Penetapan IKN sebagai Ibu Kota Politik Indonesia
Wakil Ketua Partai NasDem, Saan Mustopa, menyatakan bahwa pihaknya tidak keberatan dengan rencana penetapan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Panajam Utara, Kalimantan Timur, sebagai ibu kota politik pada tahun 2028. Namun, ia menekankan pentingnya agar pembangunan IKN tidak terhenti dan tetap berjalan sesuai rencana.
“Jika IKN tidak mubazir atau mangkrak, maka itu akan lebih baik,” ujar Saan saat berbicara di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Selasa, 23 September 2025. Ia menegaskan bahwa pembangunan IKN telah menghabiskan anggaran yang besar, sehingga tidak boleh sia-sia.
Saan juga kembali menyampaikan rekomendasi dari Partai NasDem sebelumnya, yaitu agar Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka berkantor di IKN untuk memanfaatkan fasilitas yang tersedia. Menurutnya, jika Gibran menjalankan tugas pemerintahan di IKN, maka aktivitas di sana akan lebih hidup dan semua bangunan dapat terawat dengan baik.
Meski istilah “ibu kota politik” tidak ditemukan dalam regulasi Indonesia, Presiden Prabowo Subianto menetapkan IKN sebagai ibu kota politik Indonesia mulai tahun 2028. Keputusan ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 79 Tahun 2025 tentang Pemutakhiran Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025, yang ditandatangani pada 30 Juni 2025.
Dalam dokumen tersebut disebutkan bahwa pemindahan pusat pemerintahan ke IKN dilakukan secara bertahap dengan target akhir menjadikan Nusantara sebagai ibu kota politik. Langkah ini mencakup pembangunan kawasan inti pusat pemerintahan (KIPP) serta pemindahan aparatur sipil negara (ASN).
Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, menjelaskan alasan Presiden Prabowo menetapkan IKN sebagai ibu kota politik. Ia mengungkapkan bahwa tujuan utama adalah agar pada 2028, IKN memiliki fasilitas pusat pemerintahan yang lengkap.
“Dalam tiga tahun diharapkan fasilitas untuk tiga entitas politik eksekutif, legislatif, dan yudikatif bisa selesai,” kata Prasetyo saat ditemui di Kompleks Parlemen, Selasa, 23 September 2025.
Menurutnya, pemerintahan Prabowo berkomitmen untuk melanjutkan pembangunan IKN hingga 2028. Pada masa itu, bangunan dan fasilitas untuk Dewan Perwakilan Rakyat, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, hingga Komisi Yudisial akan siap digunakan.
“Dalam tiga tahun diharapkan bisa selesai semua fasilitas untuk tiga lembaga trias politik tadi. Kalau kita pindah hanya eksekutifnya, terus rapatnya sama siapa?” ujar Prasetyo.
Ia juga menegaskan bahwa penetapan IKN sebagai ibu kota politik bukan berarti memisahkan pusat pemerintahan dan pusat perekonomian di Indonesia. “Bukan kemudian itu menjadi ibu kota politik atau ibu kota ekonomi,” tambahnya.
Prasetyo memastikan bahwa tidak ada perbedaan makna antara IKN sebagai ibu kota negara dengan IKN sebagai ibu kota politik. Ia menegaskan bahwa tujuan awal pembangunan IKN, yang dimulai dari era Presiden ke-7 Joko Widodo, tetap terjaga. Yakni, memindahkan ibu kota RI dari Jakarta ke IKN.