Yang paling disorot oleh Murdaya Poo bukanlah kemewahan yang dimilikinya, melainkan usaha dan pengabdiannya sepanjang karirnya sebagai politikus yang berarti.
Bapak Poo meninggal di Singapura beberapa hari yang lalu. Umurnya mencapai 79 tahun. Dia telah menderita penyakit tersebut untuk waktu yang cukup lama. Penyakit kankernya. Saya pernah mengunjunginya saat berada di Singapura, pada kesempatan tertentu. Di salah satu properti miliknya di tempat tersebut.
Sebelum melihatnya, saya menghubungi salah satu anaknya –yang merupakan teman dekat dari anak saya.
“Bolehkah saya melihat Papa?” bertanya saya.
“Papa pasti sangat girang jika kau mendatangi temannya,” katanya.
“Apakah boleh membawa teman? Temanku ini dikenal oleh Papa. Dia orang Singapura. Sudah pernah bermain golf bersama Papa.” Saya maksudkan: Robert Lai.
“Setuju. Saya senang dapat berjumpa dengan Bapak Robert,” katanya.
Robert ternyata sedang merasa tidak baik. Dia enggan mengunjungi pasien saat dirinya sendiri dalam kondisi kurang sehat demi menjaga etiket tersebut. Etika itu penting baginya untuk dipelihara.
Saya memerlukan pertanyaan semacam ini lantaran banyak individu yang sedang dalam kondisi penyakit tak mau dilihat oleh teman-temannya. Terlebih lagi jika penyakit tersebut serius. Kadang-kadang bos utama mesti menyembunyikan status kesehatannya untuk menghindari penurunan nilai saham di perusahaannya. Tak jarang pula ada yang menutupi hal ini dari bank penggranti pinjaman mereka.
Pak Poo tidak merasa terganggu oleh hal-hal tersebut. Dalam komunitas para pemilik bisnis skala besar, Pak Poo dihargai karena merupakan salah satu dari sedikit konglomerat tanpa beban hutang. Dia sangat cair dan stabil secara finansial. Secara murni dia adalah seseorang yang benar-benar berkelimpahan harta benda.
Saat aku tiba di Singapura, Pak Poo sedang mengikuti terapi. Aku diajak untuk menanti sesaat di atas sofa. Tidak berapa lama, Pak Poo muncul menggunakan kursi rodanya dari dalam lift. Wajahnya nampak cerah dan senyumannya tetap sama seperti biasa.
Ketika mengunjungi orang sakit umumnya saya enggak membicarakan hal-hal berkaitan dengan penyakit mereka. Saya juga tak pernah memberikan nasihat tentang cara-cara untuk menyembuhkan diri. Saya yakin bahwa bapak Poo mampu membiayai segala bentuk pengobatan terbaik di planet ini.
Selain itu, yang kubaca adalah tentang orang-orang dengan keadaan lemah dan tak berdaya.
Akhirnya, topik pembicaraan kami malam itu justru berkisar seputar hal-hal di luar masalah kesehatannya. Ada begitu banyak kenangan yang kami ulas bersama. Malah Bapak Poo lah yang tampak lebih antusias dalam berbicara. Seolah-olah, dia sama sekali tak terlihat sedang mengidap suatu penyakit.
Tentu saja bapak Poo pernah mengalami keadaan yang kurang menyenangkan -dari segi politik. Dia adalah seorang tokoh dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Sejati. Tidak sekadar pengikut. Berideologi. Bahkan saat masih menjadi mahasiswa, pak Poo telah aktif di GMNI -sebuah organisasi mahasiswa bersifat nasionalis.
Ketika berlangsungnya reformasi, Pak Poo ikut serta sebagai calon anggota DPR dari partai tersebut. Dia mencalonkan diri untuk daerah pemilihan Jawa Timur. Asal beliau memang berasal dari Jawa Timur. Beliau dilahirkan di Wulingi, sebuah desa yang letaknya antara Kota Malang dan Kabupaten Blitar. Di dekat Bendungan Karangkates. Ia sekaligus tetangga dari Mantan Wakil Presiden Budiono dalam suatu kampung.
Ketika menjadi anggota DPR itulah Pak Poo mencapai puncak kesuksesannya. Dia menginisiasi pembentukan Undang-Undang Anti-Rasialisme yang memiliki arti sejarah penting. Ini merupakan pencapaian terbesarnya dalam hidup: dapat membela hak-hak setiap warganegara tanpa diskriminasi. Karena itu, ia menjadikan dirinya sebagai panutan bagi komunitas Tionghoa di Indonesia.
Pak Poo sendiri suku Hakka (客家人). Yang kampung halaman leluhurnya di kabupaten Meixian, dengan kota terbesarnya Meizhou.
Pernah menjabat sebagai salah seorang pemimpin perkumpulan suku Hakka di seluruh dunia. Sudah diketahui bahwa Thaksin Shinawatra dari Thailand, Cory Aquino dari Filipina, dan Lee Kuan Yew dari Singapura merupakan tokoh-tokoh penting dalam komunitas Hakka internasional.
Saya sempat mengunjungi kediaman Bapak Poo yang berada di Jakarta, tepatnya di Menteng. Lokasinya cukup dekat dengan tempat tinggal Ibu Megawati Soekarnoputri. Saat itu, saya memiliki jadwal untuk bertemu dengan Ibu Mega dan karena masih sangat pagi serta khawatir akan kemacetan lalu lintas, maka saya meminta ijin kepada Bapak Poo agar dapat “menuggu” waktunya tiba sambil berada di rumah beliau.
Di bagian belakang rumah tersebut, terdapat sebuah kolam renang berskala Olimpiade. Menurut pendapat saya, tampaknya Bapak Poo hampir tidak pernah lagi berenang di sana. Oleh karena itu, saya bertanyakan pada dirinya dengan nada candaan: “Kapan terakhir kali Anda berenang di tempat ini?”
“Hahaha… Sudah lupa,” jawabnya.
Demikianlah aturan yang dijalani oleh para penghuni rumah. Ketika baru saja merancang impian mereka untuk memiliki sebuah kolam renang, niat tersebut begitu kuat. Pada minggu awal, sang pemilik dapat mengeksplorasi kolam itu dua kali dalam sehari. Namun pada pekan kedua, frekuensinya berkurang menjadi satu kali sehari. Di minggu-minggu selanjutnya, semakin jarang digunakan sampai akhirnya tak pernah terpakai lagi.
Tentu saja ada orang yang berbeda. Seperti dirimu.
Di sekitar kolam renang, saya malah diperkenalkan oleh Pak Poo tentang bagaimana berjalan dengan tepat. Cara ini sesuai dengan apa yang disebut sebagai “ilmu jalan”. Ternyata, Pak Poo telah mengundang pakarnya dari luar negeri untuk hal tersebut.
Hari itu, Bapak Poo menunjukkan cara yang tepat dengan berjalan di sepanjang pinggiran kolam renang. Setelah itu, dia meminta saya untuk mencobanya sendiri.
Saya mengikuti langkah-langkahnya untuk berjalan. Selalu salah. Dia memperbaiki saya. Tetap saja keliru. Saya merasa seperti bayi kecil yang belum belajar berdiri.
Rumah tersebut memiliki ruang untuk bermain musik. Ini sangat istimewa dalam hal desain, teknologi, akustik, serta alat-alat musiknya. Salah satu putra Bapak Poo merupakan seorang gitaris dan penyanyi utama. Selanjutnya, koleksinya dari sepeda juga senada dengan miliki anak saya—terdiri atas jenis-jenis yang lebih premium.
Saat mengunjungi Singapura dan membahas tentang ruangan musik, tiba-tiba wajah Pak Poo bercahaya-bercahaya.
Pak Poo dengan gembira menceritakan bahwa dia telah menyelesaikan pembangunan gedung konser musik yang besar di PRJ Kemayoran, Jakarta (JIExpo), yang merupakan properti miliknya sendiri. “Akustik dan teknologi tempat ini adalah yang terbaik dan paling mutakhir di kawasan Asia Tenggara,” ujarnya.
Dia tampak kecewa karena saya belum pernah masuk ke gedung konser yang baru tersebut. Saya bersumpah untuk mengunjunginya. Sekarang sumpah ini menjadi hutang yang dia akan tuntut bahkan dari alam kubur.
Kondisi rumit yang pernah dihadapi Pak Poo berkaitan dengan urusan politik. Ketika dia menjadi figur utama dalam partainya yakni PDI Perjuangan, sang istri memiliki hubungan erat dengan Partai Demokrat milik Pak SBY. Hal ini membuat Pak Poo diperbincangkan oleh kedua kubu; baik dari kalangan PDI Perjuangan maupun Partai Demokrat.
Istrinya, Siti Hartati Murdaya, merupakan salah satu figur nasional. Dia menjabat sebagai Ketua Umum Walubi – Perwakilan Umat Buddha Indonesia. Jabatan tersebut telah diemban sejak masa pemerintahan Presiden Soeharto dan masih berlanjut hingga saat ini.
Gambar potret Hartati Murdaya yang megah dan paling menarik pernah saya temui ditempatkan di area utama rumah di Menteng. Dia tampak sangat cantik dan elegan, sama seperti dirinya sendiri.
Hartati senantiasa menjadi pusat perhatian pada tiap perayaan nasional Hari Waisak yang digelar di Candi Borobudur setiap tahunnya.
Pernah suatu waktu saya dimintakan untuk menyampaikan pidato mewakili umat Buddha di hadapan Presiden SBY dalam acara yang berlangsung menjelang malam hari peringatan Waisak di Candi Borobudur.
Hal yang membuat Bapak Poo sangat bangga pula adalah capaiannya sebagai Ketua Persatuan Golf Indonesia (PGI). Dia sebenarnya merupakan pemain golf handal. Salah satu dari kepemilikan lapangan golfa miliknya ialah Lapangan Golf Pondok Indah. Saya enggak dapat berbicara panjang lebar mengenai hal tersebut karena saya kurang faham dan merasa belum mendapatkan kepuasan dalam permainan golf itu sendiri.
Bapak Poo telah meninggal dunia. Informasinya menyebutkan bahwa jenasah Bapak Poo akan diantar ke tanah air melalui penerbangan khusus. Setelah itu, mayatnya akan diproyeksikan untuk disemayamkan di Candi Borobudur terlebih dahulu sebelum nantinya dilakukan pemakaman atau pengabuan.
Upaya pengobatan pak Poo telah dikerjakan sebaik mungkin. Sebelum dirawat di Singapura, beliau sudah mendapatkan perawatan dari rumah sakit terkemuka yang fokus pada penanganan kanker di Houston, AS. Periode tersebut hampir membutuhkan waktu setahun.
Di Houston juga, Bapak Poo mendapat pengobatan kanker yang paling baru dan canggih. Pengobatan ini dapat diikuti di manapun. Oleh karena itu, Bapak Poo membawa serta obat tersebut ketika pulang keSingapura. Di sana ia berada lebih dekat dengan Jakarta, tempat pekerjaannya, dan keluarganya.
Pak Poo (傅志宽) sudah menjadi orang terbaik di bidangnya: di bisnis, di politik, dan di sosial kemasyarakatan. Hidupnya sudah penuh dengan makna. (Dahlan Iskan)