Mengapa Wisata Berlebihan Ancam Kehidupan Pulau Komodo

Mengapa Wisata Berlebihan Ancam Kehidupan Pulau Komodo

Komodo: Simbol Kebanggaan Indonesia yang Menghadapi Ancaman

Pulau Komodo, yang terletak di Nusa Tenggara Timur, kini menjadi salah satu destinasi wisata yang semakin populer. Kunjungan wisatawan mancanegara terus meningkat, dan hal ini membawa dampak positif serta negatif bagi wilayah tersebut. Di satu sisi, pariwisata memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian masyarakat setempat. Namun, di sisi lain, peningkatan aktivitas manusia juga menimbulkan ancaman serius bagi keberlangsungan hidup komodo, satwa purba yang masih hidup hingga saat ini.

Seorang pengamat satwa liar, Raden Wisnu Nurcahyo, mengungkapkan hasil penelitiannya tentang penyakit parasit pada komodo. Ia menyoroti hubungan antara pariwisata masif dengan ancaman terhadap populasi komodo di Pulau Komodo. Menurutnya, berbagai jenis penyakit seperti parasit, cacingan, hingga infeksi dari manusia dapat memengaruhi kesehatan komodo. Hal ini bisa berdampak pada kelangsungan hidup spesies langka tersebut.

Wisnu menjelaskan bahwa dalam upaya melestarikan satwa liar seperti komodo, diperlukan konsep one health one welfare. Konsep ini menyatakan bahwa kesehatan manusia, satwa, dan lingkungan saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan. Regenerasi makhluk hidup hanya akan berjalan jika lingkungan, ekosistem, dan habitatnya tetap terjaga.

Selain itu, pencemaran lingkungan akibat sampah dari industri pariwisata juga menjadi ancaman serius. Sampah yang semakin meningkat dapat mengganggu rantai makanan dan memengaruhi daur hidup makhluk-makhluk yang ada di dalamnya. Wisnu menegaskan bahwa eksploitasi alam untuk kepentingan pariwisata berlebihan bisa memicu peningkatan jejak sampah plastik, bahkan penularan penyakit dari manusia ke hewan. Hal ini bisa mengganggu keseimbangan ekosistem.

Ketika lingkungan sekitar komodo tercemar, maka mangsa utama komodo seperti rusa atau kerbau juga turut terancam. Jika jumlah mangsa berkurang, maka komodo akan kesulitan mencari makan, yang bisa berdampak serius pada kelangsungan hidupnya. “Jika ingin komodo tetap sehat, lingkungannya pun harus dijaga,” kata Wisnu.

Wisnu juga menekankan bahwa komodo adalah simbol kebanggaan Indonesia. Seperti harimau, gajah, dan orang utan, komodo merupakan satwa endemik yang memiliki nilai historis dan budaya. “Jika populasi komodo terus berkurang, tidak menutup kemungkinan komodo akan hilang seperti dinosaurus, hanya terekam dalam buku sejarah yang tidak terurus,” ujarnya.

Selain riset dan kebijakan, Wisnu menilai perlu adanya kampanye lebih intensif untuk menyorot eksistensi komodo sebagai satwa endemik Indonesia. “Konservasi komodo bukan sekadar penyelamatan satu spesies langka, tetapi juga upaya menjaga keseimbangan ekosistem, kesehatan manusia, dan identitas bangsa,” tambahnya.

Peneliti Fakultas Kedokteran Hewan UGM, Aji Winarso, menambahkan bahwa ancaman terhadap populasi komodo yang diperkirakan tinggal sekitar 3.000 ekor di dunia berasal dari berbagai faktor. Selain aktivitas manusia, ancaman juga datang dari kerusakan habitat, fragmentasi, inbreeding (kawin sedarah), kompetisi pakan dengan manusia, perubahan iklim, perdagangan ilegal, hingga penyakit zoonotik.

Aji menekankan bahwa konservasi yang baik harus meminimalisir kontak antara satwa liar dengan manusia. Itu sebabnya, komodo disebut sebagai satwa liar karena memang harus dilepasliarkan. “Konservasi tidak bisa dipisahkan dari masyarakat lokal,” ujarnya.

Ia menyebutkan tentang etno-konservasi di Pulau Komodo, di mana komodo dianggap sebagai saudara sepupu manusia. Masyarakat setempat memiliki tanggung jawab untuk menjaga komodo meski seringkali komodo memburu ternak mereka. Etano-konservasi ini bisa menjadi prinsip untuk mencegah perilaku ekstraktif manusia yang memanfaatkan alam secara berlebihan.

Edukasi dan pemberdayaan masyarakat juga menjadi strategi penting agar konservasi bisa selaras dengan kesejahteraan manusia. Komodo, yang telah berstatus endangered sejak 2021 menurut IUCN dan masuk Appendix I CITES, memerlukan perhatian serius. “Diperkirakan jumlahnya hanya sekitar 3.300 ekor di dunia. Keberadaan komodo perlu perhatian serius,” ujarnya.