Penetapan Sembilan Tersangka dalam Kasus Korupsi Minyak Mentah PT Pertamina
Kejaksaan Agung telah menetapkan sembilan tersangka baru dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah di PT Pertamina. Para tersangka ini terdiri dari enam mantan petinggi perusahaan pelat merah, termasuk mantan Direktur Utama Pertamina Alfian Nasution. Selain itu, ada juga sejumlah pengusaha yang terlibat dalam kasus ini, salah satunya adalah Mohammad Riza Chalid, yang dikenal sebagai “The Gasoline Godfather”.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar menjelaskan bahwa setelah dilakukan penyidikan secara maraton dengan jumlah saksi yang cukup besar, tim penyidik menyimpulkan telah diperoleh alat bukti yang cukup untuk menetapkan sebanyak 9 tersangka.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, delapan dari sembilan orang tersebut langsung ditahan selama 20 hari ke depan. Satu tersangka, yakni Riza Chalid, belum ditahan karena sedang berada di Singapura. Setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan, para tersangka dinyatakan sehat baik jasmani maupun rohani, sehingga tim penyidik melakukan penahanan terhadap 8 tersangka tersebut selama 20 hari ke depan.
Daftar Tersangka Baru dalam Kasus Korupsi Minyak Mentah
Kesembilan tersangka baru dalam korupsi tata kelola minyak mentah di PT Pertamina (Persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) periode 2018-2023 adalah sebagai berikut:
- Alfian Nasution (AN) – Vice President Supply dan Distribusi PT Pertamina
- Hanung Budya Yuktyanta (HB) – Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina
- Toto Nugroho (TN) – VP Integrated Supply Chain
- Dwi Sudarsono (DS) – VP Crude and Trading PT Pertamina tahun 2019-2020
- Arief Sukmara (AS) – Direktur Gas Petrochemical Pertamina International Shipping
- Hasto Wibowo (HW) – VP Integrated Supply Chain tahun 2019-2020
- Martin Haendra (MH) – Business Development Manager PT Trafigura tahun 2019-2021
- Indra Putra (IP) – Business Development Manager PT Mahameru Kencana Abadi
- Mohammad Riza Chalid (MRC) – Beneficial Owner PT Orbit Terminal Merak
Abdul Qohar mengungkapkan bahwa masing-masing tersangka diduga telah melakukan berbagai penyimpangan dalam proses tata kelola minyak mentah di Pertamina, yang mengakibatkan kerugian keuangan negara dan kerugian perekonomian negara.
Total kerugian negara dalam perkara korupsi ini mencapai Rp 193,7 triliun. Rinciannya antara lain: kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp 35 triliun, kerugian impor minyak mentah melalui DMUT/Broker sekitar Rp 2,7 triliun, kerugian impor BBM melalui DMUT/Broker sekitar Rp 9 triliun, kerugian pemberian kompensasi (2023) sekitar Rp 126 triliun, dan kerugian pemberian subsidi (2023) sekitar Rp 21 triliun.
Akibat perbuatannya, kesembilan tersangka disangkakan melanggar total 15 pasal. Di antaranya, Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.