Berita  

Maulid Nabi Ternyata Bercerita tentang Abu Lahab?

Maulid Nabi Ternyata Bercerita tentang Abu Lahab?

Oleh: Maimun Abdul Ghofur Lc*)

PORTAL PEKALONGAN –“Ini maulid Nabi atau maulid Abu Lahab?” itulah kira-kira sindiran sebagian orang ketika mendengar penceramah yang bercerita tentang bagaimana Abu Lahab dikurangi siksaannya karena gembira dengan kelahiran Nabi.

Cerita tersebut memang mendapat berbagai tanggapan dari sejumlah tokoh Islam. Oleh karena itu, saya ingin menyusun sebuah muhawalah yang berisi ringkasan permasalahan dan jawabannya dalam tiga poin:

Tolong support kita ya,
Cukup klik ini aja: https://indonesiacrowd.com/support-bonus/

Pertama, mengenai sumber yang dapat dipercaya dalam cerita tersebut.

Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki, seorang tokoh aswaja internasional, dalam karyanya Mafahim menyebutkan beberapa nama besar yang menyampaikan cerita mengenai Abu Lahab.

Seperti Imam Abd al-Razzaq al-Shan’ani, Imam Bukhari dalam Shahihnya, al-Hafidz Ibn Hajar, al-Hafidz Ibn Katsir, al-Hafidz al-Baihaqi, Ibn Hisyam, al-Suhaili, al-Hafidz al-Baghawi, al-Asykar, dan al-Amiri.

 

Ia menyatakan dalam Mafahim-nya;

Berita ini diriwayatkan oleh sejumlah ulama hadis dan sejarah seperti Imam Abdul Razzaq Al-Shan’ani, Imam Bukhari, Hafiz Ibn Hajar, Hafiz Ibn Katsir, Hafiz Al-Baihaqi, Ibnu Hisham, Al-Suhaili, Hafiz Al-Baghawi, Ibnu Al-Dabi’, Al-Ashkhar, dan Al-‘Amiri.

Nama-nama tersebut cukup dapat dipercaya sebagai sumber yang andal dari kisah mimpi al Abbas.

Kedua, mengenai dalil (berhujjah) dengan menggunakan mimpi al Abbas.

Sebenarnya, Aswaja tidak memerlukan dalil ini untuk menentukan sahnya perayaan maulid.

Ayat-ayat Al Quran dan hadis telah memadai sebagai bukti dalam membahas maulid Nabi (kecuali bagi yang memiliki masalah dengan prinsip-prinsip istidlal).

Namun demikian, banyak dai yang dalam pidatinya lebih memilih menceritakan mimpi al Abbas. Hal ini karena masyarakat umum lebih tertarik mendengarkan kisah yang ringan daripada analisis berat yang penuh dengan istilah-istilah ushul dan ilmu hadits.

Maka, wajar jika kisah mimpi al Abbas digunakan sebagai bahan ceramah untuk memberikan semangat kepada jamaah. Bukan untuk digunakan dalam debat. Meskipun sebenarnya, ada beberapa aturan yang juga dimulai dari mimpi. Seperti adzan, yang awalnya berasal dari mimpi sahabat Abdullah bin Zayd, kemudian ditetapkan menjadi syariat oleh Nabi.

Ya, yang menjadikannya sebagai syariat adalah Nabi, buktinya adalah Nabi, bukan mimpi. Tidak masalah. Namun menceritakan mimpi al-Abbas juga bukan tindakan dusta.

Ketiga, hal ini yang paling sering mendapat perhatian, yakni mengenai pengurangan hukuman bagi orang-orang kafir.

Dalam cerita mimpi al-Abbas, Abu Lahab mendapat pengurangan hukumannya setiap hari Senin. Padahal di dalam Al Quran;

لا يخفف عنهم العذاب

Orang-orang yang tidak beriman tidak akan mendapatkan pengurangan hukuman.

Baik. Kesalahan yang dilakukan oleh Abu Lahab adalah dosa kufur dan dosa maksiat. Imam al-Baihaqi berkata;

Bahkan jika mereka melakukan kebaikan, namun karena ketidakpercayaan mereka, maka mereka tidak akan terlepas dari api neraka dan tidak akan masuk surga. Namun, hukuman yang mereka terima dapat dikurangi sesuai dengan perbuatan buruk yang telah mereka lakukan, kecuali ketidakpercayaan mereka terhadap kebaikan yang mereka lakukan.

Benar bahwa orang-orang kafir tidak akan mendapatkan pengurangan hukuman. Namun yang dimaksud adalah dosa kekafirannya sendiri, sedangkan jika dosa-dosa lain selain kekafiran, seperti perbuatan maksiat yang lain, maka hukumannya bisa saja dikurangi.

Perhatikanlah; kata “anhum” dalam ayat di atas. Kembalinya adalah kepada “الذين كفروا وماتوا وهم كفار”

Maknanya; dosa orang kafir tidak akan diangkat. Dosanya yang mana? Yaitu dosa kekafirannya sendiri. Bukti apa? Buktiya adalah tidak menyebutkan predikat kemaksiatan misalnya;

الذين كفروا وعصوا

Predikat yang disebut hanya orang-orang kafir. “Alladzina kafaru” jika dikatakan dengan cara musytaq akan menjadi “al kuffar”. Ini sesuai dengan kaidah;

Kesimpulan hakim terhadap yang diderivasi menunjukkan tingginya asal dari mana pengambilan dilakukan.

Berbeda pula pendapat al-Hafidz Al-Syaibani dalam Jami’ul Ushul; beliau menyatakan bahwa pengurangan hukuman bagi Abu Lahab merupakan keistimewaan dan kemuliaan bagi Nabi. Seperti halnya Abu Thalib yang juga mendapatkan pengurangan hukuman (bagi yang berpendapat bahwa Abu Thalib disiksa).

Akhirnya, maulid tidak memerlukan dalil dari kisah Abu Lahab ini. Namun, kondisi dakwah terkadang membutuhkannya; bukan sebagai dasar hukum, tetapi hanya sebagai pemicu semangat. Mengenai keyakinan bahwa siksaan Abu Lahab dikurangi, hal ini tidak menjadi masalah dalam aqidah, mengingat banyak ulama yang menafsirkan kemungkinan hal tersebut.

*) Maimun Abdul Ghofur Lc, tokoh Bahtsul Masail asal Brebes