Fakta Menarik tentang Bonin Flying Fox
Bonin flying fox memiliki beberapa nama yang berbeda, seperti bonin fruit bat dan ogasawara giant bat. Mereka termasuk dalam famili Pteropodidae dengan nama ilmiah Pteropus pselaphon. Seperti kebanyakan kelelawar, spesies ini memiliki bulu yang didominasi warna hitam dan cokelat, dengan ujung berwarna perak. Selain itu, mereka juga memiliki uropatagium, yaitu selaput kulit yang terletak di antara kaki dan ekornya. Bentuk hidung mereka juga unik, mirip dengan gulungan.
Panjang tubuh dari hidung hingga ujung uropatagiumnya hanya sekitar 25,4 sentimeter, sedangkan bentangan sayapnya bisa mencapai 78,7 sentimeter. Berat tubuhnya berkisar antara 403 hingga 587 gram. Di penangkaran, kelelawar ini bisa hidup hingga 16 tahun, namun rentang hidupnya di alam liar kemungkinan lebih pendek. Berikut adalah beberapa fakta menarik tentang mereka:
Kelelawar Endemik Kepulauan Bonin
Bonin flying fox merupakan kelelawar yang hanya ditemukan di Kepulauan Bonin, Jepang. Wilayah tersebut mencakup Chichijima, Hahajima, dan Kepulauan Iwo. Mereka lebih suka tinggal di habitat subtropis, yaitu daerah hangat dan lembap, terutama di pulau-pulau dengan bukit curam.
Pola Makan yang Unik
Sebagai herbivora, bonin flying fox banyak mengonsumsi buah-buahan dari genus Manilkara dan Pandanus. Mereka juga memakan tanaman hias dan paku-pakuan. Buah kesukaannya meliputi sirsak, apel gula, pisang, buah naga, almond India, jambu air, biji, leci, berbagai jenis jeruk, pomelo, mangga, ara, dan murbei china. Jika makanan tersebut langka, mereka akan memakan bunga sebagai alternatif. Mereka cukup fleksibel dalam memilih makanan dan hanya menghisap sarinya, lalu membuang sisanya.
Perilaku Homoseksual yang Menarik
Saat musim panas tiba, bonin flying fox cenderung tidur sendirian. Namun, pada musim dingin, mereka membentuk koloni padat untuk menghemat panas tubuh. Anggota koloni bisa mencapai hingga 100 kelelawar. Mereka bergerak lambat di antara pepohonan dan tidak begitu takut pada manusia. Menariknya, mereka sering menunjukkan perilaku homoseksual, seperti aktivitas oral. Para peneliti menduga bahwa perilaku ini berguna untuk membangun ikatan sosial dan pembentukan koloni saat musim dingin.
Sejarah Penemuan
Bonin flying fox pertama kali dikenali oleh naturalis Inggris bernama George Tradescant Lay pada tahun 1892. Ia menamainya sebagai ‘pselaphon’, kata yang berasal dari bahasa Neo-latin dan Yunani Kuno. Nama ini merujuk pada kebiasaan meraba daripada melihat jalan di siang hari.
Proses Berkembang Biak yang Spesifik
Spesies kelelawar ini mulai berkembang biak saat musim dingin. Mereka bisa melakukan aktivitas kawin hingga 27 kali dalam sehari. Meskipun waktu spesifik musim kawin belum diketahui secara pasti, para peneliti menduga bahwa mereka bisa berkembang biak sepanjang tahun. Betina mengandung selama 5-7 bulan, waktu yang sangat lama bagi hewan. Mereka hanya melahirkan satu bayi kelelawar setiap tahun, biasanya di bulan Agustus. Waktu kelahiran anak-anaknya bervariasi tergantung pada waktu perkawinan.
Sayangnya, keberadaan bonin flying fox semakin langka di alam liar. Pada tahun 1994 dan 1966, mereka diklasifikasikan sebagai vulnerable oleh IUCN. Kemudian pada tahun 2000, statusnya berubah menjadi critically endangered, dan akhirnya dikelompokkan sebagai endangered pada tahun 2017. Habitat mereka sudah terfragmentasi dan luasnya kurang dari 100 kilometer persegi. Populasinya diperkirakan hanya tersisa tidak lebih dari 250 kelelawar dewasa.