news  

4 Negara yang Ubah Zona Waktu untuk Kepentingan Politik

4 Negara yang Ubah Zona Waktu untuk Kepentingan Politik

Zona Waktu sebagai Simbol Kebijakan Politik

Zona waktu biasanya ditentukan berdasarkan letak geografis dan kebutuhan praktis suatu negara. Namun, dalam beberapa kasus, perubahan zona waktu dilakukan bukan semata-mata karena alasan teknis, melainkan untuk menunjukkan sikap politik, memperkuat kedaulatan, atau menyesuaikan arah kebijakan luar negeri. Perubahan ini mungkin terlihat sederhana, tetapi dampaknya bisa sangat luas, hingga memengaruhi relasi diplomatik dan identitas nasional.

Berikut adalah beberapa contoh negara yang pernah mengubah zona waktunya sebagai bagian dari strategi politik:

Indonesia: Pengaruh Militer dan Politik Selama Masa Pendudukan Jepang

Selama masa pendudukan Jepang pada Perang Dunia II, Indonesia mengalami perubahan zona waktu yang dipengaruhi oleh kepentingan politik dan militer. Pada periode 1942 hingga 1945, Jepang memaksakan penggunaan waktu standar Tokyo (UTC+9) di seluruh wilayah Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda. Kebijakan ini diterapkan untuk menyelaraskan administrasi militer dan memperkuat kontrol Jepang atas wilayah jajahan yang luas, sekaligus sebagai simbol dominasi politik mereka di Asia Tenggara.

Setelah kemerdekaan, Indonesia melakukan berbagai penyesuaian hingga akhirnya pada 1963 pemerintah secara resmi membagi zona waktunya menjadi tiga: Waktu Indonesia Barat (WIB, UTC+7), Waktu Indonesia Tengah (WITA, UTC+8), dan Waktu Indonesia Timur (WIT, UTC+9). Penetapan ini tidak hanya bertujuan menyederhanakan koordinasi pemerintahan dan aktivitas nasional, tetapi juga menjadi cara untuk memperkuat persatuan di negara kepulauan yang sangat luas dan beragam.

Korea Utara: Penolakan terhadap Imperialisme Jepang

Korea Utara pernah mengubah zona waktunya sebagai bagian dari strategi politik yang simbolis. Pada 15 Agustus 2015, Korea Utara memundurkan jarum jamnya 30 menit ke zona waktu GMT+8:30, yang disebut sebagai “Waktu Pyongyang”. Langkah ini dilakukan untuk menandai 70 tahun kemerdekaan dari penjajahan Jepang dan menghapus jejak zona waktu Jepang (GMT+9) yang dipaksakan selama pendudukan.

Namun, pada Mei 2018, Korea Utara kembali menggeser waktunya maju 30 menit ke GMT+9, menyamakan zona dengan Korea Selatan. Perubahan ini sebagai simbol rekonsiliasi dan langkah praktis pertama untuk mempercepat proses penyatuan kedua Korea setelah pertemuan puncak pemimpin kedua negara. Keputusan ini menunjukkan bahwa perubahan zona waktu bukan hanya soal urusan teknis, tetapi juga bagian dari strategi politik dan diplomasi.

Spanyol: Solidaritas dengan Nazi Jerman

Spanyol mengubah zona waktunya pada masa Perang Dunia II sebagai bentuk solidaritas politik dengan Nazi Jerman. Pada tahun 1942, diktator Francisco Franco memutuskan untuk menyamakan waktu Spanyol dengan waktu Jerman Nazi (Central European Time/CET), meskipun secara geografis Spanyol seharusnya menggunakan Greenwich Mean Time (GMT) yang sama dengan Inggris dan Portugal.

Keputusan ini menyebabkan masyarakat Spanyol harus menjalani aktivitas sehari-hari seperti makan dan tidur lebih larut dari yang seharusnya, karena waktu resmi mereka lebih cepat satu jam dibanding waktu matahari sebenarnya di wilayah tersebut. Langkah Franco ini berkaitan dengan hubungan politiknya dengan Hitler dan upaya menunjukkan dukungan terhadap kekuatan Axis selama Perang Dunia II.

Venezuela: Kebijakan Politik dan Krisis Energi

Venezuela pernah mengubah zona waktunya demi alasan politik sekaligus mengatasi krisis energi. Pada tahun 2007, Presiden Hugo Chavez memundurkan waktu Venezuela sebanyak 30 menit menjadi UTC−4:30 dengan tujuan agar anak-anak sekolah bisa bangun saat hari sudah mulai terang, serta sebagai simbol perubahan kebijakan di masa pemerintahannya.

Namun, perubahan ini juga menimbulkan kritik karena membuat waktu Venezuela unik di Amerika, berbeda setengah jam dari tetangga-tetangganya, dan memicu sejumlah lelucon serta keraguan tentang efektivitas waktu tersebut untuk meningkatkan produktivitas.

Pada 2016, pemerintahan Presiden Nicolas Maduro membalik perubahan tersebut dengan memajukan jam Venezuela kembali ke UTC−4 untuk menyelaraskan waktu dengan negara tetangga dan mengurangi konsumsi listrik di malam hari di tengah krisis listrik yang parah. Perubahan ini merupakan bagian dari program penghematan energi yang mencakup pengurangan jam kerja dan pembatasan pemakaian listrik publik.

Perubahan zona waktu bisa jadi cerminan sikap politik suatu negara. Dari keputusan simbolis hingga strategi diplomatik, semuanya menunjukkan bahwa waktu pun bisa sarat makna.