Pesisir Gresik Menghadapi Rob yang Menyebabkan Tanah Berubah Menjadi Lautan
Di wilayah pesisir Gresik, fenomena tanah yang berubah menjadi lautan akibat rob sudah menjadi hal yang sering terjadi. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gresik mencatat bahwa ada ribuan hektare lahan yang terendam air laut saat pasang tinggi menerjang. Fenomena ini terjadi khususnya di dua kecamatan, yaitu Kecamatan Ujungpangkah dan Kecamatan Bungah.
Menurut data yang diperoleh, sekitar 2.200 hektare lahan bersertifikat telah berubah wujudnya menjadi bagian dari laut. Batas antara pemilik lahan satu dengan lainnya hanya bisa dikenali melalui insting, karena lokasi tanah tersebut kini berada di atas permukaan laut. Dulu, daerah ini merupakan daratan yang dimiliki oleh warga setempat. Namun, akibat abrasi yang terjadi sebanyak 132 kali dalam setahun, kini banyak area tersebut hilang.
Dampak Rob pada Tambak di Utara Gresik
Pasang air laut juga memberikan dampak besar terhadap tambak-tambak di utara Gresik. Dinas Perikanan Gresik mencatat bahwa selama tahun 2025, sekitar 590 hektare tambak di tiga kecamatan terendam air laut. Kecamatan Ujungpangkah dan Mengare mengalami kerugian terbesar.
Plt Kepala Dinas Perikanan Gresik Eko Anindito Putro menjelaskan bahwa para petambak sudah berupaya memperkuat tanggul untuk mengantisipasi rob. Namun, jika rob datang dalam skala yang lebih besar, tanggul manual sering tidak cukup kuat untuk menahan air. Di Pangkahwetan, misalnya, sekitar 300 hektare tambak bandeng terendam air laut.
Eko merinci luasan tambak yang terkena dampak rob. Di Desa Pangkahwetan terdapat 300 hektare, Desa Banyuurip 25 hektare, Desa Waruagung di Kecamatan Bungah 50 hektare, serta Desa Tanjungwidoro 100 hektare. Di Kecamatan Sidayu, beberapa desa seperti Randuboto, Mojoasem, Mriyunan, Sedagaran, dan Seowo masing-masing terdampak sekitar 30 hingga 25 hektare.
Upaya Pemerintah dalam Mengatasi Abrasi
Sekretaris Daerah Gresik Achmad Washil mengakui bahwa pihaknya belum memiliki informasi pasti mengenai rencana pembangunan pagar laut pantai utara. Wilayah laut kabupaten tidak termasuk dalam kewenangan Pemkab, sehingga sampai saat ini belum ada detail jelas tentang rencana tersebut.
Namun, Pemkab Gresik secara berkala melakukan penanganan dengan menanam mangrove. Mereka mengajak perusahaan-perusahaan yang berada di Gresik untuk berkontribusi dalam penanaman mangrove di pesisir utara. Sepanjang tahun 2025, sekitar 70 ribu bibit mangrove telah ditanam di daerah tersebut.
Saat ini, sudah ada sekitar 24 jenis mangrove yang ditanam di pesisir Gresik, terutama di Kecamatan Ujungpangkah, Bungah, dan Manyar. Penanaman mangrove dilakukan secara masif sejak beberapa tahun belakangan.
Keberlanjutan Ekosistem dan Peran Mangrove
Wakil Ketua Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Cabang Gresik Ali Yusa menyatakan bahwa rencana pagar laut memang efektif dalam mengurangi abrasi. Namun, ia menyarankan agar rencana tersebut dikaji lebih matang, terutama terkait keberlanjutan ekosistem bawah laut dan mata pencaharian nelayan.
Ali Yusa menilai bahwa pagar alami berupa mangrove lebih efektif dalam menahan abrasi. Selain itu, ekosistem bawah laut tetap dapat bertahan tanpa mengganggu aktivitas nelayan.
Studi menunjukkan bahwa satu pohon mangrove dewasa dapat menyerap sekitar 12–15 kg karbon dioksida per tahun, tergantung usia, ukuran, dan kondisi ekosistem. Dengan 2.000 bibit mangrove yang ditanam, diperkirakan mampu menyerap sekitar 24 ton karbon dioksida per tahun serta menghasilkan sekitar 240 ton oksigen per tahun. Ini menunjukkan betapa pentingnya penanaman mangrove sebagai solusi jangka panjang dalam menghadapi tantangan abrasi dan perubahan iklim.