Harry Kane: Pemain Tua yang Masih Menjadi Incaran di Era Sepak Bola Modern
Di tengah dominasi generasi muda dalam sepak bola modern, keberadaan Harry Kane menjadi pengecualian yang menarik. Seorang penyerang Bayern Munchen yang baru saja berusia 30 tahun ini tercatat sebagai satu-satunya pemain di dunia dengan nilai pasar melebihi Rp1 triliun di usia yang sudah memasuki dekade ketiga. Hal ini membuatnya menjadi sosok yang sangat istimewa dalam dunia persepakbolaan saat ini.
Data dari Transfermarkt menunjukkan bahwa daftar pemain dengan harga selangit kini hampir sepenuhnya didominasi oleh para pemain Gen Z. Nama-nama seperti Kylian Mbappe, Erling Haaland, Jude Bellingham, dan Vinicius Junior yang lahir setelah 1998 mendominasi peringkat teratas. Mereka masih berusia awal dua puluhan dan dianggap sebagai investasi jangka panjang bagi klub-klub besar Eropa.
Kane menjadi pengecualian di tengah tren tersebut. Nilai pasarnya tetap stabil di kisaran 100 juta euro (sekitar Rp1,7 triliun) berkat konsistensi dalam mencetak gol, ketajaman yang tidak pernah menurun, serta pengalaman yang panjang di level tertinggi. Sejak bergabung dengan Bayern Munchen pada 2023, mantan kapten Tottenham Hotspur ini terus menunjukkan produktivitas yang menjaga pamornya di bursa transfer. Saat sebagian besar pemain di usia 30-an mulai mengalami penurunan, Kane justru tetap dianggap sebagai jaminan gol dan kepemimpinan.
Bandingkan dengan rekan-rekannya seangkatan. Rodri, gelandang Manchester City yang baru berusia 28 tahun, kini memiliki nilai pasar sekitar 110 juta euro, namun usianya masih jauh lebih muda dibandingkan Kane. Raphinha, winger Barcelona yang berusia 27 tahun, memiliki nilai pasar sekitar 60 juta euro. Sementara itu, striker Inggris Harry Kane tetap berada di strata premium. Bahkan bintang-bintang senior seperti Kevin De Bruyne, Mohamed Salah, dan Robert Lewandowski telah mengalami penurunan signifikan di bawah angka 60 juta euro.
Saat ini, investasi jangka panjang menjadi prioritas utama. Oleh karena itu, pemain muda dengan potensi penjualan kembali yang tinggi lebih diminati daripada pemain yang sudah matang. Para manajer dan direktur olahraga melihat usia bukan hanya sebagai angka, melainkan juga proyeksi nilai ekonomi beberapa tahun ke depan.
Dalam konteks ini, Harry Kane menantang arus. Ketajaman di depan gawang dan gaya permainan yang mengandalkan kecerdasan taktis membuatnya tetap relevan di usia kepala tiga. Klub-klub peminat masih melihat peluang balik modal yang realistis, terutama dengan pendapatan komersial yang tinggi yang bisa dihasilkan dari seorang penyerang papan atas asal Inggris.
Sayangnya, di Asia minim sekali pemain dengan nilai pasar yang setara. Ini menunjukkan bahwa jarak kompetitif masih sangat lebar. Hingga saat ini, belum ada nama dari Asia yang mampu menembus angka Rp1 triliun, bahkan untuk sosok populer seperti Son Heung-min yang telah lama bersinar di Premier League.
Dengan dominasi generasi Gen Z dalam daftar pemain termahal, sosok seperti Harry Kane memberikan warna berbeda. Keberadaannya menjadi pengingat bahwa kualitas, ketekunan, dan catatan prestasi masih bisa mengalahkan kalkulasi usia. Bagi dunia sepak bola yang sering mengidolakan “next big thing”, penyerang Inggris ini membuktikan bahwa pengalaman dan ketajaman tetap memiliki nilai yang tak tergantikan.