hal terpenting adalah memberikan dukungan kepada korban sehingga mereka dapat kembali menjalani aktivitas sehari-hari dengan normal.

Andi menyatakan bahwa menurut laporan terkini, beberapa korban telah menderita trauma. Korban-korban tersebut juga sedang menjalani proses pemulihan mental karena dampak dari trauma itu. Dia menambahkan, “Namun mereka sudah mendapatkan bimbingan dan mulai memperbaiki diri untuk dapat melanjutkan aktivitas seperti sedia kala.”

Andi menggarisbawahi bahwa pihaknya sangat mementingkan disiplin dalam urusan pegawai. Selain itu, UGM berkomitmen untuk merawat serta memelindungi seluruh korban.

“Sekilas, kami tidak mengamati hal tersebut secara detail. Terpenting, cara lembaga ini memastikan bahwa mahasiswi dapat kembali menjalankan aktivitas dan melanjutkan proses belajar mereka,” jelasnya.

Andi menyatakan bahwa proses penanganan perkara tersebut sudah dimulai sejak bulan Juli 2024. Saran yang berasal dari temuan investigasi muncul di penghujung tahun 2024 dan kemudian akan diserahkan kepada Rektor UGM.

“Kebijakan dari ibu rektor dirilis pada Januari 2025. Di hari yang sama, kami telah mendaftarkannya ke kementerian,” katanya.

Proses penanganan perkara berlanjut di akhir Maret 2025 setelah adanya instruksi dari Kementerian Pendidikan Tinggi, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi. Instruksinya adalah delegasi pemeriksaan terkait pelanggaran disiplin pegawai dengan sanksi menengah sampai berat akan ditransfer kepada para pemimpin universitas negeri (Perguruan Tinggi Negeri/PTN).

Dalam suratnya kepada pemimpin PTN, Kementerian menegaskan bahwa permintaan tersebut harus ditangani berdasarkan keputusan delegasi sebelum adanya putusan final. Sehubungan hal ini, kepala UGM berencana untuk menerbitkan keputusan terkait tim pemeriksa disipliner pegawai Edy dalam jangka waktu 1 sampai 2 hari setelah kembali bertugas.

“Andi mengatakan bahwa pemeriksaan tersebut, meskipun kami belum mengetahui detail prosesnya, memiliki tenggat waktu,” katanya.

Selama prosedur itu, Andi menyatakan, tim universitas berencana memverifikasi sejumlah pelanggaran yang telah terjadi, dengan fokus utama pada aspek disiplin pegawai. Dia juga mencatat bahwa Edy akan menjalani tinjauan etis, terlebih lagi dia sudah pernah diinterogasi oleh Satgas PPKS.

Andi mengatakan bahwa disiplin pegawai yang telah diperiksa nantinya akan di serahkan kepada rektor dan surat akan dikirim ke menteri guna melaporkan rekomendasinya.

“Mengenai keputusan terakhir berada di tangan Kementerian [Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi], sebab orang tersebut merupakan PNS,” jelasnya.

Andi juga mengungkapkan bahwa Edy melakukan tindakan kekerasan seksual menggunakan dalih akademik, misalnya saat memberikan bantuan dalam penulisan skripsi atau thesis di lokasi di luar kampus.

“Bila metodenya, aktivitas tersebut mayoritas dilaksanakan di dalam rumah. Dimulai dengan pembicaraan mengenai bimbingan dokumen-dokumen akademis seperti skripsi, tesis, serta disertasi,” jelasnya.

Andi menjelaskan bahwa UGM sudah menetapkan kegiatan belajar mengajar yang seharusnya berlangsung di area kampus.

Di samping itu, Edy juga mengembangkan usahanya melalui aktivitas di Pusat Penelitian Pencegahan Kemoterapi Kanker (CCRC) Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada. Ini berlangsung saat dirinyamenjabat sebagai Ketua CCRC.

Andi juga menyebutkan bahwa Edy telah melancarkan pelecehan seksual secara lisan di area kampus. Informasi tersebut didasari oleh kesaksian beberapa orang yang telah dimintai keterangan.

“Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan, hal tersebut memang ada di kampus namun hanya dalam bentuk lisan. Hanya verbal saja,” jelasnya.

Disebutkan bahwa Edy sudah dilepaskan dari posisinya sebagai dosen UGM. Andi mengklaim hukuman tersebut ditentukan sesuai dengan temuan serta bukti yang ada selama penyelidikan oleh Komite Pemeriksa yang dibuat oleh Satgas PPKS UGM.

Berdasarkan laporan Tim Gabungan PPKS Universitas Gadjah Mada, sebanyak 13 individu telah diperiksa dalam perkara ini. Mereka berperan sebagai saksi dan juga korban dari tindak pelecehan seksual yang dilakukan oleh Edy. Menurut penjelasan mereka, insiden tersebut terjadi di luar lingkup kampus UGM pada tahun 2023 hingga 2024.

Komite Pemeriksa menemukan bahwa Edy telah melaksanakan perilaku kekerasan seksual yang bertentangan dengan Pasal 3 ayat (2) huruf l dari Peraturan Rektor UGM No. 1 tahun 2023 serta Pasal 3 ayat (2) huruf m.

Sanksi-sanksi tersebut telah dijabarkan dalam Surat Keputusan Rektor Universitas Gadjah Mada bernumber 95/UN1.P/KPT/HUKOR/2025 yang bertajuk Tentang Sanksi untuk Dosen Fakultas Farmasi dengan tanggal 20 Januari 2025.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com