AKSARA JABAR– Presiden Indonesia, Prabowo Subianto secara resmi mengumumkan program Makan Bergizi Gratis (MBG) pada awal tahun 2025. Program ini diharapkan menjadi salah satu fokus utama nasional dalam mengurangi angka stunting, malnutrisi, serta kekurangan gizi yang masih menjadi tantangan bagi masa depan anak-anak Indonesia.
Hal tersebut disampaikan langsung oleh Dekan Fakultas Hukum, Universitas Galuh, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Dr. Dewi Mulyatini. Ia menjelaskan bahwa program MBG tidak hanya ditujukan kepada siswa sekolah, tetapi juga anak balita dan ibu yang sedang menyusui.
“Pemerintah menegaskan, tujuan jangka panjangnya adalah memastikan setiap anak berkembang sehat, pintar, dan memiliki kesempatan yang sama,” katanya pada Selasa 16 September 2025.
Tolong support kita ya,
Cukup klik ini aja: https://indonesiacrowd.com/support-bonus/
Dasar hukum program ini diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 83 Tahun 2024 yang secara khusus mendirikan Badan Gizi Nasional (BGN). Lembaga tersebut bertanggung jawab penuh dalam penyusunan, penyaluran, dan pengawasan program MBG.
Ia menyampaikan bahwa program BGN diberi tugas untuk membangun kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk institusi pendidikan, pemerintah daerah, hingga organisasi sosial.
“Tentu saja dengan keterlibatan yayasan tersebut dianggap lebih efisien dibanding perusahaan biasa, karena yayasan bersifat non-profit, bebas pajak, dan bisa menerima dana hibah,” katanya.
Menurutnya, penggunaan yayasan dalam sistem tata kelola MBG tidak bisa dilepaskan dari tantangan hukum. Yayasan di Indonesia diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001, yang kemudian diperbaharui melalui UU Nomor 28 Tahun 2004.
Aturan tersebut menyatakan bahwa yayasan memiliki tujuan sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, bukan untuk memperoleh keuntungan. Ia menekankan perlunya pengawasan yang ketat agar program ini tidak digunakan secara salah.
“Dalam konteks MBG, lembaga harus kembali pada tujuan awalnya: menjalankan program sosial, bukan mencari keuntungan. Keterbukaan dan pertanggungjawaban menjadi kunci dalam mempertahankan kepercayaan masyarakat,” tegas Dr. Dewi.
Ia menambahkan, tanpa pengawasan yang ketat, terdapat risiko besar bahwa dana publik justru tidak sampai kepada kelompok sasaran utama.
Selain dari segi nutrisi, pemerintah juga memandang program ini sebagai alat untuk memperkuat perekonomian nasional. Dengan hadirnya MBG, permintaan akan kebutuhan pangan diperkirakan meningkat, sehingga mendorong produksi dalam negeri dan menjaga kestabilan harga bahan pokok.
Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian, kebutuhan beras untuk MBG diperkirakan mencapai 2 juta ton setiap tahun, sementara permintaan telur dan sayuran juga meningkat hingga 15% dibandingkan konsumsi biasa. Hal ini diharapkan dapat menciptakan peluang kerja baru, khususnya di bidang pertanian dan distribusi makanan.
Namun, beberapa ekonom memperingatkan pemerintah untuk waspada dalam mengelola rantai pasok. Jika distribusi tidak berjalan lancar, hal ini justru dapat menyebabkan inflasi harga bahan makanan di pasar lokal.
1. Pendanaan – Anggaran yang ditetapkan diperkirakan mencapai Rp 400 triliun dalam lima tahun, angka yang memicu perdebatan di DPR.
2. Distribusi – Indonesia yang memiliki lebih dari 17 ribu pulau menunjukkan tantangan logistik yang besar.
3. Pengawasan – Bahaya penyalahgunaan kekuasaan melalui yayasan atau mitra pelaksana menjadi perhatian masyarakat.
Dr. Dewi Mulyatini menekankan perlunya sistem pengawasan yang saling mengimbangi antar lembaga.
“Program MBG dapat menjadi inisiatif yang besar, tetapi jika tata kelola yang lemah, tujuan mulia ini bisa terkikis oleh praktik yang tidak sehat. Partisipasi masyarakat dan media sangat penting dalam memantau jalannya program,” katanya.
Ia menjelaskan bahwa Program Makan Bergizi Gratis merupakan langkah penting yang berpotensi mengubah kondisi kesehatan generasi Indonesia. Oleh karena itu, keberhasilannya tergantung pada pengelolaan yang jujur, akuntabilitas lembaga pelaksana, serta pengawasan yang ketat dari masyarakat.
“Pastinya, jika program ini dijalankan dengan baik, MBG bukan hanya menjadi solusi untuk malnutrisi, tetapi juga sebagai penggerak perekonomian masyarakat. Namun bila pelaksanaannya kurang maksimal, program ini berpotensi menjadi beban anggaran negara tanpa memberikan manfaat yang nyata,” katanya.