Berita  

7 Hewan yang Sering Digunakan dalam Eksperimen Ilmiah

7 Hewan yang Sering Digunakan dalam Eksperimen Ilmiah

Setiap tahun, lebih dari 100 juta hewan meninggal di laboratorium, menurut data dariOrang untuk Penghargaan Etis terhadap Hewan(PETA). Mereka menjadi korban demi berbagai kepentingan ilmiah.

Secara moral, eksperimen yang melibatkan hewan sering mendapat penolakan, khususnya dari kalangan aktivis. Namun, tindakan ini sering dilakukan untuk menjaga kelangsungan hidup manusia. Mulai dari pengujian obat, vaksin, hingga penelitian mengenai penyakit tertentu.

Kecuali, jika percobaan tersebut dilakukan dalam rangka pengembangan produk kosmetik,skincare, fashion,dan produk-produk lain yang bukan merupakan kebutuhan mendesak. Uji coba pada hewan di produk tersebut dapat diganti dengan metode lain yang tidak menyebabkan kematian mereka.

Tolong support kita ya,
Cukup klik ini aja: https://indonesiacrowd.com/support-bonus/

Sebaliknya dalam pengembangan vaksin atau obat, cairan kimia tersebut tidak dapat langsung diuji pada manusia karena risiko dan efek samping yang belum diketahui. Oleh karena itu, para peneliti memberikannya kepada hewan terlebih dahulu untuk mengamati bagaimana reaksi mereka.

Melihat betapa besar pengorbanan yang dilakukan untuk manusia, kita perlu mengetahui hewan apa saja yang biasanya terlibat dalam penelitian ilmiah. Berikut adalah daftar hewan yang sering digunakan dalam eksperimen sains.

1. Tikus

Data dari Foundation for Biomedical Research(FBR) menunjukkan bahwa 95 persen hewan yang sering digunakan dalam eksperimen ilmiah adalah tikus, baik berwarna hitam maupun putih. Mereka biasanya diamati untuk melihat respons terhadap infeksi, penyakit, uji vaksin, obat, serta hal-hal medis lainnya.

Beberapa faktor membuat ilmuwan sering memilih tikus sebagai subjek penelitian. DilansirLiveScienceYang pertama adalah alasan kenyamanan. Tikus berukuran kecil, mudah dipelihara, dan cepat beradaptasi dengan kondisi laboratorium. Selain itu, mereka juga terjangkau, tidak agresif, serta mudah berkembang biak.

Alasan lain mengapa tikus sering digunakan dalam eksperimen ilmiah adalah karena sifat genetiknya yang mirip dengan manusia. Mulai dari proses tubuh, sistem organ, hingga penyakit yang mereka alami. Kesamaan ini bisa dimanfaatkan untuk menjawab berbagai pertanyaan penelitian.

2. Kelinci

Hewan percobaan berikutnya adalah kelinci, khususnya kelinci albino. DilansirNAVS, hewan dengan telinga yang panjang ini umumnya digunakan dalam prosedur yang melibatkan rasa sakit. Contohnya saat menguji keselamatan obat dan peralatan medis atau untuk menentukan tingkat toksisitas bahan kimia.

Untuk menjalani semua prosedur tersebut, kelinci sering mengalami penderitaan, keracunan, cacat, atau bahkan meninggal. Karena dianggap menyiksa hewan, pada tahun 70 hingga 80-an, kelompok pecinta hewan menyarankan eksperimen dilakukan di luar lingkungan biologis (di luar tubuh hewan).

3. Anjing

Hewan peliharaan ini juga sering dimanfaatkan dalam penelitian ilmiah. Berdasarkan lamanAmerican Anti-Vivisection Society(AAVS), anjing sering dimanfaatkan dalam penelitian penyakit jantung, pernapasan, kanker, serta bidang ortopedi.

Alasan ilmuwan sering menggunakan anjing adalah karena obat dan vaksin biasanya harus diuji pada hewan pengerat, bukan pada hewan lain. Hal ini dilakukan agar diperoleh hasil uji yang lebih akurat.

Jenis anjing yang umum digunakan adalah anjingbeagle karena ukurannya sedang dan tidak menyerang. Mereka dipelihara khusus untuk keperluan laboratorium dan umumnya berusia kurang dari setahun.

Meskipun demikian, anjing tetap mengalami kesulitan dalam beradaptasi dengan lingkungan laboratorium. DilansirNAVS, mereka sering kali mengalami gejala seperti kecemasan, rasa takut, gemetar, hingga gelisah.

4. Primata

Tidak diragukan lagi bahwa primata merupakan hewan yang paling mirip secara genetik dengan manusia. Namun, sifat-sifat tersebut memberikan keunggulan dan kelemahan dalam penggunaannya sebagai hewan percobaan di laboratorium.

Keunggulannya, hampir seluruh organ dan sistem tubuh primata serupa dengan manusia. Sistem pencernaan, metabolisme, otak, serta penyakit yang mereka alami cukup mirip dengan manusia. Jika mereka digunakan dalam penelitian penyakit dan pengujian obat, hasilnya akan lebih akurat.

Di sisi lain, berdasarkan publikasiMedical Research CouncilInggris, primata memiliki tingkat kesadaran yang tinggi terhadap lingkungan dan diri sendiri karena perkembangan otaknya. Padahal, kriteria utama hewan yang digunakan dalam eksperimen adalah mereka harus memiliki kesadaran yang rendah terhadap dunia, seperti tikus, anjing, dan kelinci.

Meskipun demikian, karena sampel primata diperlukan, mereka tetap terlibat dalam penelitian di laboratorium. Misalnya dalam pengembangan obat dan vaksin, uji transplantasi, hingga studi berbagai penyakit kronis. Primata yang tidak boleh digunakan dalam eksperimen adalah gorila, orangutan, dan simpanse.

5. Hamster

Meskipun masih termasuk dalam satu keluarga dengan tikus, penggunaan hamster dalam lingkup eksperimen yang cukup berbeda. DilansirScience Direct, hewan pengerat ini sering digunakan untuk menguji infeksi virus RNA yang terjadi di seluruh dunia. Misalnya virus Ebola, hantavirus, virus demam kuning, dan sebagainya.

Mengapa mereka terampil dalam eksperimen virus? Sumber yang sama menyebutkan bahwa ketika virus menyerang hamster, hewan tersebut akan menunjukkan gejala serupa dengan manusia. Selain itu, mereka juga mampu menyebar dengan cepat seperti yang terjadi pada kita.

Namun, sistem imun hamster sangat berbeda dibandingkan manusia. Hal ini merupakan salah satu faktor yang membatasi eksperimen ilmiah pada hewan pengerat ini. Selain digunakan dalam penelitian virus, hamster juga menjadi model penelitian untuk penglihatan, rasa, gigi, kanker, penyakit jantung, distrofi otot, peradangan, hingga asma.

6. Guinea pig

Walaupun dinamakan pig (babi), guinea pig termasuk dalam kategori hewan pengerat, seperti hamster. Mereka merupakan salah satu jenis hewan yang paling umum digunakan dalam penelitian laboratorium selain tikus. Alasannya adalahguinea pigbisa dimanfaatkan dalam ranah ilmu pengetahuan yang sangat luas.

Mereka dapat berperan sebagai model penelitian mengenai sistem imun, sistem saraf, pernapasan, fungsi ginjal, reproduksi, hingga indra pendengaran. Selain itu, berkat hewan ini, kita mampu memperoleh vaksin difteri, tuberkulosis, obat antibiotik, hingga transfusi darah.

Namun di antara segalanya, kiniguinea pigterutama digunakan dalam penelitian alergi, gangguan pernapasan, nutrisi, pendengaran, serta uji keamanan obat. Hal ini karena menurut lamanUnderstanding Animal Research, hewan tersebut mampu menghasilkan respons dan eksperimen yang akurat yang dapat diterapkan pada manusia.

Sayangnya, di balik besarnya penggunaanguinea pigdalam percobaan sains, terdapat fakta yang menyakitkan yang harus ia alami.AAVS melaporkan bahwa saat menjalani prosedur yang menyebabkan rasa sakit, beberapa laboratorium tidak memberikannya obat penghilang rasa sakit. Mereka akhirnya menderita karena hal tersebut.

7. Kucing

Hewan peliharaan lainnya yang turut serta dalam eksperimen ilmiah adalah kucing. Hewan yang memiliki posisi istimewa di hati masyarakat ini dipilih karena mereka lebih akrab dengan manusia dibandingkan primata. Mereka juga lebih mudah diperoleh.

Menurut penjelasan AAVS, kucing umumnya terlibat dalam penelitian neurologis, penyakit yang berkaitan dengan penglihatan, pendengaran, dan tidur. Selain itu, hewan ini juga menjadi pilihan utama dalam penelitian HIV/AIDS karena kucing mengalami penyakit yang mirip, yaitufeline leukemia virus (FeLV). 

Meskipun demikian, penelitian yang melibatkan kucing umumnya bersifat merusak atau mengganggu. Kucing yang menderita akibat eksperimen sering kali diberi suntikan untuk mengakhiri hidupnya atau dibunuh agar tidak terus-menerus menderita.

Penggunaan hewan masih sulit digantikan, tetapi terdapat metode untuk memaksimalkan hak mereka.

Penggunaan hewan dalam bidang ilmu pengetahuan memang menjadi isu yang menimbulkan perdebatan sengit di kalangan para ilmuwan. Di satu sisi, hewan-hewan ini memiliki peran yang sangat penting dalam eksperimen ilmiah dan kita memerlukan bantuan mereka. Namun di sisi lain, kita juga tidak tahan melihat tikus hingga kucing menderita dan meninggal akibatnya.

Hewan memang tidak bisa sepenuhnya digantikan, namun jurnal dariEMBO Reportspada tahun 2007 terdapat solusi tengah yang bertujuan untuk memaksimalkan perlindungan hewan percobaan. Berikut ini beberapa contohnya:

  • Laboratorium perlu menyediakan lingkungan yang sesuai dengan habitat asli hewan;
  • Proses penelitian perlu diperbaiki, tidak boleh sembarangan memberikan bahan kimia kepada hewan;
  • Mengonsumsi obat penghilang rasa sakit saat hewan menjalani tindakan yang menimbulkan rasa nyeri;
  • Pihak yang merawat hewan percobaan wajib memberikan perlakuan yang baik kepada hewan, tanpa melakukan kekerasan.

Dengan demikian, kemungkinan hewan-hewan tersebut merasakan nyeri, mengalami cedera, serta stres dapat diminimalkan.

13 Bahan Kosmetik Berikut Harus Diwaspadai, Diperoleh Dengan Cara Paksa dari Hewan